3. Penyemangat

255 34 14
                                    

Sorak sorai memenuhi lapangan sore itu. Walau dalam keadaan hujan dan lapangan berumput yang kotor, para anak remaja laki-laki di lapangan sana tidak kehilangan semangatnya menggiring bola ke gawang lawan masing-masing.

Levi berteriak ketika ia hendak mengoper bola ke arah Furlan. Teriakannya teredam oleh suara hujan yang kian menderu, tapi, Furlan dengan sigap memahami gerakan bibir Levi dan dengan mulus menerima operan bola darinya. Di tendangan terakhir, Furlan berhasil mencetak angka tambahan sebagai tanda bahwa pertandingan sore ini adalah kemenangan bagi tim sekolah mereka.

Sorak sorai menggema. Levi berlari ke pinggir lapangan setelah acara selebrasi selesai, menghampiri Hange yang sejak tadi sudah melompat kegirangan. Gadis itu dengan sigap mengulurkan handuk kecil bersih kepada Levi dan diterima oleh pemuda bermanik kelabu yang tidak sungkan menampilkan senyumannya.

"Hebat! Aku suka sekali melihat mu bermain bola!" seru Hange. Ia terus berceloteh betapa hebatnya melihat Levi dari pinggir lapangan. Tanpa gadis itu sadari, dibalik poni Levi yang lepek dan menutupi sebagian wajahnya, ada dua semu merah muda samar yang muncul.

Karena tidak bisa menahan senyum bahagia, Levi mengusap puncak kepala Hange gemas sebagai dalih untuk menutupi salah tingkahnya.

"Ish! Tangan mu basah!"

"Kenapa? Kamu juga belum keramas, 'kan?"

"Tetap saja! Poni ku jadi lepek, tau!"

Levi terkekeh halus, bukannya minta maaf ia malah semakin mengusap kepala Hange dan berakhir membuat gadis itu kesal.

---

"Kamu marah, ya?"

Setelah membersihkan diri, keduanya memilih berteduh di bawah atap minimarket. Hange bungkam dan Levi terus bertanya kalimat yang sama. Mencoba mencuri perhatian Hange yang sudah sejak tadi enggan menatap wajah Levi.

Gadis itu merengut, bahkan saat Levi berkata ia akan membelikan gadis itu roti krim jika berhenti merajuk.

Tapi, hasilnya nihil. Hange benar-benar merajuk tentang poninya yang dibuat lepek.

Levi menghela napas. Ia akhirnya ikut diam dan menatap rinai hujan yang kian menderu. Tak ada konversasi. Hanya deru napas teratur yang terdengar diantara keduanya.

Karena bosan, Hange berjongkok dan bermain dengan ranting kayu yang entah ia dapat dari mana. Melukis di atas tanah, menggambar beberapa karakter hewan di kartun yang selalu ia tonton di akhir pekan.

"Totoro?"

Levi ikut berjongkok, menunjuk satu gambar karakter anime yang ia juga sukai saat kecil dulu.

"Kamu juga nonton?"

"Sangking sukanya, aku mengoleksi beberapa boneka dan selimut bergambar Totoro. Mama ku membelikannya karena aku pernah berkata kalau aku sangat suka Totoro."

"Enak, ya. Ibu ku jarang ada di rumah."

"Sibuk bekerja?"

Hange terdiam cukup lama sebelum mengangguk. Keduanya kemudian menggambar di atas pasir basah dan saling menebak karakter apa yang mereka gambar, yang menjawab salah akan mendapat jitakan di kening.

Karena hal itu, Hange melupakan poninya yang lepek dan kembali ceria lagi. Langit yang semula mendung, menjadi cerah ketika Levi melihat bagaimana gadis itu tertawa lebar hanya karena Levi tidak tahu caranya menggambar singa.

---

"Hey."

"Hm?"

Furlan menyisir ruangan, melihat apakah pegawai perpustakaan sedang menatap ke arah mereka atau sibuk mengatur buku ke dalam rak. Setelah memastikan aman baginya untuk berbicara, ia kembali mendekatkan bibir ke arah telinga Levi.

"Gadis kemarin, pacar mu, ya?" tanya Furlan setengah berbisik.

Levi mengernyit dan menjauh ketika telinganya berdengung.

"Jangan terlalu dekat." ucapnya ikut berbisik sebelum ia menjawab, "bukan. Cuma ... Dia cuma teman ku."

"Kalian terlihat akrab." ucap Furlan sekali lagi. Pegawai perpustakaan berjalan melewati keduanya. Dengan cepat mereka berlagak fokus pada bacaan di tangan masing-masing dan menahan tawa ketika berhasil tidak ketahuan sedang berbincang di dalam perpustakaan.

"Memangnya kalau akrab, kenapa?"tanya Levi.

"Tidak. Walau sedikit tomboy, dia cukup manis dan menggemaskan ketika berteriak menyemangati mu."

"Benar, 'kan? Menurut ku juga begitu."

Levi mengulum bibir untuk menyembunyikan senyumannya. Furlan terkikik kecil sembari menyenggol lengan Levi.

"Kalau cuma teman, boleh dong kamu kenalkan dengan ku."

"Untuk apa?"

"Kita juga teman, 'kan? Membantu teman adalah sesuatu yang baik. Bantu aku menjadi akrab dengan teman manis mu itu."

Levi menatap Furlan, ia menyadari maksud dari kalimat teman sekelasnya ini dan memukul pelan wajah Furlan dengan buku di tangannya.

"Bermimpi saja. Tidak akan ku kenalkan dengan mu." ucap Levi.

"Yak, kenapa?!"

"Tidak boleh saja."

"Akan sangat menyenangkan jika orang semanis itu menyemangati ku. Jika aku berhasil mengencaninya, aku juga akan membantu mu akrab dengan gadis yang kamu sukai, deh!"

Levi menggerling, wajahnya menjadi cemberut ketika ia membayangkan Furlan mendekati Hange dengan berniat mengencani gadis berkacamata tersebut. Membayangkannya saja, rasanya Levi sangat tidak rela.

"Tidak boleh pokoknya."

"Hey, Levi, memangnya kenapa, sih? Aku sangat mendambakan gadis manis seperti teman mu itu."

"Cari yang lain saja."

"Katakan alasannya kenapa!"

"Karena, Hange cuma bisa menyemangati satu orang saja dan orang itu hanya aku. Dia ... Satu-satunya penyemangat ku."

Setelah Levi dengan bangga mengucapkan kalimat barusan. Kepala kecilnya dan kepala kecil Furlan yang manis mendapat ciuman manis dari buku dengan tebal 100 halaman. Keduanya mengaduh dan mendapat hukuman membersihkan debu di rak buku perpustakaan sebab ketahuan berbincang selama jam membaca.

tbc.

Makassar, 25 April 2023
Nuii Matsuno.

CHRYSANTHEMUM [LeviHan Fanfiction] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang