"Ibumu memukul mu lagi?"
Levi mengusap pelipis kanan Hange yang terdapat luka goresan cukup dalam di sana. Lukanya sudah hampir mengering, tapi, tetap saja saat Levi menyentuhnya, rasa perih masih dirasakan Hange.
"Aw! Ah, ini bukan apa-apa, kok."
"Masih sakit?"
Hange menggeleng, ia kembali mencelupkan kuas pewarna kukunya ke dalam botol. Kemudian, dengan pelan dan terampil mewarnai kuku kakinya sendiri.
"Ibu memukulku karena aku lupa memasakkannya makan malam. Aku yang salah." ucap Hange. Ia kemudian mengulas senyum lebar, berharap Levi tidak lagi khawatir dan mengganti topik obrolan mereka.
Suasana sore itu sedikit mendung, tapi, keduanya enggan meninggalkan atap gedung Apartment dan berakhir menikmati semilir angin yang berhembus.
"Kenapa tidak mengatakannya pada Ayah mu?" tanya Levi. Manik kelabunya memperhatikan bagaimana pewarna kuku berwarna violet begitu cantik di kuku kaki Hange. Gadis itu katanya ingin mencoba mewarnai kuku, makanya, Levi membelikan pewarna kuku sepulang sekolah tadi.
Sayangnya karena sekolah melarang muridnya memakai pewarna kuku, Hange hanya bisa mewarnai kuku kakinya saja.
"Ah ... Ayahku sudah punya keluarga baru, aku takut membuatnya khawatir." jawab Hange.
"Kamu tanggung jawabnya juga, 'kan. Pamanku bilang, seorang Ayah tidak boleh melepas tanggung jawab dari anak-anaknya bahkan setelah berpisah."
Tangan Levi terangkat menyelipkan poni Hange ke belakang telinga. Rambut gadis itu menghalangi pandangannya untuk melihat wajah Hange. Dan Levi menahan senyum, ketika hal itu malah mengundang semburat merah muncul di kedua pipi Hange.
"Tidak. Itu hanya akan membuat semuanya menjadi lebih rumit. Ayahku baik, dia terlalu mudah khawatir, aku tidak ingin membuatnya kepikiran. Lagi pula, ya, Levi, setelah malam itu Ibuku jarang memukul ku lagi."
Hange menunjukkan kuku-kuku kakinya yang baru saja selesai ia poles pewarna. Berkata bahwa ia sangat senang dan ingin mencobanya di kuku kaki Levi juga.
"Ini bisa hilang, 'kan?" tanya Levi. Ia memperhatikan bagaimana Hange tersenyum senang mewarnai kuku kakinya dan mengangguk.
"Iya, paling dua tiga hari warnanya akan pudar."
"Bagaimana kalau dilihat orang lain?"
"Kamu 'kan pakai kaos kaki, jadi, ini aman. Aku warnai semuanya, ya?"
Levi mengalah. Ia membiarkan Hange mewarna kukunya sambil bersenandung senang.
Ketika Hange menempelkan kedua telapak kaki mereka dan tertawa, mengatakan bahwa mereka tampak lucu sebab memiliki warna kuku yang serasi. Awan mendung di sekitar mereka, seketika berwarna jingga dalam sudut pandang Levi.
Levi rasa, ia benar-benar jatuh hati dengan gadis ini.
.
.
.
"Hahhh ... Padahal ujian sudah dekat, tapi, porsi latihan malah bertambah."
"Jangan mengeluh. Ini tahun terakhir kita, setidaknya harus berusaha membawa pulang kemenangan, setelah itu kita baru bisa ujian dengan tenang."
Furlan mengangguk lesu, ia membuka kancing kemejanya, kemudian membuka loker dan mengeluarkan seragam bola yang wanginya semerbak.
Levi sampai menutup hidung sangking menyengatnya aroma parfum yang menguar dari seragam Furlan.
"Menyengat sekali!"
"Ah ... Pacarku yang mencucikannya untukku, hehe ... " ucap Furlan.
Levi menggerling, belakangan ini Furlan memang sedang berkencan dengan salah satu murid kelas 3B. Namanya Jesicca, cantik dan cerdas. Entah apa yang gadis itu lihat dari Furlan, selain tampan dan pandai bermain bola, nilai akademisnya sama sekali tidak bisa di banggakan dari anak ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHRYSANTHEMUM [LeviHan Fanfiction]
FanficKisah ini adalah sebuah cerita biasa. Kisah sederhana dari sepasang anak Adam dan Hawa. Tentang dua takdir yang terikat benang merah. Sejauh apapun jarak membentang, seberapa pun kusutnya, benang merah tersebut akan teruntai dan kembali menjadi sat...