•🌼•🌼•🌼•
BRAKK!
"Udah ketemu?"
Tanya Wilo setibanya di dalam kelas.
Bukannya menjawab, Alvin menarik kursi ke sisinya. Lalu memberi isyarat, agar Wilo duduk.
Setelah duduk, Wilo masih menatap Alvin penuh harap.
Lalu Alvin merogoh laci meja dan mengeluarkan sebuah buku. Cukup tebal dengan vintage style yang warna coklat muda.
Begitu melihat barang yang dicarinya, dia segera merebut dari tangan Alvin. Memeluk buku itu seakan-akan hidupnya telah kembali dan bisa bernafas dengan lega.
"Makasih banget Al,"
"Hm."
Disimpannya buku itu ke dalam tas.
"Udah sarapan?"
Wilo berdengung sejenak sebelum menggelengkan kepala.
Seolah tahu jika gadisnya tidak akan sempat sarapan, Alvin kembali merogoh laci meja dan mengeluarkan sekotak bekal.
"Makin sayang deh akunya," senang Wilo.
Tiba-tiba Alvin berdiri dari duduknya.
Raut bingung terpampang jelas di wajah Wilo.
"Mau kemana?"
"Beli minum."
"Alvin ga bawa minum?"
"Lupa."
"Ya udah Wilo ik—"
"Ga usah."
"Ga papa, sekalian Wilo makan di kantin aja," kata Wilo.
"Udah mau masuk. Kamu makan, aku yang beli,"
Alvin bergegas keluar tanpa menunggu Wilo membalas. Karena dia tahu, Wilo akan bersikukuh jika sudah menentukan pilihan.
•••••
"Al," teriak Wilo.
Alvin hanya memandang gadis itu dari balik kaca spion motornya sebagai jawaban.
"Wilo mau ice cream,"
"Nanti pilek."
Wilo sangat rentan terhadap sesuatu yang berhubungan dengan dingin. Walau hanya memakan ice cream, dia akan langsung pilek beberapa jam setelah mengonsumsinya.
Maka dari itu, Alvin tidak akan pernah membiarkan gadisnya memakan ice cream. Bahkan Alvin akan begitu cemas ketika musim hujan tiba, dia akan selalu berusaha melindungi Wilo dari air hujan serta memastikan agar Wilo selalu merasa hangat.
"Wilo mau mie pedas,"
"Nanti sakit perut,"
"Kalau gitu Wilo mau cola,"
"Ga sehat."
"Terus bolehnya apa?"
"Terserah."
Begitu mendengar jawaban terakhir sang kekasih, Wilo melonggarkan pelukannya.
Merasa aneh karena Wilo diam. Alvin meliriknya melalui kaca spion dan mengamati Wilo yang hanya menatap lurus tanpa ekspresi.
Namun Alvin tidak melakukan apapun. Dia juga ikut diam dan mengendarai motornya dengan kecepatan sedang tidak sama ketika Wilo memeluknya.
Lalu sampai ketika mereka berhenti di depan sebuah minimarket.
Alvin berjalan tanpa menoleh dan Wilo hanya terdiam menatap Alvin tanpa mengikutinya.
Selang beberapa menit, akhirnya Alvin keluar dengan satu kantong plastik kecil di tangan kanannya. Dia merogoh ke dalam kantong plastik itu dan mengeluarkan beberapa permen.
"Candy?" bingung Wilo.
"Permen aja ya,"
Wilo menatap permen di tangan Alvin, tangannya ragu-ragu terulur namun belum sempat dia menyentuh Alvin menarik kembali tangannya.
"Ga boleh banyak."
"Kenapa?"
"Nanti sakit gigi."
"....."
"ALVIN!!"
Perasaan kesal menghampiri Wilo.
"Dikira Wilo anak kecil apa,"
Alvin tertawa pelan, merasa lucu akan tingkah gadisnya.
Sejauh yang Alvin tahu, dia benar-benar menyukai—bukan Alvin sangat mencintai Wilona. Walaupun terkadang dia bersikap cuek namun Alvin tak akan pernah menyakiti orang yang disayanginya.
Begitu pun sebaliknya, Wilo sangat menyayangi Alvin walau terkadang dia merasa kesal dengan tingkah overprotektif dari kekasihnya itu. Namun Wilo tahu dibalik sikap Alvin yang sangat menjengkelkan ada perasaan khawatir yang selalu Alvin rasakan untuk dirinya.
Sungguh manis.
"Ini langsung balik ke rumah?"
"Iya."
"Yah, ga seru,"
"Seruin aja."
"Mulai deh, Wilo tuh lagi males balik rumah Al,"
Bukannya merespon, Alvin hanya diam menunggu Wilo untuk segera naik ke motor.
"Cih,"
Mau tak mau, dia pun harus naik dan kembali memeluk Alvin sembari menyesap permennya.
Salah satu cara untuk membungkam Wilo adalah dengan memberinya sesuatu untuk dimakan. Seperti yang dilakukan Alvin.
Tak lama mereka akhirnya sampai.
"Kok berhenti,"
"Udah sampai."
"Ih, belum. Ini masih depan pagar Al, belum masuk halaman,"
"Sama aja."
"Ga sama!"
"Turun."
"Ga mau. Kamu kalau nganter jangan setengah-setengah, pamali,"
"Kata siapa,"
"Kata Wilo barusan,"
Alvin memejamkan sejenak matanya, menahan untuk tersenyum.
"Turun Wilo."
"Nanti kalau Wilo masuk, ga sengaja kesandung terus luka gimana?"
"InsyaaAllah ga,"
"InsyaaAllah itu sama dengan 1%, buat ngewujutinnya butuh effort 99% lagi. Dan 99% itu Alvin harus nganter Wilo masuk ke halaman biar jadi 100%. Nah kalau udah 100% artinya Wilo ga akan kesandung,"
Jika Wilo sudah berceloteh panjang, maka Alvin mengibarkan bendera putih.
Mengaku kalah.
Akhirnya sang kekasih diantaranya masuk bahkan sampai ke Ayahanda, calon mertua tercinta.
Setelah drama kecil, Alvin berpamitan menuju rumah.
•🌼•🌼•🌼•
KAMU SEDANG MEMBACA
10 Last Wishes (Completed)
Short StoryItu yang kamu mau? Ya udah. Tapi aku mau ngelunjak, boleh? "Aku mau 10 hari dari kamu and after that we really ended." . . . Rasa takut untuk mencintai mungkin akan terus membekas namun tidak menutup kemungkinan jika suatu saat aku bisa menemukan se...