01

20 7 0
                                    

01

****

Hari itu, hujan deras mengguyur bumi kecil malam hari di Kota padat penuh keramaian. Ratap sedih keputus-asaan terdengar mencuat menebar pedihnya suasana hati dari sebuah keluarga kaya raya yang harmonis.

Mereka dihadapkan pada satu kenyataan yang menarik paksa hidup putri tunggal semata wayang mereka. Kaisha, atau yang kerab disapa Sasha dan Caca ini telah melewati begitu banyak proses pemulihan dan pengobatan kemoterapi sebelum pada akhirnya dokter memvonis perjuangan semaksimal mungkin dari para pihak medis nyatanya sia-sia saja.

“Perawatan dapat membantu, namun penyakit ini tidak dapat disembuhkan. Putri anda memiliki sisa waktu hidup sekurang-kurangnya 2 bulan dari sekarang, kami menyarankan keluarga pasien untuk menemaninya sebelum takdir menjemputnya. Kelainan metabolik seperti perlemakan hati menjadi penyebab kanker liver pasien sehingga lebih mudah merasa kenyang meskipun hanya mengonsumsi sedikit makanan. Perbanyak mengonsumsi buah dan sayur-sayuran, biji-bijian utuh, seperti oat, uinoa, dan beras cokelat. Turut merasakan duka, saya permisi.” demikian ucap dokter yang mengurus perawatan Kaisha selama ini.

Kedua orangtua Kaisha dapat merasakan betapa hancur leburnya hati mereka begitu dihadapkan pada takdir semacam itu. Tentu saja. Hati orangtua mana yang tak terluka menerima kenyataan seperti itu?

Sementara Kaisha yang terbaring lemah diatas brankar, samar-samar mendengar percakapan Ayah-Ibu nya dengan sang dokter dari balik pintu bilik rawat inap nya. Hatinya seketika meredup.

Sudah ia duga,
Berharap lebih tak ada gunanya.

Menatap selang infus yang terpasang pada punggung tangan kirinya, gadis cantik berambut karamel tersebut menghela napas sejenak lantas memejamkan kedua mata. Mencoba melapangkan diri menerima garis takdir yang telah ditentukan Tuhan baginya.

‘It's fine, babygirl. Just say goodbye to this pathetic world.’ batinnya.

****

00:00am

Pukul dua belas tepat tengah malam, Kaisha terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba saja ia merasa haus, dirinya yang kini telah berada diruang kamar tidur mewahnya, seketika menyadari bahwa orangtuanya telah membawanya pulang ke rumah. Tentu saja, pemulihan di rumah sakit tak ada gunanya lagi jika dokter telah memvonis jelas batas waktu hidupnya tersisa dua bulan.

Kedua netranya berkaca-kaca mengingatnya. Hidup menyedihkan yang selama ini dilaluinya bahkan sama sekali belum sempat dipertemukan pada bahagia. Lalu mengapa? Mengapa secepat ini?

Mati-matian berusaha bangkit dari posisi tidurnya, bermaksud mendudukkan diri diatas king springbed empuknya, Kaisha tiba-tiba saja tertegun begitu menatap sesuatu yang aneh.

Jam dinding dikamarnya..

Ya, jam dinding berbentuk burung hantu putih elegan yang terpajang diatas sana bukannya memuat jarum jam yang bergerak maju, sebaliknya malah berjalan kebelakang.

Mengucek-ucek kedua mata, Kaisha dapat melihat jelas jarum jam itu sungguh-sungguh bergerak ke belakang dan bukannya berjalan maju.

Hey,

Apa jam dinding itu rusak?
Sayang sekali, ia harus memberitahu ibu dan ayahnya untuk membawa jam favoritnya itu menuju klinik jam dinding diujung gang.

Belum usai, memikirkan pemilik toko perbaikan jam dinding yang merupakan kakek tua berkebangsaan Tionghoa, tiba-tiba saja sebuah cahaya lingkaran putih besar yang menyilaukan muncul tepat dihadapannya.

Cahaya putih yang menyilaukan mata itu amat membingungkan Kaisha. Rasa terkejut bercampur waspada seketika menghinggapi.

Lingkaran cahaya apa ini?

DIMENSI WAKTU (By : Livia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang