•🌼•🌼•🌼•
"Wilona Catra."
"Iya?" jawabnya.
"Aku dan kamu."
Wilo tak langsung menjawab. Dia mengumpulkan kekuatan dan keberaniannya untuk mendengarkan apa yang seharusnya tidak dia dengar.
Beberapa saat setelahnya dia mengepalkan kedua tangannya, kemudian bertanya dengan suara pelan, "kita?"
Alvin terdiam sejenak lalu berkata.
"Ga ada lagi."
Wilo merasa sedang dicekik, tenggorokannya terasa sakit.
"Kenapa?" Suara Wilo terdengar parau sekaligus sedih.
"Gue capek."
"Kalau capek kan bisa istirahat, ga perlu pisah."
"Gue udah istirahat tapi tetap capek," ujar Alvin. "Gue udah males berurusan sama sikap lo yang keras kepala dan manja."
Mata Wilo berkaca-kaca namun dia tidak ingin menangis.
"Sekarang gue mau ini berakhir."
Mereka terdiam cukup lama. Angin malam semakin dingin, pakaian yang Wilo gunakan hanya kaos polos.
Entah apa yang dipikirkannya, hingga dia menatap kedua manik mata Alvin dan berkata dengan tenang.
"Itu yang kamu mau? Ya udah. Tapi aku mau ngelunjak, boleh?"
Alvin masih setia menunggu kelanjutan dari ucapan Wilo.
"Aku mau 10 hari dari kamu and after that we really ended."
Tak butuh waktu lama untuk Alvin menyetujuinya.
"Oke."
Semudah itukah Alvin?
Begitu mendengarnya. Hati Wilo terasa sakit namun ada perasaan bahagia walau hanya sedikit.
Setidaknya dari banyaknya waktu yang mereka habiskan bersama, untuk pertama kali Alvin mengungkapkan keinginannya walau itu sangat menyakitkan bagi Wilo.
Wilo memalingkan wajahnya. Tidak sanggup menatap mata Alvin.
Cowo itu hanya diam dengan ekspresi datar, sama seperti biasanya. Tak ada yang berubah. Salah satunya yang berubah adalah hubungan diantara keduanya.
Tanpa sepatah kata, Alvin bergegas masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Wilo sendirian.
Sunyi. Sakit. Dingin.
Semua menjadi satu.
Kakinya terasa lemas, tidak bisa menopang tubuhnya lagi. Hingga akhirnya, Wilo jatuh terduduk di sisi sofa ruang tamu.
Kepalanya bersandar lemah. Ketika kedua matanya terpejam, barulah cairan bening yang sejak tadi ditahannya mulai mengalir turun membasahi kedua pipinya.
Wilo menangis.
Tanpa suara.
Hari itu, Wilo akhirnya tahu bahwa semuanya akan pergi pada waktunya.
Baik Bunda ataupun Alvin.
Satu pertanyaan terlintas dipikiran Wilo.
Apakah pada akhirnya, dia akan benar-benar sendirian?
•••••
Paginya, sebuah langkah kaki ringan berjalan menulusuri koridor sekolah.
Senyum lebar menghiasi wajah seorang gadis berparas cantik. Di sekolah Wilo tidak mempunyai teman namun dia cukup dikenal banyak siswa di sekolahnya.
Wilo termasuk salah satu girls wanted di sekolah. Makanya jangan heran.
Begitu masuk kelas, dia duduk di tempatnya. Menoleh lalu tersenyum kepada orang di samping.
"Pagi Alvian."
"Pagi," balas Alvin.
Setelah itu, dia mengeluarkan ponsel dan headset. Wilo memutuskan mendengar beberapa lagu sebelum bel masuk berbunyi.
Ketika pembelajaran dimulai, Wilo berusaha fokus dan memerhatikan apa yang dijelaskan oleh guru dengan seksama.
Menghiraukan beberapa curian pandang dari seseorang.
Ketika bel berbunyi, Wilo merapikan buku lalu merogoh dompet dilaci meja.
Dia memutar seluruh badannya menghadap Alvin.
"Alvin mau makan apa?"
"Gue ga laper,"
"Udah sarapan kah di rumah?" tanya Wilo lagi.
Tidak ada jawaban.
"Kalau gitu temenin Wilo aja, ya," pintanya.
Alvin masih tidak berkomentar namun dia segera berdiri dan berjalan keluar dari kelas meninggalkan Wilo.
"Alvin!"
Yang dipanggil tidak menoleh sedikitpun.
"Alvin!"
"...."
"Alvin mau ke kantin?" Tungguin Wilo,"
Cowo itu terus berjalan tanpa memperdulikan teriakan Wilo.
"Al—"
Suara dan langkah kaki Wilo terhenti. Ekspresi wajahnya tak terbaca.
Apakah ini benar-benar sudah berakhir?
Please say no.
Al.
Aku mohon, jangan pergi.
Dia ingin menghentikannya akan tetapi Wilo tidak mampu untuk memanggil atau bahkan mengejarnya lagi.
Ini pertama kalinya, dia melihat Alvin bersama seorang gadis selain dirinya.
"Mereka tampak serasi."
"Pasangan sempurna."
"Bukankah mereka ditakdirkan untuk bersama? Haha."
Samar-samar dia dapat mendengar orang-orang berkomentar.
Perlahan namun pasti, dia akhirnya balik badan dan melangkah menjauh.
Namun baru saja dia berjalan sejauh lima langkah. Wilo mematung.
Otaknya berpikir.
Belum saatnya untuk menyerah.
Belum saatnya untuk menjauh.
Belum saatnya untuk pergi.
Gue masih harus berjuang, ini adalah awal. Masih ada 10 hari yang belum gue mulai.
Dan...
Kedua manik matanya menatap punggung Alvin bergantian dengan punggung gadis itu.
"Ini saatnya."
•🌼•🌼•🌼•
KAMU SEDANG MEMBACA
10 Last Wishes (Completed)
KurzgeschichtenItu yang kamu mau? Ya udah. Tapi aku mau ngelunjak, boleh? "Aku mau 10 hari dari kamu and after that we really ended." . . . Rasa takut untuk mencintai mungkin akan terus membekas namun tidak menutup kemungkinan jika suatu saat aku bisa menemukan se...