"Hufft...Hufft." Suara samar seorang bocah laki-laki terdengar dari balik semak-semak. Lelaki itu tampak kelelahan dan mendesah pelan. Ia terlihat tengah berlari dari kejaran seseorang. Tiba-tiba dari belakangnya, seorang laki-laki dewasa berpostur gemuk menarik tangannya.
Plakk
Pria dewasa tersebut menampar pipi bagian kanan bocah laki-laki tersebut. Ia juga menarik-narik tangan bocah itu seakan ingin memaksanya untuk pergi. Bocah laki-laki itu juga sesekali menolak dengan menahan tumpuan kakinya.
Bugh
Bugh
BughPria dewasa tersebut melayangkan pukulan dan tinju ke beberapa area tubuh sang bocah. Lebam dan memar mulai menghiasi tubuhnya. Bocah itu hanya bisa menangis.
Samuel kecil tak sengaja melewati tempat tersebut. Ia juga tak sengaja melihat bocah sepantarannya dipukuli oleh orang dewasa. Samuel berlindung dari balik dinding yang hanya menyisakan setengah wajahnya untuk mengintip. Ia mengamati perlakuan demi perlakuan pria dewasa tersebut.
"Kamu bocah gatau diri ya, Aaron?!!" Pria dewasa itu tetap memukuli dengan sentakan kasarnya.
"Ohh, namanya Aaron," bisik Samuel membalikkan tubuhnya menjadi tegap kembali.
Dari balik dinding, Samuel mengambil sebuah batu yang kemudian ia lemparkan ke arah pria dewasa tersebut. Lemparan Samuel mendarat tepat di kepala pria dewasa itu. Samuel tertawa lebar seakan puas dengan tindakannya tersebut.
"Ahahahaha, rasain lo tua bangka!" ledek Samuel. Ia kemudian melompati batu besar yang menjadi penghalang dirinya dengan kedua manusia yang berada di depannya.
Pria dewasa tersebut mengerang kesakitan. Pasalnya, dirinya baru saja diledek oleh seorang bocah ingusan. "Dek, mending gausah ikut campur ya. Pulang sono emak lo nyariin," perintah sang lelaki seraya mencengkram erat pergelangan tangan anak kecil yang ada di sampingnya.
Samuel berlari melompati dinding disebelahnya dan kedua kakinya berhasil mendarat di bagian dada pria dewasa tersebut. Sontak ia terpental jauh. Samuel membuang tangkai permen yang sedari tadi ia emut di dalam mulutnya.
"Nih bocah mau tawuran ya?? Pergi sana." Pria dewasa tersebut mulai bangkit dan berusaha mengejar mereka berdua.
Samuel tidak tinggal diam menarik pergelangan tangan Aaron dan membuatnya berlari dan melompati batu besar yang menjadi halangan mereka. Tidak ada pilihan lain selain menghindar dari kejaran pria dewasa tersebut.
****
Mereka akhirnya sampai di sebuah gubuk kecil setelah perlarian yang sangat jauh. Samuel berputar haluan dan bola matanya mencari-cari keberadaan pria dewasa tersebut. Merasa ia menemukan titik keberadaannya, Samuel menarik tangan Aaron dan membawanya ke dalam gubuk, tempat yang dianggap aman oleh Samuel.
"Ssst...Kita aman disini," ucap Samuel menenangkan Aaron yang tengah menangis sendu. Sesekali Samuel mendesah pelan karena kelelahan.
"Gue Samuel. Nama lo?" tanya Samuel.
"Aaron."
"Nama yang keren, mulai sekarang lo jadi wakil gue, oke?" Samuel menjabat tangan Aaron.
Aaron mengerutkan dahinya. "Wakil apa?" tanya nya penasaran dengan mata yang berbinar.
Samuel tertawa kecil dan kemudian ia berdiri. Samuel meregangkan otot badannya yang hampir remuk. Ia kemudian menghadapkan dirinya tepat di depan Aaron.
"Genk. Tapi belum punya nama." Samuel kembali duduk di samping Aaron.
Aaron hanya diam memandangi langit-langit gubuk tersebut. Kedua tangannya melingkar di kakinya. Ia kemudian memejamkan matanya.
"Gimana kalau Bramsel gank, lo suka gak?" tanya Samuel.
Aaron membuka pejaman matanya kembali. Ia melirik ke arah Samuel. Samuel bergidik ngeri melihat wajah Aaron yang lebam dan sedikit mengeluarkan darah.
"Gue gasuka sama darah. Gue obatin ya?" Samuel kemudian berdiri menuju sebuah lemari dan berusaha meraih sebuah kotak besar yang bertuliskan "p3k".
"Ahh." Aaron mengerang kesakitan ketika Samuel membalut luka yang tersebar di sekujur tubuhnya. Air matanya perlahan tumpah membasahi pipinya.
"Sst diem ... gausah cengeng. Lo itu lakik," kekar Samuel.
"Lo udah jadi bagian dari Bramsel sekarang. Tugas kita sederhana, menegakkan keadilan pada anak-anak yang terkena kekerasan." Samuel menyimpan barang-barang yang ia keluarkan tadi dan menutup kotak p3k tersebut.
"Masalah lo tadi apa?"
Aarob memegang pipinya yang sudah terbalut plesteran di sana. Ia kemudian tersenyum kecil pada Samuel. "Makasih," pinta Aaron.
"Lo kenapa ma tua bangka tadi?" tanya Samuel.
Aaron menghela nafasnya panjang. Senyumnya kini memudar. Ia kembali menatap jajaran langit-langit. "Gue dijual orang tua gue," jawab Aaron.
"Ah, cerita lo terlalu brutal. Gue mau lo cerita sama gue ketika lo siap, oke? Mulai sekarang kita partner. Ingat p-a-r-t-n-e-r," ujar Samuel seraya mengayunkan tangannya ke arah Aaron.
Aaron kembali melengkungkan senyumannya. Ia menerima ayunan tangan yang berada tepat di depannya. Aaron mengangguk pelan dan Samuel tersenyum simpul.
"Masalah makan, baju, sekolah itu aman sama gue selagi lo jadi partner gue." Samuel berdiri dan melangkahkan kakinya menuju sebuah sofa yang berada di depan mereka.
Aaron tetap berada di tempatnya memandangi Samuel dengan tatapan bingung. "Kenapa lo sebaik itu sama gue?" tanya Aaron pada posisi yang sama.
Samuel tertawa kecil dan menegapkan postur tubuhnya kembali. "Gue gamau lo ngerasain hal yang sama kayak yang gue rasain. Panggil gue bung Samuel, oke?" pinta Samuel.
"Oke, Bung! Dimengerti!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Laut dan Rahasianya
Teen FictionTentang aku, kamu dan hujan kala itu. Aku adalah senja dan kamu adalah fajar yang tidak akan mungkin dapat aku raih. Siapa sangka ternyata Dhio mahendra harus mengalami serangkaian perjalanan hidup yang membuatnya harus merelakan seumur hidupnya unt...