4. Lisa

10 3 0
                                    

"Berisik kalian! Kalianlah yang sampah hanya bisa banyak bicara!" teriaknya sambil mengulurkan tangannya ke depan, lalu kedua pedangnya dengan tepat jatuh di genggamannya.

"Tuan Cor Beton!" Ketiga anak laki-laki di belakangnya panik dan segera membantu tuannya yang telah dipukul.

Setelah mengusap darah di hidungnya, Cor Beton mengeluarkan aura ranahnya. Aura 5 bintang energi muncul di belakang pundaknya dibarengi hentakan energi.

"Beraninya menyerang tuan muda keluarga Beton!"

Akara menyilangkan tangannya ke depan, untuk menahan hentakan energi dari Cor Beton. Sesaat kemudian, ia membuka kembali tangannya dan melihat aura ranah milik tuan muda itu. Kejadian saat itu membuat anak-anak lain berdatangan dan mengerumuni mereka.

"Apa yang terjadi?"

"Tuan muda keluarga Beton dipukul bocah yang tidak bisa memadatkan aura kemarin!"

"Hah!?"

Semua orang terkejut dengan keberanian Akara, lebih tepatnya kenekatannya karena telah emosi.

"Tuan muda? Kalah dengan Dam Beton, hahaha sampah!" teriaknya sambil tersenyum merendahkan.

"Sampah!?" Cor Beton kini benar-benar marah, terpancar energi dari kedua kepalan tangannya.

"Tidak sadar diri!" Cor Beton berlari, menerjang ke arahnya, namun pukulannya dengan mudah dihindari. Saat Cor Beton berbalik badan, Akara sudah siap melancarkan pukulan, dan lagi-lagi tepat mengenai hidungnya.

Hentakan energi seperti hembusan angin terjadi, tidak disangka, Cor Beton tidak bergeming sama sekali setelah terkena pukulan.

"Heh!" Cor Beton menyeringai, membuat Akara sedikit terkejut dan segera melompat menjauh.

"Sekarang tau 'kan perbedaan antara kita? Hahaha." Cor Beton tertawa puas diikuti oleh anak-anak lainnya.

Akara sedikit kebingungan, namun sesaat kemudian menenteng kedua pedangnya dengan yakin. Menggenggamnya dengan sangat erat, seolah-olah siap untuk menantang tuan muda di depannya.

Cor Beton kembali menyeringai, kini ia menghentakkan energinya, lalu berlari. Akara melesat, lalu menunduk untuk menghindari serangan dan juga menusukkan pedangnya pada perut Cor Beton. Menyadari serangannya tidak mempan, Akara melompat ke samping.

Cor Beton menyeringai kembali sebelum mengejar Akara. Keduanya kini saling menyerang walau hanya serangan Akara yang berhasil, namun tetap saja tidak menyebabkan luka. Kelincahan dan kecepatan Akara jauh melebihi Cor Beton, namun tidak memiliki kekuatan sama sekali.

Kebiasaannya menunduk saat menyerang disadari oleh Cor Beton, ia lalu melesatkan pukulan ke arah bawah. Akara terkejut dan melompat ke samping, namun Cor Beton langsung melakukan tendangan memutar. Tendangan mengenai perut Akara hingga membuatnya terhempas beberapa meter ke belakang.

"Akhh!" Akara mengerang kesakitan, meringkuk sambil memegangi perutnya.

Melihat lawannya tak berdaya, Cor Beton dengan cepat berlari dan menendangnya dengan sekuat tenaga. Akara kembali terhempas dan tersungkur di tanah, kemudian memuntahkan darah yang cukup banyak.

Ada yang menertawakan anak itu, namun tidak sedikit juga yang merasa iba dengannya. Mereka tidak mampu melakukan apa-apa untuk membantu Akara, hanya bisa memalingkan pandangannya saja.

"Sampah sialan!" Cor Beton mengangkangi dada bocah itu, lalu melancarkan pukulan bertubi-tubi pada wajahnya.

Akara tidak bisa melakukan apa-apa lagi, tubuhnya sudah sangat lemas menerima semua pukulan. Pada setiap kali pukulan, menyebabkan luka lebam, bahkan luka sobekan pada wajah kecilnya.

"Tuan sudah, hentikan!" Kana, gadis kecil yang menjadi pesuruh mereka, tidak disangka malah menghentikan tuannya yang sedang memukuli Akara. Ia memegangi lengan Cor Beton agar tidak lagi memukulinya. Akan tetapi, Cor Beton langsung menghentakkan tangannya ke dada Kana hingga membuat gadis kecil itu terdorong dan jatuh.

"Dasar sampah! Ternyata saling peduli antar sampah!" teriak Cor Beton sebelum melanjutkan memukuli Akara.

..
Saat tersadar, Akara sudah berada di sebuah ruangan, dan sedang berbaring dengan muka dibalut perban. Dengan cepat Akara membangunkan tubuhnya dan menarik perban di mukanya. Hanya tersisa bekas luka di wajahnya, dan terlihat ada sisa-sisa ramuan pada perban.

Mendengar robekan perban, seorang perawat perempuan membuka korden dan mendekati Akara. Dikeluarkannya satu butir pil dari cincin penyimpanan dan diberikan kepada Akara.

"Makanlah pil ini agar lukamu benar-benar sembuh sepenuhnya,"

Akara menghiraukannya dan malah turun dari ranjangnya.

"Terima kasih." Akara berhenti sesaat, lalu berjalan lagi meninggalkan ruangan.

"Tunggu dulu!" Sang perawat berusaha menahan Akara, namun gagal karena anak kecil itu langsung berlari.

Baru beberapa meter meninggalkan ruangan, Akara secara kebetulan bertemu dengan Cor Beton. Segera ia memperlambat langkahnya, namun pandangannya tetap fokus ke depan.

Cor Beton menyeringai, lalu berhenti. "Buru-buru mau ke mana 'Calon master Aura terkuat' !?"

Akara hanya bisa terus berjalan, mengepalkan tangannya dengan raut muka geram. Dia menyadari ketidakmampuannya dan terus melangkah maju meninggalkan Cor Beton.

"Jangan sampai jatuh ya, sampah sepertimu tidak mungkin dibandingkan dengan tuan muda ini!" teriak Cor Beton saat Akara mulai menjauh darinya, setelah itu ia tertawa dengan puas.

Akara ternyata tidak langsung pulang ke rumahnya, ia berjalan menuju hutan yang sebelumnya ia lalui. Sungai besar yang ada di dalam hutan dengan nuansa tenang dan nyaman.

Gadis bertopeng ternyata masih di sana, ia mengamati Akara dari atas dahan pohon. Tangannya yang tengah menjulur ke arah Akara, kini mengepal dengan erat. Ia ingin mendekat saat melihat bekas luka di mukanya, namun segera ia urungkan niatnya. Kuku di jarinya yang lentik, bahkan melukai telapak tangan rampingnya.

Saat Akara duduk di tepian sungai, gadis bertopeng itu barulah mendekatinya. Cara turunnya seakan terbang dengan begitu anggun, melebarkan gaun merah mudanya dan memperlihatkan kulit putih mulusnya.

Penguasa Dewa Naga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang