Rasyid, Tari, dan Raja sedang berkonsentrasi pada tugas mereka. Mereka terus mendengarkan yang terjadi di luar rumah melalui earbuds yang mereka pakai. Semua pembicaraan antara Heri dengan Mika ataupun antara Heri dengan Ziva benar-benar bisa mereka tangkap dengan baik. Inti besarnya adalah, Heri tidak mau menyerah dan ingin tetap meneruskan ritual teluh tanah kubur yang dilakukannya.
Raja mengambil air minum yang tadi sudah didoakan ketika menghadapi dua korban pria yang akan diruqyah olehnya kali itu."Bismillahirrahmanirrahim, A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir," lirih Raja.
Pria itu kemudian meminta kedua korban pria di hadapannya segera meminum air yang ia sodorkan hingga tandas. Lalu setelah itu ia melanjutkan doanya tanpa henti.
"A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir."
Tak berapa lama kemudian, kedua korban pria itu mengalami muntah pada waktu yang bersamaan. Muntah yang mereka alami tampak seperti gumpalan-gumpalan lumpur yang sangat kental. Lama kelamaan, lumpur kental itu mulai bercampur dengan darah.
"I--itu ... kenapa Suami dan anak saya muntah-muntah begitu?" tanya Istri korban yang belum diruqyah oleh Raja.
"Itu adalah hasil ruqyah yang aku lakukan, Bu. Muntahan itu adalah yang harus keluar dari tubuh Suami dan anak Ibu," jawab Raja. "Tenangkan saja diri Ibu sementara waktu. Setelah Suami dan anak Ibu selesai di ruqyah, Ibu juga akan mendapat giliran yang sama."
Di rumah nomor 8F, Tari saat ini sedang meruqyah kedua wanita yang ada di rumah tersebut. Mereka juga mengalami muntah yang sama persis seperti yang terjadi pada korban-korban lain.
"Apakah Istri dan putri saya akan baik-baik saja, Mbak?" tanya Bernard, begitu lirih.
"Insya Allah, Pak Bernard. Insya Allah mereka akan baik-baik saja setelah proses ruqyah ini selesai," jawab Tari.
"Lalu apakah setelah itu adalah giliran saya?"
"Iya, Pak Bernard. Setelah Istri dan putri anda selesai diruqyah, maka giliran anda akan tiba. Mohon tunggu saja dan biarkan proses ini agar berjalan sampai tuntas," jelas Tari.
Bernard pun kembali diam dan memejamkan kedua matanya. Pria paruh baya itu tampak begitu lelah dan sama sekali tidak bertenaga. Keadaannya jauh lebih parah ketimbang keadaan korban yang lain. Tari sering mengawasinya sejak ia diminta untuk meruqyah seluruh korban di rumah nomor 8F tersebut. Entah kenapa, Tari berfirasat lain soal Bernard sejak tadi.
"Apa jangan-jangan, Pak Bernard ini adalah target paling utama bagi Heri? Dia adalah partner kerja Heri di lapangan sebelum dipecat. Mungkin Heri memberikan hal yang jauh lebih berat kepada Pak Bernard, karena dendamnya pasti berasal dari lingkup sekitar yang paling dekat," batin Tari.
Istri dan putri Bernard tampak benar-benar kepayahan saat menjalani proses ruqyah itu. Mereka hampir saja mengatakan ingin menyerah. Namun Tari terus mendorong mereka agar tetap menguatkan diri.
Di luar, Banaspati yang tadi menggelepar di atas aspal kini telah bangkit kembali. Makhluk itu telah siap ingin kembali menyerang Ziva. Tampaknya makhluk itu merasa tidak terima karena tadi serangannya berhasil ditangkis oleh Ziva dan justru sosoknya yang mendapat serangan hingga menggelepar di atas aspal.
TRANG!!!
Mika dan Heri masih beradu senjata. Mereka kini sedang beradu ketahanan. Siapa yang paling kuat, jelas akan bertahan di tempat mereka berdiri.
"Menyerah saje. Tak akan dapat awak gulingkan aku," ujar Heri.
Mika pun tersenyum mengerikan.
"Sadarlah, samuraiku masih kokoh sementara pisaumu sudah bengkok. Tebak saja, berapa lama kira-kira pisau itu bisa bertahan menahan tekanan dari samuraiku seperti saat ini," balasnya.
Ziva menatap Banaspati itu dan kembali mengayunkan pedang jenawi yang ia pegang. Aksan lebih tertarik dengan pertarungan antara Ziva dan Banaspati daripada pertarungan antara Heri dan Mika. Anak buah Aksan beserta sopirnya pun tampak memegangi dada masing-masing ketika melihat bagaimana Ziva menangkis serangan dari Banaspati pertama kalinya. Wanita itu tampak sangat tenang dan sama sekali tidak memperlihatkan rasa takut.
"Mahir sangat die gune pedang jenawi tu. Aku rase die adalah salah satu keturunan orangtue dulu."
"Maksudmu, wanita itu adalah orang asli Riau?" tanya Aksan.
"Iya, Pak Aksan. Dari cara dia bicara menggunakan Bahasa Melayu, meskipun sesekali masih tercampur dengan Bahasa Indonesia, dan juga pedang jenawi yang dia gunakan, artinya dia memang salah satu keturunan orang Riau. Pedang jenawi itu adalah senjata khas masyarakat Riau, dan biasanya pedang itu diwariskan secara turun temurun."
Banaspati itu kembali menyerang Ziva secara membabi buta. Ziva terus menangkis serangannya menggunakan pedang jenawi yang ia pegang, dan berupaya kembali menemukan celah dari makhluk itu agar bisa memberi serangan balik seperti tadi. Pertarungan kali itu jelas jauh lebih sengit daripada yang sebelumnya. Ziva harus memastikan kalau Banaspati itu tidak akan masuk ke dalam wadah besi yang apinya masih berkobar, atau pematahan ritual teluh tanah kubur itu akan menjadi sia-sia. Api dalam wadah besi itu harus padam dengan sendirinya, dan hal itu hanya akan terjadi jika semua korban telah selesai diruqyah oleh Raja, Tari, dan Rasyid.
Pertarungan sengit itu akhirnya hampir menemukan titik akhir. Ziva telah melihat di mana letak yang bisa ia serang dari makhluk itu, dan kini dirinya hanya perlu mencari kesempatan untuk menyerang titik tersebut.
"Semua korban di rumah nomor 7F sudah selesai menjalani ruqyah," lapor Rasyid.
"Para korban di rumah nomor 9F juga demikian. Mereka sudah selesai menjalani ruqyah hingga tuntas," lapor Raja, tak lama kemudian.
Ziva terus mendengarkan setiap laporan yang masuk. Api dalam wadah besi mulai tidak berkobar sebesar tadi, yang artinya sebentar lagi teluh tanah kubur akan segera terpatahkan. Ziva masih menunggu laporan dari Tari. Laporan dari Tari adalah satu-satunya yang akan menjadi penentu bagi pematahan teluh kali itu.
"Lapor. Para korban di rumah nomor 8F sudah selesai menjalani ruqyah hingga tuntas," suara Tari akhirnya terdengar.
Ziva pun langsung menyerang titik yang sudah ia targetkan pada Banaspati yang sedang ia hadapi. Satu serangan telak itu sukses membuat Banaspati yang sedang ia hadapi terpecah-belah sosoknya, lalu menghilang dalam sekejap seiring dengan padamnya api di dalam wadah besi. Ziva tampak terengah-engah selama beberapa saat. Ia kemudian menyentuh earbuds di telinganya, sambil menatap ke arah Mika yang masih bertarung.
"Laporan kalian diterima. Sekarang keluar dari dalam sana dan mari kita bantu Mika untuk memberi pelajaran pada manusia yang sudah melakukan kekerasan terhadap Hani," titah Ziva, mulai mengeluarkan amarahnya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH TANAH KUBUR
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 4 Hidup Ziva dan Raja semakin sering terusik. Ada teror yang mereka dapatkan dari orang-orang tak dikenal, namun mereka yakin bahwa orang itu jelas berkaitan dengan masalah yang lalu. Di tengah-tengah datangnya t...