21. Kemarahan Alice

3 1 0
                                    

“Apa yang terjadi!?” Akara kebingungan sekaligus panik, lalu melihat ke arah kawanan hyena lainnya. Ia terkejut begitu melihat ke arah kawanan hyena, mereka juga mengalami gejala yang sama dengan pemimpinnya. Akan tetapi, ada sedikit perbedaan, aura lingkaran di atasnya berwana putih, sedangkan pemimpinnya berwarna biru tua.

Akara kini benar-benar dikelilingi oleh hyena yang sudah sangat marah. Mereka menggeram, memperlihatkan gigi tajamnya yang diselimuti oleh air liur. Segera anak itu membuat penghalang, serta berposisi bertahan dan mewaspadai segala arah. Tiba-tiba saja, salah satu hyena melesat dengan sangat cepat, menyisakan bekas tapak kakinya dan juga debu yang tertiup.

Pyarr!!

Penghalang yang Akara buat langsung hancur, dibarengi padamnya aura ranah, padahal hanya dengan satu serangan. Itu bukan serangan pemimpin hyena, tapi hanya kawanannya saja.

"Akh!" Akara kini meringis menahan sakit, membuatnya menjadi hilang fokus dan lengah. Akan tetapi, para hyena jelas tidak akan memberinya kesempatan.

Crak!

"Akhhh!" Akara terkena cAkaran pada lengannya, lalu mengayunkan pedangnya dengan asal ke arah belakang. Pedangnya tidak mengenai satu hyena pun, namun ia malah terkena cakaran hyena lainnya.

Seperti menjadi bulan-bulanan saat bermain lempar tangkap bulan, Akara dicakar bergantian dari segala sisi. Anak itu mulai lemas karena kehabisan energi, membuatnya terhuyung setiap kali terkena serangan.

Tiba-tiba Akara merasa kesal, tatapannya tajam dan berdiri tegap. Walaupun tubuhnya sudah penuh luka cakaran hingga mengeluarkan darah.

"Aku bantai kalian!" Ia tiba-tiba merunduk, menghindari serangan hyena yang menerjangnya. Setelah itu ia melompat seperti pegas, sambil menghunuskan pedangnya ke arah perut hyena.

Crakk!!

Kini serangannya benar-benar melukai hyena, bahkan menembus perutnya. Teriakan kesakitan hyena terhenti begitu Akara menarik pedangnya dengan paksa, lalu mengibaskan pedangnya, membuat darah korbannya menyebar dari pedangnya.

"Sini!" Akara kembali mengeluarkan aura ranahnya, lalu membuat penghalang dan berposisi menyerang. Wajahnya yang serius dengen tatapan tajamnya, sesaat kemudian dihiasi oleh mata ularnya. Mata menyala berwarna merah dengan campuran biru, begitu indah sekaligus menakutkan bagi musuhnya.

Wushh…

Anak itu melesat, menerjang ke arah kawanan hyena. Pergerakannya kini jauh lebih cepat dari sebelumnya, juga meningkatkan kekuatannya. Diincarnya leher hyena, mengayunkan pedangnya dengan begitu luwes, melewati mayat hyena untuk menerjang kawanan yang lain.

Saat ada hyena yang menyerang dari belakang, ia dapat mengetahuinya dan reflek cepat mengibaskan pedangnya. Kini ia ubah haluan dan mengejar sisa-sisa kawanan hyena yang berusaha kabur, mengabaikan pemimpinnya.

Melihat Akara mengejar kawanannya, pemimpin hyena kini mengejarnya, lalu menerjangnya, namun berhasil dihindari. Ia kemudian menggeram kesal, namun anak itu tetap mengabaikannya dan mengejar sisa-sisa kawanannya.

Saat sudah berhasil membunuh semua hyena, kini ia berbalik badan dan menatap tajam ke arah pemimpin hyena. Tubuhnya diselimuti oleh darah para hyena, berdiri tegap seolah-olah menantang pemimpin hyena di depannya.

Pemimpin hyena menggeram, memperlihatkan gigi tajamnya, juga ada darah yang mengalir dari luka di kepalanya. Keduanya berjalan mendekat secara perlahan, lalu tiba-tiba saja berlari.

Wushh crang!

Tebasan Akara yang memutar, membuat dua kali tebasan dalan satu putaran. Tebasan pertama untung menangkis cakaran hyena, sedangkan yang kedua mengenai di bawah lehernya. Akan tetapi, ia tidak melakukan satu kali putaran saja, Akara terus memutar hingga membuat luka yang lurus dari leher, badan samping, hingga belakang tubuh hyena.

Setelah mendarat di belakang hyena, Akara langsung berbalik badan dan melesat lagi, namun tubuhnya tiba-tiba lemas hingga tersungkur. Melihat musuhnya lemah, pemimpin hyena langsung melompat untuk menerjangnya.

Blarrr!!

Tiba-tiba ada guntur berwarna merah muda menyambar tubuh pemimpin hyena, lalu muncul bayangan seorang gadis yang diselimuti oleh listrik merah muda. Tubuh hyena langsung tersungkur, dengan beberapa luka bakar hingga gosong karena guntur.

Akara terbelalak saat melihatnya, ia teringat kembali akan gadis bernama Lisa yang membantunya saat kecil. Saat kepergian gadis itu juga ada energi listrik berwarna merah muda yang menyelimuti tubuhnya.

"Lisa?" Akara terbayang topeng yang dulu Lisa pakai saat gadis di depannya mendekatinya dan kemudian jongkok.

"Kak Akara!?"

Akara tersadar kembali begitu mendengar teriakannya, kini pandangan langsung berubah, gadis itu ternyata adiknya.

"Alice?" ujar Akara yang masih tengkurap di tanah.

"Ini kelakuan papa 'kan?" Alice dengan geram bertanya kepada kakaknya, sorot matanya yang tajam membuat bulu kuduk Akara merinding.

"Ahaha, siapa lagi?" ujar Akara dengan tawa canggungnya.

"Awas saja nanti!" Alice langsung berdiri kembali, sambil mengepalkan tangannya.

"Emm, adek, bantu kak Akara berdiri," ujar Akara.

"Ahh maaf kak!" Alice langsung panik dan segera membantu kakaknya berdiri. Mereka kemudian berjalan menuju rumah, dengan Akara yang dirangkul olehnya.

Saat di perjalanan, tiba-tiba saja ada seekor serigala yang mencegat mereka. Serigala dengan aura lingkaran putih membuat Akara cukup panik, namun tidak dengan adiknya. Suasana hatinya yang tengah buruk membuatnya menjadi sangat muda emosi. Tanpa basa-basi, ia langsung mengeluarkan aura ranah 1 bulan dan 2 bintang energnya. Tangan kanan memapah kakaknya, sedangkan tangan kiri untuk mengumpulkan energi. Hanya beberapa detik saja energi terkumpul dan ia luncurkan serangan guntur pada serigala yang berusaha menyerang mereka.

Blarrr!!

Sengatan guntur berwarna merah muda langsung membuat serigala terkapar, juga menghancurkan rumput serta tanah di bawahnya. Akara kembali bergidik merinding melihat adiknya, lalu mereka melanjutkan perjalanan dengan aura ranah yang belum Alice tutup.

Ternyata keputusan Alice tetap membuka ranahnya memang benar, karena ada yang menghalangi jalannya lagi. Seekor kalajengking dengan panjang setengah meter dan aura lingkaran yang sama berwarna putih. Binatang itu langsung terkapar kembali setelah menerima guntur cinta milik Alice.


Gadis cantik itu membawa kakaknya yang tengah terluka menuju kamar.

"Kak, Alice carikan mama Lia dulu ya," ujarnya setelah membaringkan kakaknya di tempat tidur.

"Terima kasih," ujar Akara sambil tersenyum.

Alice mengangguk dan berjalan keluar kamar, lalu menutup pintu kamar dengan pelan.

"Papa!" teriak Alice setelah menutup pintu kamar kakaknya.

Dug! Dug! Dug!

Suara langkah kaki Alice begitu jelas terdengar saat meninggalkan kamar kakaknya.

"Dia tadi bilang mencari mama Lia 'kan? Kenapa berteriak papa?" Akara kembali bergidik merinding mengetahui kelakuan adiknya.

"Papa!" kembali terdengar suara teriakan Alice membuat Akara terkekeh.

"Ada apa Alice?" Mama Lia menengok dari atas tangga, sedangkan Alice masih berada di bawah tangga.

"Papa di mana!?" seru Alice dengan begitu kesal.

"Oh iya." Alice berubah dengan cepat menjadi begitu cemas. "Kak Akara sedang terluka."

"Di mana?" ujar mama Lia yang langsung bergegas turun.

"Di kamarnya." Alice menuntun jalan mama Lia menuju kamar kakaknya, namun segera sadar akan sesuatu dan berhenti, lalu berbalik arah.

"Ada apa cantik?"

"Papa!" teriaknya lagi membuat mama Lia menepuk jidat.

Penguasa Dewa Naga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang