"Aya, apakah kau keberatan jika kita berkunjung ke suatu tempat sebelum ke lokasi pindahan?" Tanya Yukimiya pada wanita berambut panjang yang duduk di sampingnya—Aya.
"Hmm, boleh. Sebentar, aku akan mengabari jasa pindahannya dulu," jawab Aya.
Yukimiya mengangguk, matanya tetap fokus ke arah depan, menunggu lampu merah untuk berubah menjadi hijau. Jari telunjuknya mengetuk setir mobil demi mengatasi kebosanannya.
"Aku sudah mengabari mereka, Kenyu. Jadi, kita akan ke mana?" Tanya Aya setelah kesunyian yang sempat melanda.
"Kau akan tahu nanti," Yukimiya melirik Aya sembari tersenyum.
. . .
Yukimiya memarkirkan mobilnya di tempat yang tersedia, kemudian keluar dari mobil dan diikuti oleh Aya.
"Ken ..." gumam Aya.
Yukimiya yang mendengar gumaman Ayapun tersenyum kecil lalu berjalan mendahuluinya. "Ayo." Ajak Yukimiya.
Dan di sinilah mereka, berdiri di hadapan batu yang bertuliskan nama orang yang sangat mereka kenal, Hakasa [Name].
Yukimiya Kenyu menatap batu nisan tersebut, begitu pula dengan Aya. Aya melirik Yukimiya, menduga bahwa Ia akan mendapati lelaki itu menatap nisan dengan tatapan yang selalu terpancar setiap kali berkunjung. Tatapan nanar yang diiringi rasa kehilangan yang teramat besar.
Nyatanya, tidak. Tatapan lelaki itu kini berubah. Tersenyum teduh dan lembut.
Ia kira, punggung kuat itu akan melemah. Namun, lelaki di sampingnya itu terlihat menjadi lebih kuat dari sebelumnya.
Tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya, ada kalanya mereka datang bersama untuk berdoa ataupun tak sengaja bertemu di makam. Oleh karena itulah, Aya mengetahui bagaimana tatapan seorang Yukimiya yang telah ditinggal oleh sang kasih.
Yukimiya kemudian duduk bersila, sedangkan Aya masih berdiri sambil menggenggam erat tasnya.
"Halo, [Name]. Seperti biasa, aku mengunjungimu lagi. Kini aku membawa Aya lagi, tak apa?" Suara lembut Yukimiya mengudara.
"Setelah bertahun-tahun, akhirnya aku bisa lebih menerima kepergianmu. Setelah bertahun-tahun akhirnya aku keluar dari keterpurukanku. Dan setelah bertahun-tahun pula, aku ... "
"... membuka hati."
Yukimiya mengelus nisan, "apa kau bahagia sekarang? Mengetahui bahwa aku sudah mulai membuka hati pada orang yang kau percayai untukku?"
"Kami akan bertunangan. Aku dan Aya akan bertunangan. Mungkin ini terdengar tidak pantas, tapi ... aku berharap kau ikut berbahagia atas kabar ini." Yukimiya menunduk, ia merasa tidak pantas untuk berharap [Name] ikut berbahagia.
Yukimiya berdiri, menoleh ke arah Aya yang menunduk. Bahunya bergetar, ia menangis, "Aya?" Tanya Yukimiya.
Aya menegakkan kepalanya kembali sembari mengusap air mata di wajahnya.
"Aku tidak apa-apa," ungkapnya.
"Aku ingin berdoa untuk [Name], sebentar ya," Ujar Aya.
Yukimiya mengelus punggung Aya, bermaksud untuk menguatkannya, "Mari lakukan bersama." Ajak Yukimiya.
.
Yukimiya maupun Aya sudah selesai berdoa. Kemudian, merogoh kantong kemejanya, mengeluarkan sebuah amplop dengan kesan vintage. Dan meletakkannya di dekat nisan [Name].
"Apa isinya?" Tanya Aya.
Yukimiya menatap amplop tersebut, "a last letter." Ungkapnya.
.
Yukimiya dan Aya kemudian bertolak dari tempat itu. Tanpa mereka ketahui atau sadari, seorang gadis dengan perawakan yang khas remaja 18 tahun menumpukan sikunya di atas nisan keluarga Hakasa. Dengan dagu yang ditampung oleh telapak tangannya. Ia berada di sana sedari kedatangan Yukimiya dan Aya.
"Setelah empat tahun baru bisa move on? Ckckck, Yukimiya Kenyu, kau terlalu mencintaiku."
Si gadis kemudian tersenyum teduh, "tentu aku sangat bahagia, Aya, Kenyu. Berbahagialah selalu."
. . .
Fin

KAMU SEDANG MEMBACA
Untukmu nan Jauh Di Sana
أدب الهواةYukimiya meraih lembaran-lembaran kuning yang berisi tulisan-tulisan indah. Membacanya kata per kata dan kalimat per kalimat. Meresapi setiap kata dengan khidmat. Merasakan segala perasaan yang tertuang di dalam tulisan indah sang Puan. Notes🖊 ▪︎Bl...