18. melankolia

17 24 1
                                    

Keesokan harinya, matahari mengintip dari langit. Bumi kembali bersedih dengan menurunkan hujannya. Alam saat itu sedang tidak baik-baik saja, begitu juga dengan kondisi Samuel. Dia masih bisa meyakinkan dirinya bisa bertahan.

Pagi itu ia berangkat ke sekolah seperti biasanya. Karena Samuel sudah kelas 12, ia harus banyak mengikuti bimbel untuk ujian kelulusannya.

Pagi itu ia berjalan di sepanjang koridor sekolah tanpa menunjukkan senyum simpulnya kepada semua orang. Tidak seperti biasanya Samuel berakting layaknya melankolis.

"Kenapa lo murung terus?" tanya Aaron ketika berpapasan dengan Samuel.

Samuel menunjukkan setengah senyumnya, "Belum ketemu ayang," jawabnya singkat. Aaron tertawa kecil mendengar jawaban dari Samuel.

"Lo jangan terlihat bodoh didepan orang yang ngebodoh-bodohin lo bro," ujar Aaron.

Samuel memilih untuk meninggalkan Aaron. Perkataan Aaron barusan membuat dirinya berpikir keras. Tidak mungkin Vina hanya memanfaatkan dirinya. Ia memilih untuk melanjutkan langkahnya menuju kelas dibanding ia harus memukul sahabatnya sendiri.

"Pagi." seorang wanita tiba-tiba menampakkan dirinya di depan Samuel.

Samuel yang seketika menjadi melankolis kembali menjadi dirinya dengan senyum simpulnya, "Pagi sayang," balas Samuel.

Perempuan itu adalah Vina yang menunggu kehadirannya di kursi koridor tempat mereka pertama kali bertemu. Raut wajahnya terlihat kesal. Dia sedikit mengernyit dengan wajah yang jutek.

"El kemana aja belakangan ini?" tanya Vina.

Samuel tersenyum simpul. Matanya berbinar lalu ia menjepit pipi Vina dengan ibu jarinya. Lalu ia tertawa kecil entah apa yang lucu.

"Gapapa. El cuma sibuk aja buat bimbel," jawabnya seraya tersipu.

Vina mengerutkan keningnya seakan tak percaya. Hatinya rasanya ingin menghanguskan sejuta benih cinta yang ada didalamnya. Ia hanya bisa bungkam, terkatup.

"El masih menganggap Vina pacar El?" tanya gadis tersebut.

Belum sempat menjawab, seorang laki-laki menarik tangan Vina. Laki-laki itu adalah Dhio. Layaknya seperti hantu yang tak diundang tiba-tiba muncul dihadapannya.

"Lo ngapain disini?" tanya Dhio melirik tajam ke arah Samuel dan menyeringai.

Senyum Samuel seketika memudar. Dia mengangkat alisnya, " Lo yang ngapain. Vina pacar gue," tutur Samuel .

Dhio kemudian menarik tangan Vina dari sana untuk membawanya kembali ke kelas. Samuel hanya terdiam entah kenapa kali ini ia menjadi kaku.

****

Davina berusaha melepaskan cengkraman tangan Dhio darinya, "Kenapa sih tarik-tarik?" tanya Davina melotot ke arah Dhio.

Dhio menghela nafasnya perlahan kemudian menatap sejenak ke arah Davina, "Gue mau lo tau sesuatu." Bibir pria itu bergetar. Alisnya bertaut satu sama lain. Ia meringis tanpa tahu alasannya.

Kemana harga diri gue ya?
Rapalnya dalam hati. Setelah dia dapat berbicara dengan bagus, ia memegang kedua tangan Davina.

"Gue sayang lo."

3 kalimat sederhana yang sukses membuat Davina membelalak. Sukar bagi dirinya untuk percaya mengingat kondisi Dhio yang selalu membenci dan menghindar darinya.

Itu tadi ungkapan atau cuma bercanda?
Davina benar-benar sulit untuk percaya. Ekspresi wajahnya tumpul menatap Dhio tajam. Wajah Dhio seketika berubah tanpa ekspresi. Tanpa aba-aba, Dhio melepaskan cengkramannya. Davina pergi meninggalkan Dhio dari sana tanpa membalas sepatah kata apapun.

Itu tadi udah pas belom ya?
Wajahnya seketika menjadi kosong. Ia mengambil lembaran kertas kosong dan pena yang biasa ia bawa kemana-mana. Ia menuliskan sebuah catatan lalu mengubahnya menjadi perahu kertas yang akan ia masukkan ke dalam toples yang berisikan perahu kertasnya.

****

Jam pelajaran berbunyi. Samuel masih merasakan nyeri di seluruh badannya. Ia sama sekali tidak membawa obat-obatan penahan rasa nyeri. Ia takut kalau-kalau seseorang mengetahui penyakitnya. Samuel memilih untuk tertidur disaat pelajaran Pak Mukti, guru killer di sekolah itu.

Karena sudah tidak kuat menahan rasa nyeri di seluruh badannya, ia terkulai lemas. Bahkan otaknya sudah lambat untuk berpikir. Dirinya masih disana tapi pikirannya terbang ke angkasa.

Aaron mengusik Samuel dengan menggoyangkan sikunya ke arah Samuel. Seketika Samuel menyeringai dan melirik tajam Aaron, "Ganggu banget sih lu," tegasnya. Aaron kemudian menunjuk ke depan Samuel yang ternyata di depannya ada pak Mukti.

"Oh jadi bapak ganggu ya," ketus pak Mukti yang sudah berada di depan Samuel dengan memegang sebuah rotan. "Enak tidurnya? Udah mimpi apa kamu?" Pak Mukti menyudutkan Samuel dengan perkataannya.

Samuel seketika tertawa kecil. Entah karena malu ketahuan tertidur atau karena dia ingin melepas rasa malunya. Ia menunjukkan senyum khas pepsodent.

"Anu pak ... itu ... tadi saya gak tidur semaleman. Maklum pak ikut banyak bimbel, kan udah mau lulus." Samuel menghalalkan segala cara untuk lolos dari ancaman maut pak Mukti.

Mata pak Mukti menyipit berusaha untuk mencerna alasan dari Samuel. "Alasan kamu masuk akal, tapi sayang bapak gak nanya itu. Bapak cuma tanya mimpi apa kamu barusan?" tegas pak Mukti.

Keringat bercucuran dari kepala Samuel. Wajahnya berubah menjadi merah padam untuk menahan rasa malunya. Bibirnya bergetar tak mampu berkata apa-apa.

"Anu Pak---"

"Nah kalau mau cerita silahkan didepan kelas." Pak Mukti memotong perkataan Samuel dan langsung menarik tangannya ke depan kelas. Dengan perasaan malu bercampur aduk seperti bubur ayam, dia akhirnya terpaksa menahan rasa malunya di depan kelas.

"Buruan cerita. Kalau tidak bapak kasih hukuman," terka pak Mukti.

Aduh demi bakso kacang hukuman aja gapapa deh.
Dia merapalkan mantra-mantra pengusir pak Mukti di hatinya.

"Gapapa pak, kasih saya hukuman aja. Saya engga tau tadi mimpi apa. Mimpinya ngeblank jadi warna hitam," ketus Samuel.

Pak Mukti tersenyum kecil. Namun jika guru tersebut sudah tersenyum, targetnya harus berhati-hati. Bisa saja guru itu sedang merencanakan hal gila yang akan disesali Samuel.

"Nyali kamu kuat juga. Yaudah bapak minta kamu minta buku bahasa indonesia setiap kelas dari kelas 10 sampai 12 lalu anter ke ruangan bapak. Gimana, sanggup gak?" tanya pak Mukti.

Samuel yang sedari tadi tersenyum simpul mulai menjadi senyum datar yang kaku. Benar sesuai dugaannya bahwa pak Mukti akan merencanakan hal yang akan disesali oleh Samuel.

"Tapi pak ... 1...2...3... ada banyak kelas disekolah pak. Mungkin ada 20 atau lebih." Samuel berusaha mencari alasan untuk meringankan hukumannya.

Pak Mukti tersenyum, "Tolong ya." Pak Mukti pun keluar kelas diiringi oleh bel istirahat yang berbunyi.

Aaron melewati Samuel yang sedang mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Ia menertawakan Samuel. Samuel membalasanya dengan matanya yang melotot tajam ke arah Aaron membuat Aaron sontak kabur dari sana.

Laut dan RahasianyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang