09💗

9 5 0
                                    

09

****

Diel baru saja tiba diruang OSIS ketika para anggota lainnya sedang sibuk bekerja. Naura, sang sekretaris tengah mengetik sesuatu dilayar laptop sembari terus menerus menatap monitor. Gadis kurus berkepribadian perfeksionis itu sedang membuat surat izin bazar sekolah yang setelah diketik akan ia print dimesin yang tersedia diruang OSIS.

Mesin print?

Benar, Gio berbohong.
Mesin print ruang OSIS baik-baik saja, tidak rusak sama sekali.

Sementara Naura mengetik, anggota lainnya sibuk menyusun rencana rapat, deadline penyerahan proposal, dan jadwal pelaksanaan razia. Mereka terlihat disibukkan dengan tugasnya masing-masing, tak satupun yang terlihat tidak bekerja.

Adriel mengetuk pintu kemudian mengucap salam, membuat mereka semua seketika mengalihkan fokus sesaat dari kesibukan masing-masing.

“Lho? Diel udah ada, Vin. Tadi Gio kemana?” celetuk Dito, menanyai Vina yang sedang duduk disofa dengan beberapa lembar kertas diatas pangkuannya.

“Tadi ada kok, duduk dikursi dekat Naura. Mungkin udah keluar kali, ya? Gue gak perhatiin tadi. Lo liat Shell?” jawab Vina, menoleh menatap Sheila.

“Nggak.” sahut Sheila cepat.

“Gio kenapa?” tanya Diel mengerutkan kening.

“Itu loh, tadi dia yang nyuruh Naura buat manggil lo dari speaker sekolah. Katanya ada keperluan penting, darurat, dan harus cepet. Jadi kita gak sempat nanya, Naura langsung ambil mik terus buat pengumuman.” jelas Yuna yang duduk diatas karpet bulu, sembari menatap daftar kegiatan mingguan.

Diel terdiam. Perasaannya tiba-tiba saja menjadi tak enak. Bergegas, pemuda itu beranjak cepat meninggalkan ruang OSIS tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Kaisha.

Satu-satunya yang ada dalam pikirannya saat ini adalah Kaisha.

Ntah mengapa, feeling nya merasakan sesuatu yang buruk. Jejak langkahnya terus membawanya berlari secepat mungkin menuju ruang musik. Dalam hati, ia bertanya-tanya, apa kekhawatiran nya sedikit berlebihan? Ada masalah apa wakil ketua bernama Giovan Geraldi itu dengannya?

TAP TAP TAP

Tiba didepan pintu ruang musik tempatnya berlatih, Adriel mendorong kasar daun pintu.

BRAKHH!

Kosong melompong. Tak satupun manusia berdiam didalam sana. Kaisha menghilang!

Diel menghela napas, dalam hati ia tahu, ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Apalagi hal itu melibatkan Gio, senior kelas 12 yang terkenal badung disekolah sebelumnya. Ya, Diel dan Gio adalah alumni dari SMP yang sama namun berbeda 1 tahun.

“Pit, Pit, lo liat Gio gak?” tanya Diel penuh gelisah sembari menghentikan seorang siswi yang sedang berjalan santai dikoridor nan lenggang. Siswi itu, Pitaloka. Anak kelas 10.

“Aku tadi sempat liat Kak Gio keluar dari ruang musik sih kak pas aku jalan ke toilet, tapi gak tau sekarang dia kemana.” jawab Pita tersenyum senang menatap Diel. Ya, lagipula siapa yang tak suka pada si tampan milik seisi sekolah, Adriel, si nyaris sempurna.

Adriel mengangguk pelan. Pikirannya berkecamuk. Sudah jelas, semua ini direncanakan.

“Makasih ya, Pit.” ucapnya kemudian melanjutkan langkah mencari Kaisha. Sudah ia duga, ini semua ulah Gio. Anak badung itu sejak awal seharusnya tak usah saja diikutsertakan menjadi anggota OSIS.

Penasaran bagaimana anak itu lolos seleksi masuk organisasi menteri sekolah alias OSIS? Tentu saja dengan bantuan orang dalam!

Ayahnya adalah Wakasek Kesiswaan, ia meminta pada pembimbing agar mengikutsertakan putra nya dalam keanggotaan OSIS. Jika selama ini Adriel mendiamkannya karena malas berurusan dengan pengurus sekolah yang licik, terlebih untuk menghargai Ayah Gio dan memberi kesempatan pada Gio untuk bergabung, sekarang Diel tak akan tinggal diam.

DIMENSI WAKTU (By : Livia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang