Seteru

250 33 8
                                    

Assalamualaikum. Gomen man teman karena aku hiatus lagi dan lagi. Semoga masih ada yg mau baca cerita Aidan-Nisrin ya. Aku mau coba lebih konsisten lagi. Benar-benar kekurangan asupan semangat nulis karena merasa tulisanku amat tak sempurna dan aku tak pernah serius

***

"Seandainya kamu tidak pernah terlahir."

Satu degupan yang menyakitkan. Aidan pernah mendengar kata-kata itu keluar dari bibir seorang yang dia kasihi lalu ia mulai membenci, dan kebencian itu menumpuk hingga tidak ada lagi ruang tersisa.

Tidak heran, dalam pandangannya, sejak terlahir manusia tidak diberikan pilihan. Tidak sekalipun. Manusia tidak dapat memilih, dimana, kapan, dan dari rahim siapa dia terlahir. Mereka menjadi pria atau wanita sejak awal tercipta. Seperti Aidan, segala hal tentangnya telah ditentukan. bagaimana sekolahnya, pakaiannya, makanannya, masa depannya, bahkan sekarang istrinya, bukan berdasarkan atas kehendaknya sendiri.

Skuter Rocky adalah salah satu bukti bahwa dia manusia, itu yang dikatakan Salma. Skuter itu pun lebih kepada pemberian dibandingkan pembebasan atau pemberontakan dan dia tidak benar-benar turut campur menentukan.

Tetapi perempuan itu... Ai Nisrin menyuruhnya memilih.

"Bang? Jadi pilihnya sampo yang mana?" Aidan masih diam mengernyit sambil membaca lamat-lamat kandungan yang tertera di kedua label botol sampo di tangannya. "Ini udah lima menit loh. Biar Nisrin yang pilih saja ya."

Sial. Ini karena sampo yang biasa dia gunakan tidak terlihat di rak manapun, Aidan jadi membuang-buang waktu. Dia melirik Nisrin yang dengan cepat memilih barang-barang setelah sekilas melihat nama dan merknya. Dia seolah tahu apa yang dibutuhkan.

Seharusnya Aidan menolak saja sewaktu Ai Nisrin mengajaknya berkeliling saat dia memberikan dompetnya yang ketinggalan.

Berbelanja untuk pertama kalinya dalam dua puluh empat tahun hidupnya. Aidan perlu memilih karena selama ini dia selalu diperlakukan sebagai raja, apapun telah tersedia bahkan tanpa perlu dia meminta. Rahmadi memang royal meski bukan berarti baik hati apalagi untuk anak semata wayangnya.

Nisrin menangkap lirikannya, dengan cepat memindahkan Muhammad padanya. "Tolonga jagakan sebentar."

"Kenapa saya harus pegang bayi ini?"

"Jadi mau belanja sendiri aja atau mau pegang bayi?"

"Saya menolak keduanya."

"Pengertian sedikit bisa gak sih?"

Perkataan Nisrin agak mengejutkan termasuk juga bagi dirinya. Apa Nisrin sudah mulai mengeluarkan sifat aslinya. Nisrin terperanjat, menunduk memukul bibirnya sendiri. Aidan mendengar suara lirih maaf. Keduanya terdiam.

"M-maaf. Tapi tolong jaga sebentar, saya enggak akan lama."

Aidan kelu. Nisrin masih menunduk tak nyaman selepas itu mulai menjejalkan sisi troli. Mungkin itu juga kesalahannya, entah bagaimana semua yang dikatakan Nisrin terdengar menyebalkan di telinganya dan secara spontan Aidan juga bermaksud membuatnya kesal.

Bahkan sampai mereka pulang ke rumah tidak satu pun kata yang meluncur dari Nisrin yang bisa aidan kategorikan bawel. Mengingat hanya segeintir perempuan yang diketahui namanya dan lebih sedikit yang dikenalnya.

Aidan tanpa sadar jadi memperhatikan. Dia tahu ada yang salah dengan Nisrin karena hari ini benar-benar diam. Benar-benar tenang. Bukan tidak menyenangkan, hanya saja terasa aneh. Seminggu ini walaupun dia tidak pernah menggubris, Nisrin secara konstan mencoba dekat dan berkomunikasi dengannya, bahkan saat kejadian ibunya juga Nisrin tidak mengucap apapun.

Tanpa RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang