20 - Diam Diam

14.8K 466 26
                                    

Tak terasa, hubungan antara Ahmad dan Zidan telah berlangsung selama 3 bulan lamanya.

Mereka pun semakin dekat setiap harinya.

Ahmad seakan telah menjadi bagian dari anggota rumah ketiga, setelah Zidan dan papahnya.

Pagi ini, mereka bertiga sedang menyantap sarapan pagi bersama di meja makan.

Posisinya, Ahmad dan Zidan bersebelahan. Sedangkan Adlan duduk di seberang mereka sendirian.

"Oh iya pah. Hari ini Zidan diundang ke acara temen. Party. Sekalian nginep di rumanya"

Adlan mengangguk.

"Ahmad ikut kamu?" Tanya nya.

Mendengar itu Ahmad juga penasaran.

Zidan menggelengkan kepalanya.

"Temen temen aku nanti jemput ke sini. Jadi mas Ahmad gak perlu ikut"

"Tapi kan dia bodyguard kamu. Nanti kalau ada apa-apa gimana" ucap Adlan.

"Tenang pah. Temen aku juga punya banyak bodyguard kok. Kasihan juga nanti mas Ahmad kalau ikut. Boti semua di sana. Hahaha"

"Yaudah terserah kamu. Papah setuju aja"

Mereka melanjutkan sarapannya.

"Hmm?!!" Ahmad menunjukkan ekspresi kaget.

Badannya tersentak.

"Kenapa mas?"

"Ohh... E-Enggak dek Zidan. Saya keinget belum manasin mobil"

"Kan biasanya juga udah sarapan" ucap Zidan.

"I-Iya... Anu"

"Ada ada aja dehh"

Adlan tersenyum melihat interaksi keduanya. Karena apa?

Penyebab Ahmad kaget adalah kaki Adlan yang bermain di selangkangan Ahmad.

Di bawah sana, tangan Ahmad langsung menepis kaki Adlan.

Namun hal itu tak berpengaruh apapun. Adlan kembali memainkan kakinya.

Ia menggeleng kepada Ahmad, menandakan Ahmad tidak boleh berontak atau dia akan melakukan sesuatu.

Ahmad menelan ludahnya kasar.

"Kalau gitu Zidan siap-siap dulu ya" ucap Zidan setelah menghabiskan sarapannya.

"Iya sayang" ucap Adlan.

Kini tersisa Adlan dan Ahmad. Berdua di meja makan.

"J-Jangan pak Adlan"

Sebetulnya Ahmad ingin berontak. Ia bisa saja langsung pergi. Namun kembali lagi, Adlan bukan lah sahabat Zidan atau pun orang lain yang tak dikenal.

Dia Boss nya!!!

Bisa bisa Ahmad dipecat.

"Ahmad... Kamu pacaran ya sama Zidan?"

"A-Anuu... Enggak"

"Alahhh jangan bohong kamu. Kalian dekat begitu, mana mungkin gak ada sesuatu"

"Jawab saya. Apa yang kamu mau dari Zidan? Hartanya?"

Ahmad menggeleng.

"Saya teh cinta sama dek Zidan"

"Got youu!! Kalian benar pacaran kan!!"

Ahmad gelagapan. Ternyata itu pertanyaan jebakan.

"Apakah kamu pantas memacari anak saya? Jawabannya... Tidak"

Ahmad mematung di tempat.

Apakah hubungannya akan berakhir hanya karena tak mendapat restu?

"Enak kaki saya daritadi mainin punya kamu"

Ahmad menggeleng.

"Tapi kok tegang. Gede lohh. Ini saya bisa rasain pake kaki saya"

"A-Anu... Saya mau berontak, tapi saya teh segan. Gak berani berontak. Pak Ahmad kan boss saya"

"Ohh gitu. Kembali ke topik pembicaraan... Memang nya kamu punya apa untuk diberikan ke Zidan?"

Ahmad nampak berpikir.

"Kamu punya uang yang banyak?"

Ahmad menggeleng.

"Lalu apa yang kamu punya?"

"Saya bisa melindungi dek Zidan dan mencintai nya sepanjang hidup saya"

"Pffft. Hahaha!! Cuman makan cinta mau bahagia darimana?!!"

Adlan beranjak dan berjalan mendekati Ahmad.

Ia duduk di atas pangkuan Ahmad dan mengalungkan tangannya di leher Ahmad.

"P-Pak... Jangan pak. Nanti dek Zidan lihat" Ahmad ingin sekali mendorong Adlan namun ia 'tak bisa'.

Takut dipecat.

"Dengerin saya"

Ahmad pun berusaha menatap mata Adlan meski takut-takut.

"Kamu tidak layak untuk Zidan. Kamu tidak memiliki penghasilan yang besar, sedangkan Zidan juga tidak bekerja. Apa kamu bisa membahagiakannya?"

Ahmad terdiam.

"Tapi dengar... Saya seorang yang mandiri dan berpenghasilan besar. Saya bisa menjadi boti yang baik untuk kamu, Ahmad. Jadilah pacar saya"

Mendengar itu Ahmad mematung dan merinding.

Bukan... Ini bukan karena Adlan tak merestui hubungan mereka.

Tapi ini karena Adlan tertarik pada dirinya.

"S-Saya tidak bisa pak. Saya cintanya teh sama dek Zidan"

"Maka cintai saya juga!!" Ucap Adlan.

Ia menarik kedua tangan Ahmad lalu diarahkannya ke bongkahan pantat besar nya.

Ahmad semakin dibuat kebingungan harus bereaksi seperti apa.

"Besar kan pantat saya? Lebih besar dari Zidan? Saya bisa memuaskan kamu lebih hebat dari dia!!"

"Pak tolong... Jangan seperti ini"

"Kamu memanggil Zidan dengan panggilan adek? Maka panggil saya dengan panggilan dek Adlan"

"Enggak pak. Jangan... Ampun. Saya gak siap diuji kayak gini"

"Tidak sulit Ahmad!!! Cepat lakukan. Memohon kepada saya dengan panggilan itu. Baru saya akan turuti"

Adlan tak memberikan celah atau luluh sedikit pun.

"Atau kamu mau Zidan memergoki kita seperti ini?" Ia tersenyum licik.

Ahmad lagi-lagi menggeleng.

"A-Anu... Dek Adlan... Saya mohon, jangan duduk di paha saya. Takut dek Zidan lihat"

Adlan tersenyum.

"Baguss. Saya juga akan panggil kamu dengan sebutan 'mas Ahmad' layaknya Zidan"

"Turuti apa yang saya inginkan atau kamu saya pecat. Saya akan kembalikan kamu ke Kampung. Mudah"

Adlan segera berdiri dan pergi dari sana.

Meninggalkan Ahmad seorang diri dengan tatapan yang sulit diartikan. Begitu banyak hal mengisi pikirannya saat ini.

.

.

.

.

.

.

Jika Zidan manipulatif, apa kabar dengan papahnya.

Memangnya darimana sifat itu diturunkan?

Tentu dari dia!!

Penasaran kelanjutan hubungan mereka? Putus or Not? Mari kita lihat.

Bersambung...

Vote & Comment!!

Nikmat Bodyguard [G-Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang