bisa-bisanya aku dulu kayak gitu

10 4 16
                                    

"Panggil aku Zagi lagi, Sorin."

Aku tidak kenal dia siapa. Aku tidak tahu kepribadiannya bagaimana atau dia kelas berapa. Barangkali adik kelas. Dan pada impresi pertama ini, kuperkirakan dia tipe laki-laki yang agak polos dan mudah gugup.

Tetapi, pada kalimat yang dia ucapkan barusan, terdapat penekanan seolah aku tak boleh melanggarnya.

"Zagi...."

Satu detik senyum itu terukir, dia lalu membisikiku sesuatu.

"I love you."

Ini... apa-apaan ini!

Baru bertemu sudah ditembak!

Aku tak kuasa menahan debar jantungku saat dia memundurkan kepala, anehnya terus beradu tatap denganku biar kedua wajah kami memerah luar biasa. Aku sampai perlu mencengkeram bagian bawah rokku untuk menghentikan apa pun yang bisa dan ingin kulakukan saat itu.

Lalu aku teringat satu hal.

"Kamu tahu aku bisa sihir?"

Lelaki di depanku merengutkan kening lagi. "Kamu beneran amnesia?"

"Amnesia?"

"Oh, syukur. Kirain marah." Dia memundurkan punggung, melebarkan sedikit jarak di antara kami sekaligus melegakan saluran pernapasanku. "Eh. Amnesia?"

Kami berdua menatap satu sama lain.

"Atau, aku lagi pake sihir penghilang ingatan?" Aku bertanya pada diriku sendiri juga. Namun jelas aku tak mungkin tahu jawabannya sebab sihir penghilang ingatan itu tadi.

Tapi bukankah aku dan laki-laki ini saling kenal? Tapi kenapa aku memutuskan untuk memakai sihir tersebut pada diriku sendiri? Apa di antara kami sedang terjadi konflik?

Lupakan itu. Terpenting-

"Tadi kamu bilang kamu terkena kutukan?" tanyaku padanya. "Maksudnya kutukan apa? Dan pasti aku yang ngutuk kamu, kan?"

Dia mengusap leher, menghindari tatapanku. "Tiap ketemu kamu, aku bakal bilang 'I love you'?"

Kenapa menyertakan nada bertanya?

"Yang terakhir i love you ke berapa?"

"Nggak tahu. Nggak kehitung."

"Terus nyebut i love you-nya sekali dua kali?"

Dia diam. Dalam pengamatan cermatku, kutemukan segelintir keringat di sudut dahinya seolah terpojok.

Berbarengan dengan seringaianku yang keluar, dia memalingkan pandang. "Dua kali kok."

"Bohong."

"Beneran."

"Terus kapan kamu mau bilang i love you benerannya?"

Hitungan dalam hati mencapai angka sepuluh, dia akhirnya menjawab dengan wajah sampingnya yang terus kupandangi. "Nanti."

Hebat banget. Cuma nyebut satu kata aja udah melambungkan hatiku.

Padahal aku baru kenal.

Memang, ya. Sekali suka tetap bakalan suka lagi mau dibuat hilang ingatan pun.

"Padahal tadi kamu udah bilang, Zagi."

Zagi tersenyum. Kontan menularkannya pun padaku.

Apakah untuk ini aku merias wajahku?

Kemudian aku membatalkan rencana jalan-jalanku dengan ketiga temanku. Xiera dan Yuyu seperti sudah maklum. Namun Teressa malah terbengong-bengong.

"Kamu udah ada cowok, Sorin?"

i don't have a crush on you. [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang