Pengakuan

113 10 0
                                    

Hallo Reader, mohon maaf ya saya lama amat enggak muncul. Enggak bisa kasih alasan juga, jadi mohon maklum.  Jangan terlalu berharap saya bakal konsisten nulis dikarenakan sesuatu. Ya mohon pengertiannya aja. Matur Suwun.


---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Butuh jeda sekian detik untuk Nisrin mencerna pernyataan bernada kekhawatiran sang ayah. Padahal tidak sampai dua puluh empat jam yang lalu dia yakin dengan keputusannya, sekarang lidahnya kelu untuk membalas perkataan itu.

Lebih tepatnya, dia bingung apa yang menimpa ayahnya sampai-sampai kalimat yang rasanya mustahil terucap dari bibir sang ayah, keluar secara tak terduga.

"Bagimana, Nak? Kenapa kamu terdiam?" Tidak mendengar sepatah kata jawaban dari Nisrin membuat pikiran Ikhsan semakin tak tenang. Kecemasan bahwa anaknya kembali menderita dikarenakan pria yang sama, mungkin akan membuat Ikhsan mempertimbangkan ulang.

Nisrin menelan saliva untuk melancarkan kerongkongannya, kemudian menjawab dengan nada meyakinkan, "Abi, jangan terlalu mengkhawatirkan Nisrin. Nisrin baik-baik saja. Memang butuh waktu untuk memahami Aidan, tapi insyaallah kami akan saling melengkapi kekurangan masing-masing. Tolong percayai Nisrin, Abi. "

Tanpa keraguan. Binar mata itu seolah berbicara bahkan sebelum Nisrin menyelesaikan perkataannya, dan meruntuhkan segala kekerasan hati Ikhsan bak meletakkan es di bawah terik.

Nisrin menghela napas lega saat ayahnya mengangguk pelan, bukti dia telah diserahi keputusan untuk memilih. Dia tahu konsekuensi yang dia tanggung akan sebanding. Jika itu mampu meredakan kecemasan sang ayah, berbagi atap bersama seekor serigala pun Nisrin rela.

***

Keesokan pagi, Nisrin kembali dari rumah sakit, karena paman dan bibinya telah dikabarkan, Nisrin meminta izin untuk pulang sebentar menemui anaknya.

Noni sedang berjemur bersama Muhammad saat Nisrin tiba di rumah.

"Nyonya sudah datang. Bagaimana keadaan Bapak?"

"Sudah lebih baik. Muhammad enggak rewel, kan?"

"Agak rewel, mungkin karena jauh dari ibunya."

Nisrin mengambil alih Muhammad, mengkudang dan menciuminya.

"Mbak Noni, Aidan pulang semalam?" bisik Nisrin.

"Ndak, Nyonya. Tuan Aidan enggak pulang seharian."

Kemana Aidan pergi setelah mengacau? Nisrin bertanya-tanya.

Kemana lagi dia bisa pergi. Dengan sangat terpaksa dia bermalam di kediaman Firman.

"Kapan kau pulang?" ujar Firman dengan nada malas. ini bukan pertama kalinya, tetapi entah kenapa mengulang hal yang sama seolah menjadi kebiasaan Firman.

"Sampai bulan purnama datang," kelakar Aidan menimpali sindiran Firman.

"Bah, mau nunggu Raden Lupin* jadi werewolf*kau?"

"Biar sekalian dateng kemari."

"Baiknya kau buru-buru pulang-lah."

"Ngusir?"

"Iya ngusir."

"Sungguh cara yang ramah Cak Fir. Apa masih ada nurani?"

"Seng dak duwe nurani itu koe. Apa koe ora saaken karo bojomu.* Pasti bojo kuwi menanti-nanti, bukan. Mau sampai kapan lari terus dari masalah? Hadapi ae. Jarene rijjal!*"

"Rijjal tulen kok."

"Sini lorrot celanamu."

"Mesum!"

"Nggapleki kon!" jurusnya, kesal.

Firman yang memilih ngekost karena dekat dengan tempat kerja dan kampus, justru merana karena tidak dapat sering-sering pulang bertemu istrinya. Karena itu dia merasa pernikahan Aidan terlalu unik cenderung aneh karena Aidan yang tidak dewasa lebih sering kabur saat tertimpa masalah berat di depan matanya.

Seperti kali ini, setiap kali Aidan mendatangi Firman hanya satu hal yang akan dia pinta, bermalam di rumahnya. Biasanya Firman akan membiarkan, Namun, kali ini berbeda. Aidan terlihat gelisah semenjak datang, seolah-olah dia mengharapkan seseorang meyuruhnya kembali, memberinya keberanian untuk pulang ke rumah.

"Memangnya ada Kuntilanak di rumahmu?"

"Ada yang lebih menyeramkan dari Kuntilanak."

"Halah, sama setan aja koe dak takut, kok ya sama istri sendiri takut."

"Siapa bilang takut."

Benar dia merasa takut akan sesuatu. Tetapi, bukan itu intinya. Aidan tidak bisa mendeskripsikan perasaan bingungnya kali ini. Ada dorongan aneh yang memaksa Aidan untuk segera pulang, bertemu dengan ketakutan terbesarnya yang sesungguhnya mungkin tidak semenakutkan pikirannya, dan memberitahukan tentang keadaan pria tua itu.

Apa yang dia pikirkan. Wanita itu pasti segera diberitahu.

Dan bagaimana reaksinya? Apakah wanita itu akan bersedih? Atau dia akan marah pada Aidan?

Karena inilah Aidan merasa keheranan. Mengapa dia peduli dengan reaksi Nisrin? Dia toh tidak peduli apa yang dipikirkan wanita itu. Dia hanya teringat saat beberapa kali Nisrin tanpa malu menunjukkan ekspresi memalukan di depannya. Wanita itu terlihat rentan. Kecuali mulutnya yang tajam, setiap hal yang ada pada Nisrin adalah kelemahan yang seharusnya tidak Nisrin tunjukkan.

"Fir, serius menurutmu kenapa wanita berpura-pura terlihat lemah di depan pria?"

"Pembahasan absurd apalagi ini Pak Arkan. Anda sehat?" Aidan menggerutu singkat yang dibalas gelak tawa dari Firman. Tidak biasanya Aidan yang anti pada nasihatnya justru malah meminta, mau tak mau Firman jadi serasa ingin menggodanya. "Jadi begini, Pak Arkan. Mbah Jomblo pernah berkata, sebenarnya para perempuan itu kuat, bahkan lebih kuat dari pada pria. Mereka terlihat begitu(lemah) karena mereka ingin para pria mengisi peran untuk melengkapi hidup mereka yang membosankan. Dikatakan salah satunya, para wanita butuh seseorang untuk menjadi budak cinta mereka. Para Pria contohnya adalah pion yang bisa mereka korbankan dan kuasai demi mencapai puncak dunia. Huahaha."

Ngawur, ujar Firman dalam hati. Dia hanya berniat bercanda karena pertanyaan yang OOC dari Aidan, tentu pria itu tidak serius kan menanyakan hal itu. Mana mungkin kan ada yang menanyakan hal membosankan itu, karena semua orang sudah tahu, wanita adalah makhluk yang lembut, mereka kuat dengan caranya sendiri, mengatakan mereka lemah sama saja dengan penghinaan. Berpura-pura lemah? Apalagi alasan yang bisa terpikirkan oleh para pria. Karena para pria suka ketika ada perempuan yang bersandar pada mereka, terlebih wanita lebih suka merasa dilindungi karena merasa dicintai dengan indah.

Sayangnya, yang tidak Firman ketahui adalah bahwa Aidan yang sedang dalam mode serius mengambil perkataannya dengan kesimpulan sendiri. "Para wanita bermaksud memonopoli hidupnya, dengan wajah memelas dan sok imut mereka menggaet para pria untuk dimanfaatkan demi kepentingan mereka."

Aidan geram. Jadi begitu. Nisrin berpura-pura terlihat lemah di hadapannya karena berharap dia luluh, dan saat itulah dia berniat membalas dendam dan menghancurkan hidupnya. Dia tidak akan tertipu lagi dengan tangisan Nisrin. Aidan tidak akan pernah mengizinkan hal itu terjadi.

***

*Prof. Lupin karakter fiksi Harry Potter.

* "Yang enggak punya nurani itu kamu. Apa kamu enggak kesian sama istrimu?"

*"Katanya, Laki!"

Tanpa RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang