20. Teru Teru Bozu 2

66 4 11
                                    

Panggilan telepon diputus sepihak oleh seseorang di seberang sana. Furlan menghela napas, di usianya yang ke dua puluh tiga tahun, seorang duda tanpa anak ini jatuh demam dan diperlakukan seperti bocah sekolah dasar oleh orang-orang sekitarnya.

Ia baru saja mendapat telepon dari Ibunya yang tinggal di Kota Rose dan mengatakan akan mengunjungi Furlan. Padahal, Furlan sudah menjelaskan bahwa dirinya baik-baik saja dan tidak ada yang perlu di khawatirkan. Namun, Ibunya bersikukuh untuk berkunjung dan menginap selama dua minggu.

Berbagai alasan sudah Furlan berikan termasuk berkata siapa yang akan mengurus Ayahnya jika sang Ibu datang, tapi, Ayah Furlan malah berseru melalui telepon bahwa ia bisa ke Istrinya yang nomer dua untuk meminta di urus. Untuk sesaat Furlan lupa Ayahnya punya dua Istri.

"Apa Ibu tidak merasa ini berlebihan?" tanya Furlan sesaat setelah membantu Ibunya menurunkan barang dari taksi.

Wanita bersurai blonde dengan kalung mutiara besar di lehernya dan kacamata hitam yang disampirkan di jidat tersebut memandang Putra sematawayangnya dengan alis naik sebelah.

"Apanya yang berlebihan dari mengunjungi anak sendiri?" tanya Serena Church. Wanita paruhbaya tersebut melangkah masuk ke dalam kedai milik Putranya, karena sedang tutup hanya ada mereka berdua di sana.

"Terus terang saja, bercerai dari wanita itu membuat mu banyak berkembang." ucap Serena. Ia melepas kacamata dan mantelnya, kemudian berjalan menaiki tangga menuju lantai dua dimana Furlan tinggal dan membiarkan duda dua puluh tiga tahun tersebut mengekor di belakang sambil mengangkat barang bawaannya.

"Barang sebanyak ini untuk apa, sih, Bu? Ibu tidak akan menginap selama berbulan-bulan, 'kan?" tanya Furlan.

Sambil menjatuhkan tubuh ke sofa, Serena menjawab pertanyaan Putra kesayangannya itu. "Satu koper itu oleh-oleh untuk Ibunya Levi."

"Sebanyak ini!?"

"Sudah lama tidak ketemu, Ibu bingung ingin memberi apa untuk sahabat lama Ibu tersebut, makanya aku membeli semua yang Ibu pikir akan dia sukai saja."

Furlan bergidik ngeri. Sejak dulu, kebiasaan memboros Ibunya tidak hilang. Walau mereka memang dari keluarga yang berkecukupan, Furlan tidak pernah suka dengan gaya berbelanja keluarganya yang berlebihan.

"Lalu, Ayah kenapa tidak ikut?" tanya Furlan. Satu hal ini adalah pertanyaan yang sensitif, ia melirik Serena yang tadinya tersenyum memandang ponsel di tangan seketika berekspresi sendu.

"Dia berkunjung ke keluarganya yang lain." jawab Serena datar.

"Ibu tak masalah?"

"Ibu harus apa?" Serena menatap Furlan dengan simpul tipis di wajah, "Disana dia juga punya dua orang anak perempuan yang masih bersekolah. Juga, Ayahmu itu masih sering menemuinya diam-diam sepulang bekerja hampir setiap minggu."

"Ibu, tidak marah lagi? Atau ... Sudah bisa mengikhlaskan hati Ibu untuk berbagi?"

Helaan napas berat keluar dari bibir Serena, ia bangkit, berjalan mendekati Furlan dan merangkul pundak anaknya.

"Apa saat mantan Istrimu selingkuh, kamu bisa membaginya dengan orang lain?"

"Tidak. Makanya, aku heran kenapa selama itu Ibu bertahan. Jika  dulu itu demi aku, sekarang Ibu bisa memilih apa yang menurut Ibu bisa membuat mu bahagia."

Serena menggerling, "Ibu bahagia dengan Ayahmu. Sudah terlalu cinta sampai rasanya akan sulit menjalani hidup tanpa dia. Begitu pun sebaliknya, Ayahmu itu sangat membutuhkan dan mencintai Ibu." ucapnya. Pipi Furlan yang wajahnya sembilan puluh delapan persen persis seperti Ayahnya diusapnya dengan lembut. "Tapi, Ayahmu sanggup menyakiti Ibu walau dia menyadari hidupnya tidak akan sempurna tanpa ku. Walau demikian, yang membuat Ibu bertahan dengannya bukan hanya karena kamu saat itu masih kecil."

CHRYSANTHEMUM [LeviHan Fanfiction] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang