3 | Kesimpulan Dari Ziva

1.4K 128 2
                                    

"Kami sudah di jalan, Tar. Insya Allah sebentar lagi kami akan sampai di kantor," ujar Ziva, melalui telepon.


"Oke kalau begitu, Ziv. Kami semua menunggu di depan kantor. Kita akan langsung berangkat ke bandara saat kalian berdua tiba di sini," tanggap Tari.

"Kalau begitu kututup dulu teleponnya, ya, Tar. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, Ziv."

Setelah memutus sambungan telepon dan menyimpan ponsel ke dalam saku celananya, Ziva pun kembali menatap ke arah Raja yang sedang fokus menyetir. Pria itu tampak berusaha untuk tenang, meskipun kenyataannya isi surat dalam kotak hadiah tadi masih saja membayangi pikirannya. Ziva tahu kalau Suaminya masih tidak bisa lupa dengan semua itu, sehingga membuatnya mencoba memberikan perhatian yang mungkin bisa membuat pikiran Raja teralihkan.

"Nanti kita makan siang di pesawat saja, ya. Soalnya kata Tari kita akan langsung berangkat menuju bandara saat tiba di kantor," ujar Ziva.

"Iya, sebaiknya kita memang makan siang di pesawat saja. Karena kamu sudah membawa makanan yang tadi kamu masak, jadi nanti kita jelas tidak perlu lagi menunggu-nunggu pesawat mendarat hanya untuk makan siang," tanggap Raja.

Tangan kanan Ziva kini membelai rambut Raja dengan lembut, membuat senyum di wajah Raja mengembang. Raja merasa nyaman saat menerima perhatian-perhatian kecil dari Ziva sejak wanita itu resmi menjadi istrinya. Ia benar-benar merasa bahagia karena Ziva kini telah melengkapi hidupnya yang tak pernah terisi oleh sosok wanita mana pun selain Retno. Ia telah berulang kali menghindar saat ada wanita yang berusaha mendekat, namun ia akhirnya tak ingin lagi menghindar ketika Ziva hadir di dalam hidupnya. Ia sendiri yang menolak untuk menghindar, karena hatinya merasa yakin bahwa Ziva adalah sosok yang diimpikannya selama ini.

Mobil milik Raja akhirnya tiba di halaman kantor sekitar lima belas menit kemudian. Tidak ada siapa-siapa di depan kantor tersebut ketika mereka sampai, padahal tadi Tari mengatakan bahwa mereka akan langsung berangkat ke bandara setelah Ziva dan Raja tiba. Raja pun segera mengajak Ziva masuk ke dalam kantor usai menurunkan dua buah koper milik mereka. Benar saja, semua orang memang masih berada di dalam kantor saat itu dan tampak belum ada tanda-tanda akan berangkat ke bandara.

"Assalamu'alaikum," ucap Raja dan Ziva dengan kompak.

"Wa'alaikumsalam," balas yang lainnya.

"Ayo berkumpul dulu Ja ... Ziv ... ada perkara tambahan yang harus kujelaskan pada kalian semua. Perkara itu baru saja disampaikan oleh Pak Aksan Triyono, Kapolda Riau, lima menit yang lalu," ujar Tari.

"Lalu, bagaimana dengan pesawat? Bukankah setidaknya kita harus berada di bandara sebelum waktu penerbangannya tiba?" tanya Ziva.

"Itu akan kita kejar setelah aku menjelaskan perkara tambahan ini, Ziv. Sebaiknya kita mulai sekarang jika tidak ingin ketinggalan pesawat."

Batagor segera melompat dari gendongan Tari dan berlari menuju ke arah Ziva untuk meminta digendong. Ziva dan Raja kini duduk di kursi mereka masing-masing seraya menatap ke arah Tari yang kini sedang menatap layar i-Pad miliknya.

"Permasalahan intinya terjadi di sebuah perumahan yang dihuni oleh beberapa orang anggota kepolisian. Ada sekitar tiga rumah yang mendadak penghuninya mengalami sakit keras yang tidak diketahui apa penyebabnya. Dokter yang dipanggil untuk memeriksa keadaan mereka tidak bisa menentukan sakit yang dialami oleh ketiga keluarga tersebut. Intinya mereka mengalami panas tinggi yang sering sekali naik dan turun, lalu mereka juga mengalami sakit tenggorokan sehingga susah menelan makanan, dan terakhir mereka sering mengalami batuk seakan ada sesuatu yang membuat tenggorokan mereka selalu terasa gatal. Nah, mengenai perkara tambahan yang dikatakan oleh Pak Aksan ini berkaitan dengan gejala-gejala yang dialami oleh para korban di dalam tiga keluarga tersebut. Menurut Pak Aksan, semua korban akan mulai berteriak-teriak ketakutan saat hampir tiba waktu shalat. Dan pada saat yang sama, suhu tubuh mereka akan kembali meningkat sehingga biasanya ada beberapa orang yang sampai pingsan akibat tidak bisa menahan demam tinggi yang terjadi pada mereka. Setelah waktu shalat sudah lewat, barulah suhu tubuh mereka akan kembali turun dan teriakan-teriakan histeris mereka mulai berhenti," jelas Tari.

"Apakah sudah ada korban jiwa saat ini, Tar?" tanya Raja.

"Alhamdulillah sampai saat ini sama sekali belum ada korban jiwa, Ja. Semua korban tampak masih berusaha bertahan dan melawan sakit yang tidak jelas asal-usulnya tersebut."

Ziva diam saja karena sedang memikirkan penjelasan yang Tari berikan. Wanita itu tampak sedang menduga-duga mengenai keadaan yang terjadi di rumah ketiga keluarga tersebut. Ziva mulai merasakan kejanggalan ketika tahu bahwa semua orang di dalam ketiga keluarga itu mengalami sakit yang sama. Rasyid, Mika, Hani, dan Raja jelas ingin tahu apa yang dipikirkan oleh Ziva, namun mereka sama sekali belum berani bertanya karena Ziva masih bergelut dengan pikirannya sendiri.

"Aku rasa tidak akan ada korban jiwa yang jatuh kali ini," ujar Ziva, ketika akhirnya memutuskan buka suara.

"Oh, ya? Kenapa kamu bisa menyimpulkan begitu, Ziv? Apakah menurut kamu ada alasan khusus yang berdasarkan dari penjelasan Tari barusan?" tanya Mika.

Ziva pun menganggukkan kepalanya seraya mengusap bulu-bulu lembut Batagor yang ada di dalam dekapannya.

"Aku merasa bahwa sakit yang dialami oleh ketiga keluarga itu berasal dari seseorang yang memiliki dendam pribadi, sehingga mereka sering berteriak-teriak histeris ketika waktu shalat hampir tiba. Biasanya gejala seperti itu menunjukkan bahwa orang yang memiliki dendam tersebut lebih ingin melihat orang-orang yang ditujunya menderita dalam waktu yang sangat lama. Orang itu justru tidak akan merasa puas jika sampai ada yang meninggal ketika sedang menjalani siksaan," jawab Ziva.

Apa yang Ziva katakan langsung dicatat oleh Hani dan Rasyid. Mereka jelas akan mencoba menghubungkan keadaan yang mereka lihat nanti dengan penjelasan yang disimpulkan oleh Ziva. Raja sendiri kini tampak ikut berpikir tentang isi kesimpulan yang Ziva utarakan.

"Berarti jika tidak ditangani secepatnya, maka semua orang yang ada di dalam ketiga keluarga itu akan terus-menerus mengalami sakit yang tidak bisa sembuh? Mereka akan mengalami hal yang sama berulang-ulang setiap harinya, dan justru akan semakin parah jika terus dibiarkan?" duga Raja.

"Mm ... kamu benar. Itulah yang akan terjadi seumur hidup mereka, jika keadaan tersebut tidak segera ditangani," balas Ziva.

"Kalau begitu sebaiknya kita berangkat sekarang juga. Sebaiknya tidak perlu kita menunda-nunda keberangkatan, agar keadaan ketiga keluarga itu bisa segera kita lihat secara langsung," ajak Rasyid.

Mereka pun segera bangkit dari kursi masing-masing dan keluar dari kantor bersama-sama. Mobil yang dikirimkan oleh pihak travel setelah dipesan oleh Tari sudah menunggu di halaman kantor, sehingga mereka pun bisa segera berangkat menuju bandara. Batagor telah kembali ke pelukan Tari, sementara Ziva kini kembali menggenggam tangan Raja setelah mereka duduk bersama di dalam mobil.

* * *

TELUH TANAH KUBURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang