"Ada apa dengan wajahmu?" sapa sang gadis sambil duduk di samping Akara.
"Bukan urusanmu," jawabnya cuek, tanpa menoleh.
"Kenapa masih di sini?" lanjutnya sambil menoleh sekilas.
Gadis bertopeng tidak menjawabnya, namun malah mengeluarkan sebutir pil dari cincin penyimpanannya.
"Nih!" Ia raih tangan Akara dan ditaruhnya di telapak tangannya.
"Apa ini?"
"Pil penyembuhan, makanlah dan bekas luka itu akan langsung menghilang,"
"Aku kembalikan," tolak Akara sambil mengulurkan kembali pil di telapak tangannya.
"Dengarkan ya!" Gadis bertopeng kini berbicara dengan geram.
"Wajah itu aset yang berharga, juga bukan milikmu sendiri. Itu akan menjadi milik para gadis yang menjadi pasanganmu. Jangan sampai ada bekas luka, paham!?"
Tanpa menjawabnya, Akara langsung memakan pil penyembuhan itu. Bekas luka di wajahnya perlahan-lahan mengecil, dan tidak lama kemudian hilang tanpa bekas. Kulitnya kembali seperti semula, seolah-olah tidak pernah terdapat luka.
"Tadi kalah apa menang?" ujar gadis bertopeng sambil mengayunkan kakinya di permukaan air sungai. Lagi-lagi tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Akara.
"Ahh membosankan, nanti mana ada gadis lain yang suka denganmu selain aku," ujar gadis bertopeng sambil menundukkan kepalanya dan menengok ke arah Akara.
"Ajari aku teknik bela diri!" Akara menoleh, lalu menatapnya dengan serius.
"Tolong?" ujar gadis bertopeng dengan riang.
"To, tolong!" teriak Akara terbata karena terpaksa.
Kini keduanya terdiam, saling menatap tanpa ada pergerakan sedikitpun. Lama-lama Akara mulai kesal, hingga matanya mulai melotot.
"Baiklah," jawab sang gadis sambil berdiri tegap kembali, membuat ekspresi wajah Akara berubah 180 derajat.
"Benarkah!?" serunya dengan begitu gembira.
"Akan aku berikan sebuah teknik latihan ranah, namun dengan syarat,"
"Apa syaratnya!? Akan aku lakukan!" Akara sontak kegirangan dan tanpa pikir panjang mengiyakan, sebelum gadis itu memberikan syaratnya.
"dalam satu minggu ini, jangan sampai ada luka sedikitpun di tubuhmu. Kalaupun kamu bertengkar, harus menang tanpa ada luka,"
"Satu minggu!? Itu terlalu lama!" teriak Akara sampai-sampai terlihat ingin menangis.
"Kalau tidak mau yaudah." Gadis itu menggoda Akara, dengan mengeluarkan dua buah gulungan kertas, lalu digoyang-goyangkan.
"Aku lakukan!" teriak Akara tanpa basa-basi dan langsung berjalan pergi.
"Mau ke mana?" Gadis itu tiba-tiba berada di depan Akara dan menghalanginya untuk pergi.
"Pulang!" seru Akara, kemudian berjalan menghindarinya.
Saat Akara melewatinya, tiba-tiba gadis itu berbalik dan meraih pedang di punggung Akara.
"Apa yang kau lakukan!?" Akara sontak berbalik dan menerjang untuk mengambil kembali pedangnya.
Gadis tadi menghindar hanya dengan satu lompatan kecil ke belakang, namun menyebabkan tubuhnya melayang. Dia terlihat seakan lebih ringan dari bulu yang tertiup angin. Gaun merah mudanya berayun bebas saat angin menerpanya dari belakang, begitu juga rambut hitamnya yang terkadang sampai menutupi topengnya.
"Cewek jelek, kembalikan!" teriak Akara, berusaha berlari mengejarnya.
"Kalau tidak mau memanggilku cantik, panggil pakai namaku!" Ia mencopot topengnya perlahan, memperlihatkan wajah cantiknya, sambil tetap melayang ke belakang.
"Namaku Lisa!" lanjutnya sambil menunjuk ke arah alis, kini bibir manisnya tersenyum lebar hingga membuat matanya menyipit.
"Lisa jelek!" teriak Akara, namun gadis itu hanya tersenyum, lalu memasang kembali topengnya dan melayang membelakangi Akara.
"Kejar aku!" Lisa melayang ke arah lebatnya pepohonan di hutan, menjauh dari sungai, membawa kabur pedang kayu milik anak kecil itu.
"Berhenti! Kembalikan!"
"Awas kepala." Lisa menarik ranting pohon, lalu melepaskannya hingga terhempas ke arah Akara.
Plakk!!
Seperti tamparan keras, ranting pohon tadi mengenai wajah anak kecil itu hingga hampir terjatuh.
"Awas kau!" Akara terus berlari, walau wajahnya ada bekas memerah seperti distempel oleh ranting pohon.
"Wajahmu terluka lho, masih ingat perjanjian kita tadi?" Lisa berbalik badan dan menggoda Akara.
"Itu ulahmu!" teriak Akara membuat Lisa tertawa puas.
Gadis itu masih dalam keadaan terbang mundur, hingga tidak memperhatikan bahwa ada ranting pohon di arahnya terbang.
"Perhatikan depan!" Akara berteriak panik dan mempercepat larinya.
"Ada apa?" Lisa dengan santainya berbalik badan, namun ranting pohon sudah tepat di depannya.
Brukkk!!
Akara tersungkur ke tanah karena melompat ingin menolong Lisa, namun ternyata gadis itu sudah berhenti tepat di depan ranting. Wajahnya hanya berjarak beberapa centimeter saja dari ranting, lalu beberapa saat kemudian ia turun.
"Sakit?" Lisa cukup khawatir, dapat dilihat dari caranya mengulurkan tangan kepada Akara.
"Kamu tidak apa-apa?" Akara berbalik badan, memperlihatkan luka lebam di dagunya karena terbentur tanah.
"Hahaha, kamu yang jatuh kenapa malah bertanya kepadaku?" Lisa kini terbang mengitari anak kecil yang sedang duduk di rerumputan, memperhatikan luka di tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penguasa Dewa Naga
FantasyOriginal Versi lengkap ada di Karyakarsa Akara, seorang anak yang memiliki ambisi kuat untuk menjadi master aura terkuat menemui titik tumpulnya. Saat pembukaan aura ranah, ia tidak dapat memadatkan energinya, bahkan satu bintang energipun. Pemadat...