Empat.

3 1 0
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Demam Irana sudah makin membaik. Dari diagnosa dokter, Irana alergi dengan kacang kedelai. Karena itulah ia sempat mual dan gatal-gatal dan masih merasa sakit perut. Dokter juga sudah meresepkan obat dan besok baru bisa pulang setelah cairan infusnya habis.

"Biasanya kalo makan atau minum kacang kedelai kamu gak sampe sedemam ini, Irana. Paling cuma mual dan ruam-ruam, dan gak selama ini."

"Mu-mungkin karena aku kecapean juga sih," kelit Irana gugup.

"Iyaudah deh, yuk Kak Chand. Kak Ira, aku sama Kak Chandra mau ke kantin rumah sakit dulu ya, laper."

"Iya, makan yang banyak ya, kalian juga gak perlu buru-buru, aku fine kok sendirian juga, pasti kalian capek ya ngurusin aku seharian," balas Ira lantas tersenyum.

Setelah Isvara menutup pintu ruang rawat, ia menoleh ke arah Chandra. Sementara itu Irana menyibak selimut yang membuatnya gerah lantas merogoh sakunya dan mengambil benda pipih yang sedari tadi ingin cepat-cepat ia gunakan. Melihat kedua sepupunya itu menjauh dari pintu, ia segera menekan tombol call.

"Hallo, Sekar CS. Buru merapat ke sini, Isvara sama Kak Chandra udah mulai jauh."

"Iya kita dari tadi juga mantau keles. Ni dah boleh masuk ruangan lu?"

"Aman. Masuk!"

***

Sambil berjalan sepulang dari kantin menuju ruang inap, Isvara mulai membuka obrolan setelah dilanda 'canggung' dengan kakaknya.

"Kak, sebenernya minuman yang dipegang teh Ira, tuh, minuman yang sering diminum A Bara. Dan kadang sering dititip ke aku buat dikasih ke teh Ira."

Mendengar itu, Chandra menatap Isvara lekat-lekat.

"Kenapa kamu mau aja dititipin barang dari cowok asing?"

"Karena aku ... Suka ...." Ucapan Isvara terinterupsi kedatangan orangtuanya.

"Chandra, Isvara! Di mana Ira?" Indarwati dan Shaka menghampiri kedua anaknya yang bergeming.

"Teh Ira sendiri gak pernah nerima minuman itu, tapi gak tau deh," bisik Isvara pada Chandra lalu tersenyum kikuk pada sang ibu yang panik.

"Bundaku, aaaa." Bukannya menjawab, gadis itu malah memeluk bundanya dan mengecupnya. Lalu melakukan hal yang sama pada sang ayah.

"Teh Ira aman, lagi istirahat. Bunda makan dulu atuh, yuk?"

Indarwati menatap Shaka, meminta persetujuan. Seketika kedua anaknya pun menunggu Shaka berkomentar.

"Ayah ikut maunya Bunda, deh." Membuat atensi beralih pada sang Bunda.

"Bunda laper juga sih, langsung ngibrit ke sini. Panik keponakan Bunda kenapa-napa. Kalian pesenin aja, nanti makan di ruang rawat deh. Ayah Bunda mau cek kondisi Ira."

"Siap Bun!" jawab Chandra dan Isvara kompak memberi hormat layaknya abdi negara. Membuat Indarwati tersenyum. Lalu menelusup kan lengannya pada lengan Shaka. Mereka berjalan ke ruangan yang ditempati Ira. Lumayan jauh, harus menaiki tangga karena lift rumah sakit sedang diperbaiki.

Di ruang rawat, Sekar CS tengah sibuk menata meja yang biasa digunakan untuk menyimpan makanan rumah sakit itu dengan bunga-bunga dan dilapisi taplak. Lalu yang lainnya menata kue dan mematikan lampu. Ruangan hanya diterangi lilin dari kuenya. Sementara Sekar sendiri memonitor teman-temannya lewat telepon dan memastikan bahwa paman dan bibinya Irana lah yang masuk.

Setelah melihat Shaka dan Indarwati tiba di anak tangga terakhir, Sekar buru-buru meminta yang lainnya untuk keluar dan menyamar seperti orang yang antri menjenguk pasien lain di tempat acak.

"Assalamu'alaikum."

Tap.

"Waalaikumussalam," balas seseorang di ruang gelap itu.

Sesaat mereka terhenyat akan ruangan yang senyap remang-remang. Selangkah, dua langkah, hingga Irana mulai menyanyi dengan lirih.

"Se-la-mat anniversary, Om Sha-ka Bin-dar." Nyanyian itu disambut kibaran lilin yang menancap di kue yang besar bertuliskan 'happy anniversary Om Shaka dan Bibi Indarwati' itu.

(Bin-dar adalah panggilan Ira pada Indarwati, Bibi Indarwati.)

Sekar masuk dan menyalakan lampunya lantas keluar lagi sembari cengengesan.

"Apa ini Ira?" tanya Indarwati dengan mata yang berkaca.

"Om saja lupa kalau ini hari pernikahan kita Inda." Shaka menoleh pada Indarwati yang sedari tadi menatapnya.

Irana menjelaskan semuanya, dimulai dari ia nekat meminum minuman yang jelas menjadi alerginya. Hanya agar kedua pasangan itu mau meluangkan waktunya yang penuh kesibukan hingga lupa hari istimewanya.

Indarwati sudah sangat menganggap Irana sebagai anak sendiri, ia bahkan lebih mementingkan Ira dibanding anak kandungnya sendiri. Sebab diawali iba dan tahu betul masa lalu orangtuanya yang tragis, sahabat sekalian iparnya itu mengalami depresi dan tak bisa merawat Irana.

Shaka terharu dengan kejutan Irana. Meskipun agak mainstream dan berisiko. Ia juga akan menghukum Irana setelah gadis itu sembuh. Lihat saja. Shaka membatin.

Bagaimana pun, keduanya tetap khawatir dengan kondisi Ira yang nekat itu.

"Aku gak mau gagal lagi, Bi. Dulu aku udah siapin segalanya tapi Bibi sibuk, Om Shaka juga meeting lah alesannya apa lah. Sampe aku mutusin buat kayak gini biar kalian mau datang. Ayo tiup lilinnya dan cepat potong kuenya, siapkan ke aku sebagai penyelenggara acara."

"Iya Ira. Ini Bibi potong dulu, ya."

Indarwati

"Lalu Om Shaka, ini hadiah dariku. Silakan check in hotelnya satu untuk berdua ya. Ehe," lanjut Irana lalu tersenyum jahil.

"Buat Bindarku tersayang, ini kadonya." Irana menyerahkan kotak box yang ringan itu pada Indarwati.

Perempuan itu bisa menebak isi dari kadonya dalam hati, ia tampak memancarkan rona merah di pipinya.

"Dipake ya, Bi. Tapi jangan di sini." Irana mengedipkan matanya genit.

"Kami sudah gak muda lagi, Ira. Kenapa kamu terus menggoda kami? Hhmm?" Ira mengusap hijab di puncak kepala gadis itu dengan gemas.

"Wah, ada kue?" Chandra datang tanpa salam sambil menenteng beberapa plastik makanan.

"Kok jadi kayak pengantinan sih Bun? Ayah? Apaan deh ada-ada aja mejanya sampe dihias pake bunga-bunga gini, buat apa coba?" Isvara menatap lurus meja yang sudah dihias sedemikian rupa oleh teman-teman Ira.

"Sssst, hargai Irana. Dia yang punya ide," bisik Shaka masih terdengar seisi ruang.

"APA?!" Chandra dan Isvara melotot kaget dengan tindakan sepupunya itu.

#day4
#tim3

Untouchable HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang