30

4.9K 330 6
                                    

Rasa pusing hal pertama yang kurasakan saat bangun tidur. Aku melihat sekelilingku ternyata ini kamarku. Perasaan tadi aku di ruang kerjaku di kantor kok bisa disini sih.

Pintu terbuka mengalihkan perhatianku disana ada Rianti membawa nampan makanan. Sepertinya belum waktu berbuka puasa.

"Bunda aku puasa lho," ujarku.

"Kau batal nak. Di kantor kamu merokok. Jadi makan saja dan jangan beritahu adikmu," ujar Rianti.

"Kepala abang sedikit pusing juga bunda. Kayaknya efek begadang kemarin malam," keluhku memegang bagian belakang kepalaku.

Rianti menuntunku kembali ke kasurku. Aku nyaman saat merasakan sentuhan tangan ibuku berada di atas kepalaku. Aku suka ini hanya momen sakit aku bebas manja terhadap ibuku. Aku tidak bisa menunjukkan sisi manjaku terang-terangan di depan Rasen karena aku harus menjaga image seorang kakak.

"Bunda buatin bubur ya agar mudah ditelan sama abang," ujar Rianti yang masih setia mengelus kepalaku.

"Begini saja bun. Abang tidak perlu obat karena elusan tangan bunda itu obat paling mujarab di dunia," gumamku.

Suaraku terdengar parau dan serak benar-benar menyebalkan. Aku tidak suka sakit situasi dimana tubuhku melemah. Aku membencinya dan karena itu aku menjaga pola makanku agar sehat selalu. Mungkin belakangan ini aku kurang memperhatikan pola makanku berakibat aku sakit.

Aku tidak bisa tidur rasa pusing masih mendera kepalaku. Gejolak sesuatu yang akan keluar dari tenggoranku membuat aku terpaksa melepaskan pelukan dari Rianti. Aku mengeluarkan semuanya hanya cairan bening saja tidak ada makanan sama sekali.

"Urgh perutku sakit dan kepalaku juga," keluhku.

Badanku lemas sekali dan hanya bisa duduk di lantai kamarku. Bekas muntahku masih ada ibuku mengelus kepalaku. Aku bersandar di pundak Rianti rasanya aku tidak mampu berdiri.

"Bunda bagaimana keadaan abang?" tanya Oliver.

"Abang demam dia juga barusan muntah," ujar Rianti.

"Jaga abang sebentar ayah mau membersihkan muntahannya," ujar Oliver.

Oliver keluar kembali dan aku menutup mataku ingin tidur tapi tidak bisa. Rianti mencium keningku aku diam saja tidak bisa mengatakan apapun.

"Abang!" pekik Rasen.

"Sst dek jangan berisik abang lagi sakit," ujar Rianti memberi pengertian.

"Hehehe maaf," ujar Rasen menggaruk belakang kepalanya.

Rasen mendekat lalu mencium pipi kananku. Aku tersenyum tipis akan perlakuan Rasen padaku.

"Cepat sembuh abangku yang ganteng," ujar Rasen.

Aku tidak membalas ucapan Rasen terlalu lemas bersuara saja. Kulihat pintu kamarku terbuka disana Oliver membawa lap lalu membersihkan muntahanku.

Oliver tiba-tiba menggendong tubuhku dan aku memberontak. Aku tidak suka saja digendong di depan adikku pula.

"Turunkan," gumamku.

"Kamu kuat jalan?" tanya Oliver.

"Iya," gumamku.

Oliver menurunkan tubuhku tapi baru saja diturunkan aku malah oleng. Oliver menahan tubuhku dia dengan cepat menggendong tubuhku.

"Jangan membantah El. Tubuhmu lemas jadi lebih baik ayah gendong saja," ujar Oliver.

"Hm," gumamku.

Aku hanya pasrah saja ketika Oliver menggendongku. Tenagaku tidak ada lagi untuk memberontak lebih baik menurut saja.

Transmigrasi Ello (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang