2. Rumor

289 39 2
                                    

Hubungan itu terjadi begitu saja. Levi yang semula tidak pernah menyapa, kini menjadi sosok yang menunggu di ujung gang. Menatap sosok gadis bersurai cokelat yang melambai sambil berlari ke arahnya.

Di tangannya yang lain, Hange memeluk beberapa buku sketsa tua milik Kakeknya. Gadis itu berniat untuk menunjukkan beberapa lukisan yang Kakeknya lukis semasa hidupnya dulu.

"Dia senang melukis pemandangan. Kamu tahu bukit Maria yang ada di Utara? Kakek ku pernah ke sana, dia melukis Aurora yang ia lihat bersama Nenek ku saat masih muda dulu." ucap Hange. Gadis itu membenarkan letak kacamatanya yang melorot.

Walau ukurannya tidak pas dan Ayahnya menawarkan untuk membeli kacamata yang lebih baik, Hange menolak. Gadis itu berkata ia ingin menghargai hadiah pemberian temannya.

"Kakek mu penjelajah?" tanya Levi.

Hange mengangguk, "bukan. Dia ke Maria untuk kuliah. Di sana ia jatuh cinta dengan seorang Perawat cantik dan menikah sebelum pulang ke Shina dan hidup bahagia bersama."

"Masih hidup?"

"Sudah tiada. Nenek ku meninggal dua tahun setelah Kakek pergi. Sekarang hanya ada aku, Ayah dan Ibu."

Levi mengangguk. Hanya ada konversasi ringan setelah itu. Dan keduanya menikmati semilir angin dari puncak bukit belakang sekolah. Walau terik matahari begitu menyengat, tawa dan cerita keduanya tidak luntur sama sekali.

Dan hari-hari berikutnya, diisi dengan kebersamaan mereka. Levi menyadari, Hange adalah gadis yang riang. Ia suka tertawa, walau tidak pandai merawat diri dan ceroboh, Hange selalu berusaha untuk bisa mandiri dan tidak cengeng.

Meski pada akhirnya, gadis itu akan berakhir menangis ketika ada yang mengusik atau menjahilinya.

"Aku mau satu sekolah saja dengan mu, Levi."

Sore itu, di belakang gedung Apartment, Levi mengobati luka di sudut bibir Hange. Gadis itu mengaku ia berkelahi dengan teman sekelasnya dan berakhir di tampar.

"Sekolah ku isinya laki-laki semua."

"Apa aku tidak bisa menyamar?"

"Omong kosong! Dasar konyol!"

Hange memekik saat Levi sengaja menekan kapas di luka gadis tersebut dengan kasar, tapi, detik berikutnya ia tertawa konyol. Memamerkan deret giginya yang rapih dan dihadiahi gerlingan malas oleh dua manik kelabu yang menatap sayu.

---

"Jangan membiarkan Levi terlalu akrab dengan anak keluarga Zoe."

Kuchel baru saja mengeluarkan cookies dari panggangan ketika Kenny membuka obrolan. Wajahnya menyembul dari balik koran pagi yang tidak pernah absen ia baca setiap harinya.

"Kenapa? Dia anak yang manis dan pintar. Kemarin, dia membantu Levi mengerjakan PR Matematika." ucap Kuchel.

"Tidak ada masalah dengan anak itu, aku hanya takut Levi terpengaruh oleh latar belakang keluarganya." ucap Kenny.

Sepiring cookies dan satu mug kopi susu yang uapnya menggupul tersaji di atas meja makan. Kenny mengucapkan terima kasih, sebelum melipat korannya. Ia memasang wajah seolah percakapan pagi ini adalah hal serius yang mesti mereka bahas.

Walaupun bukan Ayah kandung dari Levi dan ia hanyalah Paman bagi anak itu, Kenny memiliki kepedulian yang tinggi jika itu menyangkut tentang keponakannya tersayang.

"Keluarga Zoe, kamu tahu alasan mengapa mereka di kucilkan?" tanya Kenny. "Rumornya, sang Ibu adalah pelacur yang senang keluar masuk klub malam dengan sembarang pria. Makanya, kedua orangtua anak itu bercerai sebab Istrinya ketahuan berselingkuh padahal Suaminya bekerja keras untuk menghidupi mereka. Sangat di sayangkan, anak itu harus di asuh oleh Ibu yang tidak beres." Kenny mengucapkannya dengan setengah berbisik, takut anak laki-laki beranjak remaja yang kini sedang bersiap untuk ke sekolah mendengarnya dari balik pintu kamar.

Kuchel tersenyum, wajahnya sangat mirip dengan Levi ketika wanita bersurai legam sepundak itu berkedip pelan. Ia menyentuh lengan sang Kakak dengan lembut.

"Itu hanya rumor. Aku memang belum pernah bertemu orangtua Hange, tapi, melihat anak itu ceria dan ingin menjadi teman Levi, sepertinya itu hanya rumor yang tidak berlandaskan fakta."

"Dan bisa saja itu benar? Rumor tidak muncul jika tidak ada yang pernah melihatnya. seseorang di sini pasti salah satunya pernah menyaksikannya! Aku yakin itu."

"Kak ... Jangan terlalu khawatir. Mereka hanya anak-anak."

Kenny hendak kembali bersuara, namun, urung ketika wajah Levi muncul sambil meminta untuk dibuatkan teh hangat.

"Anak-anak dalam masa pertumbuhan harusnya minta susu!" seru Kenny. Kepala Levi menjadi sasaran empuk koran pagi miliknya. Mengundang wajah merengut dari Levi yang keberatan rambut rapihnya menjadi kembali berantakan.

"Aku tidak suka susu."

"Bagus untuk tumbuh kembang mu."

"Nanti aku cepat tua seperti, Paman."

"Apa!? Anak ini!"

Levi tertawa geli ketika Kenny bersiap hendak memukulnya lagi dengan koran, tapi, ia sudah lebih dulu melesat ke arah pintu dengan menjulurkan lidah. Detik berikutnya, Levi kembali ke dapur, mencium pipi Kuchel dan mengambil kotak makan siangnya.

"Mama, sepulang sekolah aku akan pergi bermain bola dengan teman-teman ku."

"Bukannya ada janji dengan Hange?"

"Aku mengajak Hange bersamaku, kok. Pulangnya malam, ya! Bye!"

Setelah pintu berdentum, Kuchel mendapati Kenny menatapnya intens.

"Jika terjadi sesuatu pada Levi karena bergaul dengan anak itu, ku harap kamu tidak menyesalinya, Kuchel."

Tbc.

Makassar, 25 April 2023
Nuii Matsuno.

CHRYSANTHEMUM [LeviHan Fanfiction] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang