16 | Memainkan Drama Untuk Pemain Drama

1K 118 0
                                    

Aksan tiba di perumahan itu lima belas menit setelah selesai bicara dengan Tari melalui telepon. Tari segera mengarahkan Aksan agar ikut dengannya menuju ke rumah nomor 9F, tempat di mana Ziva dan Raja berada. Setelah mereka tiba di rumah yang dituju, Tari pun segera memperlihatkan foto-foto Hani yang tadi dikirimkan oleh Mika kepada Aksan. Aksan memperhatikan semua foto-foto itu, sementara Tari kini terus mengawasi situasi di luar pagar rumah tersebut.

Ardit dan Rasyid belum tiba di sana, sehingga Tari dengan leluasa bisa memperlihatkan semua foto itu.

"Itu anggota kami yang hilang, Pak Aksan. Dia ditemukan oleh anggota kami yang lain dalam keadaan sedang disekap oleh Pak Ardit di rumahnya yang ada di blok B perumahan ini. Saat ini anggota kami yang disekap itu sedang menjalani visum di rumah sakit, Pak Aksan. Hasil visumnya akan diserahkan pada Bapak setelah urusan kami dengan para korban di ketiga rumah ini telah selesai. Untuk bukti soal keterlibatan Pak Ardit dalam perkara teluh ini, akan disertakan bersama dengan hasil visum," ujar Tari, bernada tegas.

Aksan jelas telihat geram saat melihat semua foto itu. Ia tampak tidak menyangka kalau Ardit--orang yang ia tunjuk sendiri untuk menjadi ajudannya--akan terlibat dengan praktik ilmu hitam seperti teluh. Ia juga tidak menyangka kalau Ardit akan melakukan penyekapan pada warga sipil, padahal warga sipil tersebut adalah seorang perempuan. Ia pikir Ardit adalah orang jujur dan polos seperti yang terlihat. Namun ternyata apa yang ia pikirkan tentang Ardit adalah salah total.

"Jadi, apa yang harus saya lakukan nanti saat Ardit muncul?" tanya Aksan. "Jelas tidak mungkin kalau saya harus langsung menuduhnya, sementara bukti-bukti masih kurang lengkap. Hal itu bisa menjadi boomerang bagi kalian, karena Ardit bisa saja mengelak dan menuduh balik kalian atas pencemaran nama baik."

"Tapi anggota kami yang disekap itu punya bukti konkret atas apa yang terjadi padanya hari ini. Saat ini ponselnya sedang diperbaiki dan data-data dalam ponselnya sedang diunduh ulang melalui akun cloud miliknya. Anggota kami dengan sigap mencadangkan data pada ponselnya sebelum ponsel itu hampir direbut paksa oleh Pak Ardit dan rekannya yang saat ini belum kita ketahui siapa namanya," jelas Tari.

"Tapi tetap saja sebaiknya harus ada strategi, bukan? Jadi, bagaimana kira-kira saya harus bersikap terhadap Ardit jika dia muncul?"

"Tetap bersikap seperti biasanya saja, Pak Aksan," jawab Ziva, yang baru saja keluar dari dalam rumah nomor 9F itu.

Aksan dan Tari kini menatap ke arahnya, sementara Raja ada di belakang Ziva. Mereka berdua terlihat begitu tenang, meskipun sangat jelas ada rasa marah yang berusaha Ziva tahan di dalam dirinya.

"Intinya saat ini kita harus bekerja sama untuk tetap membuat suasana menjadi netral. Kami akan tetap fokus pada urusan pekerjaan yang sedang berjalan, sementara anda sebaiknya bersikap selayaknya seorang pemimpin yang menunjukkan rasa khawatir terhadap ketiga bawahan anda yang saat ini sedang sakit. Karena hanya dengan cara itulah kita bisa membuat Pak Ardit menjadi lebih merasa tenang dan tidak merasa dicurigai. Apa anda bisa melakukan hal itu, Pak Aksan?" tanya Ziva.

Aksan pun langsung mengangguk-anggukkan kepalanya usai mendengar apa yang sudah Ziva atur.

"Ya, saya akan mencobanya Mbak Ziva. Saya jelas tidak mau membuat Ardit bisa lolos dari apa yang sudah dia perbuat," jawab Aksan, setuju untuk bekerja sama.

Selang beberapa saat kemudian, Rasyid akhirnya tiba bersama Ardit. Tari segera memberi tanda mengenai kedatangan mereka, membuat Aksan segera menyerahkan ponsel milik Tari dengan cepat agar tidak dicurigai oleh Ardit.

"Jadi nanti kami akan mencoba mengumpulkan yang harus kami kumpulkan sebelum teluh itu kami patahkan, Pak Aksan," Raja mengambil alih obrolan.

"Ya, sebaiknya hal itu segera dilaksanakan, bukan? Saya merasa sangat prihatin dengan keadaan semua orang yang ada di ketiga rumah itu. Saya benar-benar tidak paham mengapa mereka bisa sakit dalam waktu bersamaan," sahut Aksan, mengimbangi umpan obrolan dari Raja.

Ardit tampak terkejut dengan keberadaan Aksan saat itu. Namun ia sebisa mungkin mencoba menutupi rasa terkejutnya dengan tersenyum kaku.

"Bagaimana? Sudah ada kabar dari Mika?" tanya Rasyid.

"Mika masih mencari barangnya, Ras. Mungkin sebentar lagi dia akan tiba di sini dan bergabung lagi dengan kita," jawab Ziva.

"Baiklah kalau begitu. Aku dan Tari akan memeriksa keadaan korban di rumah nomor 7F dan 8F."

"Aku akan ikut memeriksa keadaan mereka bersama kalian," Ardit menawarkan diri.

"Oh, Pak Ardit di sini saja," cegah Raja dengan cepat. "Kami butuh bantuan Pak Ardit di sini, maka dari itulah Rasyid tadi mencari keberadaan Pak Ardit. Ada hal yang ingin kami tanyakan dan itu membutuhkan bantuan Pak Ardit."

"Oh ... begitu rupanya. Maaf, aku sepertinya kurang fokus hari ini, jadi kurang paham dengan apa yang harus kulakukan," sahut Ardit, berusaha terlihat natural.

Ziva pun menyodorkan sebotol air kepada Ardit.

"Minum dulu, Pak Ardit. Biar Bapak bisa jauh lebih fokus saat membantu kami," sarannya.

"Benar itu, Ardit. Minum dulu, biar kamu lebih fokus," Aksan ikut mendorong untuk memenuhi saran itu.

Ardit pun--mau tak mau--langsung meminum air dari botol yang tadi Ziva berikan. Ziva dan Raja kini saling menatap satu sama lain, namun wajah mereka sama-sama datar, seakan sudah tahu bagaimana yang akan terjadi nanti setelah Ardit meminum air itu. Tari dan Rasyid pun pergi ke rumah nomor 7F dan 8F bersama Aksan. Ardit pun segera mengikuti langkah Raja yang masuk ke rumah nomor 9F, sementara Ziva berjalan pelan di belakang mereka berdua.

Perasaan marah Ziva atas apa yang terjadi pada Hani sangatlah besar. Namun karena ia harus mematahkan teluh tanah kubur, maka ia memendam kemarahan itu di dalam dadanya dan tetap mencoba sabar. Mika bahkan mengumpat hebat saat mengirimkan voice note pada WhatsApp yang berisi pengakuan dari Hani tentang kejadian yang menimpanya. Mika yang biasanya selalu bertengkar dengan Hani kini juga sedang merasa sangat marah atas apa yang terjadi pada wanita itu.

"Andai aku yang ada di sisi Hani saat ini, entah tingkah stress macam apa yang akan aku keluarkan. Selama kami mengenal Hani, belum pernah satu kali pun kami berani membuatnya merasa kesakitan hingga menangis. Jadi aku bisa membayangkan betapa marahnya Mika saat ini terhadap laki-laki yang jago bermain drama seperti Ardit. Tapi semua itu jelas tidak akan bertahan lama. Semua hal yang buruk, pasti akan menemui yang namanya akhir," batin Ziva, sudah mulai merencanakan sesuatu untuk Ardit.

* * *

TELUH TANAH KUBURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang