Full day school membuat siswa-siswi SMA Anggit Nawasena itu pulang pukul 4 sore. Jika tidak ditambah dengan ekskul.
Dan kebetulan hari ini bukan jadwal ekskul dari kedua gadis yang salah satunya tertunduk lesu sambil memilin hijabnya. Satunya lagi mengayun-ayunkan kakinya yang menganggur sambil menghela napas berkali-kali.
Irana, remaja cantik kelas 2 SMA itu masih satu sekolah dengan Isvara, mereka selalu pulang bersama lalu dijemput Chandra menggunakan mobil Shaka.
Seperti kali ini, mereka duduk di halte yang sudah sepi. Isvara sangat jenuh menunggu Chandra menjemput mereka, begitu pula Irana.
"Ish! Kak Chandra gak kayak biasanya. Lama banget!" gerutu Isvara. Entah sudah berapa kali ia misuh-misuh seperti itu.
"Sabar, mungkin Kak Chand kejebak macet atau ada urusan sama dosennya," hibur Irana.
Padahal ia juga sudah sangat pegal duduk di halte dengan kursi besi yang sangat tidak nyaman diduduki hingga ia mengayun lalu menghentak-hentakkan kakinya berulang kali.
"Eh, kalian. Hei, Ira. Mau nebeng? Gue anterin sampe rumah. Yuk pulang bareng," ajak Bara dengan motor ninjanya.
"Kalo aku ikut, Isvara sendirian. Ah, enggak deh, aku ga mau deket-deket cowok selain Chandra atau Om Shaka," ucap Irana dalam hati.
"Eumm, terima kasih atas tawarannya, Bara. Tapi aku sudah janji dengan Isvara untuk pulang bareng. Mungkin lain kesempatan, ya," tolak Irana halus.
Bara mengangguk lalu tersenyum begitu manis. Ia langsung tancap gas meninggalkan dua anak manusia di dalam halte.
"Udah jelas-jelas ada dua manusia di sini, malah yang di ajak cuma aku. Kalau adik gue kanpa-napa gimana?! Sinting kali, si Bara," misuh Irana dengan mata elangnya.
"Huftt. Biarlah. Dia belum tahu kalo aku adik sepupumu dan kita satu rumah. By the way, beneran kemarin Kak Bara ke rumah kita? Kok gak ngasih tau?"
Irana lalu menceritakan lagi apa yang kemarin terjadi, sampai keributan yang dilaluinya di kelas.
Sudah cerita panjang lebar, Isvara malah menanggapinya hanya dengan manggut-manggut. Persis kakaknya. Hal itu jelas membuat Irana hampir meledakkan emosinya jika tak ia tahan.
"Ih! Teh Ira udah cerita panjang lebar, kamu mah nanggepinya gitu doang," keluh Irana sembari menjawil pipi gembil Isvara.
"Awh! Ih sakit atuh, Teh Ira!" Isvara memprotes.
"Jangan-jangan kamu suka juga sama Bara?" bisik Irana dengan tatapan menyelidik.
"Gak lah, cuma kagum doang, ehe," katanya cengengesan.
Kelas Isvara dan Bara hanya terhalang satu kelas saja, Isvara sudah biasa menyapanya. Ya, hanya sekadar sapa. Isvara tidak berani lebih, ia tidak mau diamuk Irana karena terlalu dekat dengan lawan jenis selain keluarganya. Irana bilang, itu bahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untouchable Heart
Fiksi RemajaAkibat kejadian tragis di masa lalunya, Irana menjadi sosok yang sangat sulit didekati pria. Karena kecantikannya, ia menjadi incaran siswa laki-laki yang ingin menjadikannya pacar. Hal ini membuat teman-teman wanita bahkan kakak kelasnya merasa ir...