³

2.3K 253 48
                                    

"Pulang sana, aku gak enak sama yang lain. Apalagi sama Renjun." usir Jisung saat Jaemin masih saja bertahan di dalam kamar apartemen miliknya padahal hari sudah mulai beranjak malam.

"Aku nginep sini boleh gak sih?"

Celetukan Jaemin itu langsung membuat Jisung memukul lengannya.

"Canda sayang, galaknya." sungut Jaemin sambil memegang lengannya yang habis Jisung pukul tadi.

"Makanya pulang."

"Aku masih pengen disini sama kamu."

"Ntar kamu nyampe rumahnya kemaleman, gimana?"

Jaemin terdiam. Seperti ingin menyampaikan sesuatu tapi ia ragu.

"Sayang .. Kamu sayang aku gak?" justru itu yang keluar dari mulutnya, tatapannya lurus kearah Jisung.

Ha? Jisung menaikkan sebelah alisnya bingung. Refleks dia menyentuh dahi Jaemin dengan punggung tangannya.

"Kamu gak panas .."

Dan Jaemin segera menepisnya pelan. Lekas dia meraih tangan Jisung itu dan menggenggamnya erat.

"Aku sayang banget sama kamu." ucapnya pelan sekali.

Jisung tak bergeming. Mencoba menyelami apa yang sedang Jaemin-pacarnya itu pikirkan. Tapi nyatanya dia tak mampu. Terakhir kali Jaemin seperti ini saat mamanya masuk rumah sakit. Saat itu dia butuh dukungan, Jisung paham. Tapi kali ini apa?

“Besok mau gak ikut aku?”

“Kemana?”

“Pindahan.”

Jisung sedikit mengernyit.

"Maksudnya?"

“Capek pulang pergi dari rumah kejauhan.” Jisung akhirnya paham. Sudah berkali-kali dia menyarankan Jaemin untuk membeli apartemen saja. Karena jarak rumahnya ke kampus itu sangatlah jauh. Bisa memakan waktu yang lama di jalan, belum lagi kalau macet atau pada saat musim hujan. Dan akhirnya Jaemin menurutinya juga.

“Udah nemu apartemennya? Dimana? Atau jadi ikut Jeno?”

Dulu Jeno sempat menawarkan untuk satu apartemen dengannya.

“Bukan sama Jeno tapi sama Bangchan dan yang lainnya. Ada Hendery juga, kita patungan beli rumah buat tinggal.”

Oh. Jisung mengangguk paham. Dulu Jaemin menolak ajakan Jeno karena teman-teman disekitar apartemennya Jeno itu kebanyakan anak hukum, dia tidak kenal. Jisung maklum, mungkin itu juga alasan Jaemin lebih memilih sesama anak teknik arsitektur.

“Gimana rumahnya? Nyaman gak?”

Jaemin mengangguk.

“Besok ikut kesana ya?” ajaknya kepada Jisung.

“Jadi ada berapa orang yang patungan beli rumah itu?”

“Enam. Aku, Bangchan, Hendery, Mark, Beomgyu sama Felix.”

Suara Jaemin memelan tapi Jisung masih bisa mendengar dengan sangat jelas.

Dua nama terakhir itu?

Refleks Jisung melepaskan tangan Jaemin yang tadi masih menggenggam tangannya.

“Beomgyu sama Felix juga? Pacarnya Bangchan sama temennya itu ngikut kalian juga?”

Sumpah, Jisung shock. Tidak menyangka.

“Mereka cuma numpang hidup doang sama kita mah.” Mungkin maksud Jaemin bercanda. Tapi Jisung tidak mendengar itu sebagai sebuah candaan. Terlepas dari langkanya 'pihak bawah' di fakultas teknik.

Lalu bagaimana jika seseorang yang memendam rasa pada pacarnya itu tinggal dalam 1 rumah? Meskipun kata Jaemin mereka semua teman. Kalau boleh jujur, Jisung sudah berpikiran macam-macam. Walaupun Jisung akui, banyak disekitarnya yang menjalani hidup seperti itu. Banyak teman-temannya di kampus yang tinggal bersama pacarnya, menginap sampai melakukan hal-hal diluar batas.

Iya itu memang benar adanya, banyak malah. Tapi dia bukan penganut kehidupan yang seperti itu. Otaknya masih cukup waras untuk menjaga harga dirinya.

“Jadi gue orang terakhir yang tau?” ucap Jisung pelan, bibirnya bergetar. Jaemin baru cerita dan dia yakin ini tidak begitu saja terjadi. Mereka memutuskan membeli rumah bersama, tidak mungkin terjadi hanya dalam hitungan jam. Dan dia diberitahu di detik-detik terakhir.

“Kemaren mau bilang tapi lupa.”

Lupa? Lupa atau sengaja Jisung pun tidak tau. Dia terus terdiam kelu. Pandangannya mulai nanar. Dan sesak di dada itu tiba-tiba menyeruak tanpa permisi.

“Sayang?” dan rupanya Jaemin menyadari itu.

“Lo pulang aja gue ngantuk.”

Tak ada yang bisa Jisung lakukan selain mengusir Jaemin dari sana. Tapi Jaemin tetap tak beranjak dari tempatnya. Dia terus menatap Jisung yang mulai mengalihkan pandangannya.

Jaemin kenal Jisung, dia tau kalau Jisung marah, dia tau kalau Jisung kecewa.

Seperti saat ini.

Dan yang bisa dia lakukan hanya memeluknya. Jisung diam membiarkan Jaemin merengkuh tubuhnya.

“Mau nolak ajakan mereka aku gak enak.” Ucap Jaemin pelan setengah berbisik. Tapi Jisung cukup mendengarnya dengan jelas. Sejelas dia mendengar kalimat Jaemin berikutnya.

“Kemaren mau bilang ke kamu tapi takut kamu marah.”

“Aku gak marah.” Sangkal Jisung bohong. Karena airmata yang menetes perlahan itu cukup membuktikan kalau dia kecewa. Kecewa atau entahlah kata apa yang cocok mewakili perasaannya saat ini.

Kalut, dia memilih diam dan membiarkan Jaemin bicara.

“Kamu percaya sama aku kan?”

Iya, masih mencoba percaya dan terus percaya.

“Aku anggep Beomgyu sama Felix itu sama kayak aku anggep Renjun dan juga Haechan sama Chenle.”

Mungkin iya tapi apa Beomgyu atau Felix juga berpikiran yang sama seperti pacarnya ini?

“Aku gak akan macem-macem, sayang."

Iya tau ..

“Aku pulang, kamu jangan tidur malem-malem.” Pamit Jaemin kemudian.

Jisung hanya mengangguk membiarkan Jaemin melepaskan pelukan pada tubuhnya. Membiarkan Jaemin mengecup bibirnya singkat. Hanya sekejap lalu mengelus puncak kepalanya.

Dan kemudian pergi.

Akan selalu seperti ini. Jisung akan selalu luluh dengan perlakuan Jaemin padanya. Seperti yang sudah-sudah.

Seperti saat Jaemin lebih memilih game atau basket.

Tapi kali ini beda.

Jisung menghembuskan nafasnya dalam-dalam.

Entah mengapa, rasanya begitu sesak.

TBC.

Book ini tidak akan ada adegan skidipapapnya, soalnya aku mau liat beneran gak kalau readersku cuma suka baca book aku karena ada adegan skidipapapnya aja.

Terimakasih bagi yang tetap baca book ini. 😊

Cieeee 😚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cieeee 😚

  𝓓𝓸𝓷'𝓽 𝓛𝓮𝓪𝓿𝓮 𝓜𝓮 【𝓔𝓝𝓓】☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang