21. harga diri

14 16 0
                                    

Besoknya, Davina dan Dhio pergi ke sekolah bersama. Wajah Dhio tampak berseri sedangkan Davina masih mencerna kejadian semalam.

Mereka tiba di sekolah. Dhio menjadi lebih dekat dengan Davina. Begitu juga sebaliknya Davina.

"Mau makan apa?" tanya Dhio di kantin sekolah saat mereka melewatinya.

Mata Davina berkeliling mencari menu sarapan yang cocok untuk dirinya, "Emm ... roti ini dua sama air putih aja." Davina memilih roti rasa coklat. Setelah membeli menu sarapan mereka memasuki kelas.

"Gandeng tangan gue dong," perintah Dhio.

"Buat apa?" tanya Davina.

Dhio melirik Davina sejenak dan tersenyum kecil, "Kan sekarang lo pacar gue," sambun Dhio.

Apa yang dikatakan Dhio ada benarnya. Namun, Davina masih berfikir memangnya begini orang normal pacaran? Dia terus bergumam bertanya-tanya hal yang seharusnya tidak perlu ditanya.

"Buruan dong." Dhio mendesak Davina untuk menggandeng tangannya.

Dengan spontan, Davina meraih jari-jemari Dhio dan mengenggamnya erat. Mereka lalu melangkahkan kaki memasuki kelas.

***

"Cieee, ada yang baru jadian," ketus Samudra menyambut mereka di bangkunya.

Dhio tertawa kecil. Mereka berdua saling melepas genggamannya. Davina duduk di bangkunya dan mengistirahatkan dirinya sejenak begitu pun sebaliknya dengan Dhio.

"Heh lo." Clarissa mendorong bahu Davina pelan. Wajahnya tampak panas mungkin karena melihat Dhio dengan Davina, "Berani lo pacaran sama Dhio? Dasar cewe cacat!" bentak Clarissa pada dirinya.

Dhio tidak tinggal diam, ia langsung menghampiri Davina, "Kenapa lo bentak cantiknya gue?" kesal Dhio seraya mengacungkan kepalan tangannya ke Clarissa.

Tangan Clarissa melingkari pinggangnya. Ia kemudian membuang pandangannya ke arah lain lalu tertawa lebar, "Lo sama cewe cacat begini? Ga salah ngambil keputusan, Dhi?" sindir Clarissa.

Dhio mengepalkan tangan kanannya. Ia menatap tajam Clarissa yang tertawa nyengir. Tak lama, Samudra datang meredam amarah diantara mereka.

"Aelah, Ris. Dari semalam cari masalah aja. Daripada sama Dhio mah mending ma gue aja." Samudra tebar pesona diantara keributan itu.

"Gak lucu woi kere." Dhio memutar bola matanya ke arah Samudra dan membentaknya dengan nada tinggi.

"Lagian lo pada ngapain ribut disini? Ganggu tau gak," ketus Samudra.

Davina meninggalkan mereka bertiga disana. Dhio ingin menghampirinya namun Clarissa menghalanginya, "Emang kurang apa sih gue bagi lo?" tanya Clarissa.

Dhio merasa geram. Dia setengah tersenyum, "Permisi," tuturnya sinis lalu pergi dari sana.

***

Dhio mengejar Davina yang sudah berjalan menuju koridor. Ia berlari dan meraih tangan kanannya, "Tunggu, Vin," perintah Dhio.

Davina menoleh kebelakang. Air matanya tumpah sedari tadi yang berusaha ia tahan. Ia kemudian mengatupkan bibirnya rapat lalu bola matanya bergerak ke atas membuang pandangannya dari Dhio.

"Lo jangan salah paham," ucap Dhio.

"Salah paham gimana, Dra? Kan bener Vina bilang kalo Clarissa---" Davina menghela nafasnya, "Clarissa suka sama lo. Sekarang lepasin tangan Vina," sambung Davina.

Dhio melepas tangan Davina dan membiarkan gadis itu kembali berjalan entah kemana, "TAPI GUE SAYANG SAMA LO," jerit Dhio. Davina menghentikan langkahnya sejenak tapi ia berusaha untuk tidak melihat ke belakang. Ia memilih untuk pergi mencari bangku koridor yang bisa menjadi tempatnya berteduh.

Laut dan RahasianyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang