E M P A T

5 1 0
                                    

•🌼•🌼•🌼•

Pantulan cermin memperlihatkan seorang gadis cantik yang tengah berpose, mengenakan gaun mini berwarna hitam dengan satu jepitan menghiasi rambutnya yang tegerai lepas.

"Prefect!" seru Wilo.

Dia berjalan ke arah kasur lalu meraih tasnya.

Di lain tempat, Gideon yang sedang membaca duduk santai di halaman belakang sembari menikmati secangkir teh chamomile.

Kembali mengingat kenangan indahnya bersama sang istri. Dulu mereka sangat suka duduk santai dan berbincang hal ringan. Hatinya terasa damai mengingat hal tersebut.

Dia memandang cangkir yang berisi teh chamomile, Gideon tidak lupa bahwa karena istrinya lah sehingga dia menyukai teh ini.

Dulu Gideon hanya suka meminum kopi namun sang istri selalu menegurnya agar tidak sering mengonsumsi kafein. Katanya tak baik untuk kesehatan akan tetapi Gideon menghiraukannya.

Hingga suatu ketika, sang istri membuang seluruh stok kopi yang disimpan Gideon. Lalu istrinya mulai membuatkan teh chamomile dan mengajaknya untuk beristirahat di taman belakang.

Awalnya Gideon menolak tetapi sang istri tak henti-hentinya mengajak dan membujuk dirinya. Alhasil, sampai saat ini dia malah ketagihan.

Gideon tersenyum lembut.

Saat sedang melamun, terdengar suara langkah kaki.

"Ayah?"

Gideon berkedip sekali dan menoleh, "iya sayang,"

Melihat putri semata wayangnya terlihat rapi dan begitu cantik. Senyum Gideon semakin mengembang.

"Wah, anak Ayah kenapa cantik banget," pujinya.

Wilo tersipu malu.

"Wilo mau kemana?"

"Alvin ngajak Wilo makan, Yah"

Lebih tepatnya gue yang maksa haha, batin Wilo.

"Dimana?"

"Wilo belum tau,"

"Wilo jangan mau diajak kalau tidak tahu dibawa kemana," kata Gideon.

"Wilo percaya sama Alvin seperti Wilo percaya ke Ayah,"

Gideon berdiri dari duduknya dan menghadap Wilo.

"Kepercayaannya Wilo jangan dikasih kebanyak orang, nanti Wilo sedih kalau orang itu tidak bisa menjaga kepercayaan Wilo,"

Wilo meraih tangan Ayahnya dan memegangnya dengan erat.

"Alvin bukan orang lain Ayah. Dia sama pentingnya dengan Ayah, di dunia ini bahkan saat ini. Wilo hanya punya Alvin dan Ayah,"

Satu tangan Gideon mengusap bagian belakang kepala Wilo.

"Anak Ayah ternyata udah besar ya,"

Wilo tertawa pelan, "iya dong Yah, ga mungkin Wilo kecil terus,"

Suara tawa itu kemudian perlahan menelan lalu menghilang. Mata mereka bertemu, tanpa mereka sadari suasana menjadi hening.

"Kemarin Wilo ke Dokter?"

Wilo mengangguk.

"Kata Dokternya apa?"

"Dokternya bilang...."

•••••

"Kok tidak masuk?"

Alvin dikejutkan oleh deep voice Gideon.

Yaa, saat ini Alvin berada tepat di depan pintu tetapi enggan untuk masuk. Sebenarnya dia sudah memberitahukan kepada Wilo jika dirinya akan menunggu di luar saja.

Namun siapa sangka calon mertua malah berinisiatif mengantarkan sang putri keluar.

Alvin yang menerima pertanyaan, merasa bingung harus menjawab apa.

Wilo hanya tersenyum.

Gideon kembali membuka suara, "lain kali kalau ngajak anak orang harus izin sama orang tuanya, masuk ke rumah terus pamit baik-baik. Jangan cuman nunggu di depan pintu aja. Apalagi yang kamu ajak anak gadisnya om," katanya.

"Maaf om,"

"Bagaimana kalau seandainya om tidak izinin, kan anak om jadi sedih. Kamu mau Wilo sedih,"

"Engga om."

Menurut Wilo ini adalah moment yang sangat langkah. Melihat Alvin yang menciut karena kena marah Ayahnya.

Dan ini juga pertama kalinya Alvin mengajak Wilo keluar tanpa masuk ke rumah bahkan meminta izin pada Gideon.

Awalnya Wilo merasa aneh akan tetapi dia menepis pikiran itu.

"Jangan gini lagi ya lain kali," peringat Gideon.

"Iya, om. Sekali lagi maaf,"

Gideon pun menyerahkan tangan putrinya pada Alvin.

"Pulangnya jangan kemalaman ya Alvin, kasihan Wilonya. Kamu tahu sendiri kalau Wilo tidak tahan udara dingin, bisa sakit nantinya,"

"Iya om."

Kedua alis Gideon menekuk.

"Kamu jangan iya aja, om serius loh,"

Alvin masih dalam keadaan tenang, menghembuskan nafasnya. Lalu menatap lekat Gideon, untuk membuatnya percaya jika putrinya akan aman saat bersama dirinya.

"Om ga usah khawatir, Alvin ga akan ngelakuin hal yang buat Wilo sakit."

Dalam hati Gideon tahu jika Alvin dapat menjaga putrinya dengan baik namun seorang Ayah tetap akan merasa gelisah jika putrinya tidak di sisinya.

"Alvin akan anter Wilo balik dengan aman sampai ke tangan om."

Barulah Gideon tersenyum setelah mendengarkan penuturan Alvin.

Mobil Alvin telah meninggalkan rumah Wilo. Di dalam mobil keadaan sangat hening dan ini yang paling Wilo tidak suka. Dia benci keheningan, dia benci suasana sepi, dia benci didiamkan karena berada dalam keadaan seperti itu membuatnya merasa sendirian.

Maka dari itu Wilo berpikir keras mencari topik yang bagus untuk memulai percakapan panjang. Yang notabenenya impossible banget.

Wilo memperhatikan Alvin dari samping, mendengus dan menggelengkan kepala.

Beruang kutub tetap lah beruang kutub, batinnya.

Sebelum memulai dia berdeham.

"Al," panggilnya.

"Hm."

Seperti dugaan Wilo.

"Menurut kamu ujian apa yang paling sulit?"

"..."

"Ck, Al... Wilo nanya loh,"

"..."

"Kok ga dijawab!"

Alvin menatap lurus ke depan sebelum menjawab.

"Wilo."

Bukan itu yang ingin Wilo dengar. Dia mengira jika Alvin sedang tidak ingin bermain-main makanya memperingatkan agar dirinya tidak mulainya.

"Apa?! Kenapa?! Jawab aja sih, ga susah kok pertanyaannya," kesal Wilo.

Kedua mata Wilo melotot menatap Alvin. Sedangkan yang ditatap hanya cuek saja. Alhasil, Wilo manyun dan memutuskan untuk diam.

Tak lama kemudian, Alvin akhirnya bersuara.

"Jawabannya adalah Wilo."

Masih enggan, Wilo hanya melihat jauh keluar kaca mobil. Walau sebenarnya dia sedikit bingung maksud dari jawaban Alvin yang mengatakan bahwa itu adalah dirinya.

•🌼•🌼•🌼•

10 Last Wishes (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang