6. Mama yang Baik

7 1 0
                                    

"Kamu bilang wajah itu aset yang berharga? Berhati-hatilah, jangan sampai melukai wajahmu," ucap Akara dengan tenang, membalikkan kata-kata yang sebelumnya Lisa katakan kepadanya.

"Hahaha, pintar bicara." Lisa terbang semakin tinggi, hingga mencapai ranting yang sebelumnya hampir ia tabrak dan duduk di sana.

"Sudah tidak ingin mengambil ini kah?" Lisa menunjukkan kedua pedang kayu milik Akara, lalu digoyang-goyangkan lagi.

Akara tidak menjawabnya, kemudian berdiri dan berusaha memanjat pohon. Pada kesempatan pertamanya, ia langsung terjatuh dan membuat Lisa menertawakannya. Akara terus mencoba memanjat hingga beberapa kali terjatuh, namun akhirnya berhasil. Walaupun begitu, ia langsung kaget ketika Lisa sudah tidak ada di sana.

"Lambat." Lisa menjulurkan lidahnya, ia sudah terbang menjauh meninggalkan Akara.

"Licik!" Akara bergegas turun, hingga membuatnya merosot dan lengannya terparut oleh kulit pohon.

Anak kecil itu terus mengejarnya, bahkan sampai terperosok ke dalam lubang dan dilempari sarang lebah oleh Lisa. Gadis cantik itu terus mengusilinya dan tertawa jika berhasil mengenai Akara.

Saat matahari sudah tepat berada di atas ubun-ubun, Akara keluar dari hutan dan muncul di pinggir sungai. Di sana sudah ada Lisa yang tadi meninggalkannya. Kondisi Akara saat ini sudah sangat berantakan, tubuh serta pakaiannya kotor, lalu luka di lengannya dan benjolan di muka akibat sengatan lebah. Wajah Akara terlihat lucu, karena pipi dan bibirnya yang membengkak, membuat Lisa tak kuasa menahan tawanya.


Hari berikutnya saat matahari telah berada tepat di atas ubun-ubun, menyinari kota kecil bernama kota Biru. Di siang hari yang panas itu, Akara berjalan dengan muka yang murung dan sorot matanya begitu sayu. Orang-orang yang sedang berlalu-lalang sontak terkejut melihatnya, mereka kemudian saling berbisik.

"Bukankah anak itu yang kemarin tidak mampu memadatkan aura ranahnya?"

"Benar, tadi juga menantang tuan muda keluarga Beton,"

"Keluarga beton!?" serunya, tidak mampu menutupi keterkejutannya. Suaranya cukup keras, hingga terdengar di telinga Akara.

Sorot mata yang tadinya sayu, seketika berubah menjadi tajam saat melihat orang-orang yang membicarakannya.

"Hei, dia dengar!" bisik orang di sampingnya dengan sedikit berteriak.

Para warga yang membicarakan Akara langsung berpura-pura tidak tau dan memalingkan wajahnya, mereka kembali beraktivitas seperti biasanya.

Setelah itu Akara kembali berjalan, namun tidak lama kemudian ada yang membicarakannya lagi.

"Dia sudah dipukuli oleh tuan muda Cor Beton, padahal dia sendiri yang menantangnya,"

"Kasihan sekali, dosa apa yang ia perbuat di masa lalu, sampai tidak bisa memadatkan aura energi,"

Akara yang mendengarnya dari kejauhan, mulai meraih pegangan pedang di pundaknya. Akan tetapi, ia teringat kembali persyaratan yang diajukan oleh gadis bertopeng kepadanya. Setelah menghela napas, ia melepaskan genggaman pada pedangnya dan melanjutkan perjalanan pulang.

"Dia tidak memiliki ayah bukan?"

"Benar, benar, mungkin saja itu karma karena kelakuan orang tuanya!"

"Sayang sekali, padahal wanita itu sangat cantik, tidak aku sangka kelakuannya seperti pelacur,"

Akara yang tadinya sudah bisa mengendalikan emosi sontak saja meledak. Kedua pedang kayunya dengan cepat ditariknya dari belakang punggungnya.

"Hei! Apa yang kalian bicarakan!?" teriak seorang wanita dari kejauhan, wanita yang ternyata adalah mamanya Akara.

"Mama?" Akara sontak terbelalak, hingga pedang yang ada di genggamannya gemetar hebat.

Penguasa Dewa Naga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang