3. Undangan

1.4K 6 0
                                    

"Tuan, hari ini pukul 10.00 anda ada meeting di Senayan Hotel." Ucap Charlotte sekretaris Arsen. Arsen hanya mengangguk sebagai tanda iya mengiyakan. Lalu Charlotte keluar dari ruangan Arsen.
Lalu Arsen menelpon Ryan asistennya untuk memberikan tugas. Tak lama kemudian Ryan datang ke ruangan Arsen.

"Iya Tuan ada yang bisa saya bantu." Ucap Ryan dengan penuh hormat kepada atasannya itu.

"Saya membutuhkan seorang wanita malam ini." Perintah Arsen pada Ryan. Ya memang tugas yang diberikan Arsen ini bersifat pribadi tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan. Ryan yang merupakan asisten Arsen hanya patuh mengerjakan perintah.

"Baik, Tuan. Saya akan mencarikannya." Ucap Ryan lalu pergi dari hadapan Arsen. Setelah kepergian Ryan, Arsen kembali menatap laptopnya itu.

"Pekerjaan ini membuatku lelah. So, aku juga butuh bersenang-senang." Ucap Arsen sambil tersenyum sendiri. Lalu melanjutkan melihat berkas-berkas yang ada di mejanya.


•••••••


Selama di kelas gue sedih terus, gue menatap keadaan kelas yang ramai ini karena jamkos dan nanti gue akan ninggalin ini semua. Gue menarik nafas panjang-panjang lalu meletakkan kepala gue ke tumpuan tangan.

"Oitt." Sapa Amanda seraya memukul pundak gue pelan.
"Ngapa Lo diem-diem Bae." Ucapnya lagi.

"Ada masalah?" Tanya Naura, temen gue ini emang pada peka-peka banget, gue ada masalah aja tanpa gue kasih tau mereka udah tanya.

"Coba Lo cerita, sapa tau kita-kita bisa bantu." Ucap Amanda.

"Gak ada masalah gengs, gue cuman males ngomong aja." Ucap gue sambil tersenyum ke arah teman-teman gue. Gue sengaja berbohong ke mereka karena gue masih bingung juga cara ceritanya, gue juga ga mau buat mereka sedih.

"Yakin nih ?" Tanya Amanda sambil memicingkan matanya karena masih ragu.

"Iya, percaya deh gue ini gapapa. Btw, kenapa hari ini jamkos?" Ucap gue meyakinkan sambil bertanya kenapa pelajaran Matematika bisa jamkos, karena sangat langka sekali momen ini.

"Istri pak Ubed sakit, makanya dia ijin hari ini." Jawab Naura

"Oww, pantesan pagi ini gue belum ketemu pak Ubed. Padahal dia guru yang paling semangat mengajar." Ucap Shafa, memang benar pak Ubed guru dengan kepala botak tengah itu punya jiwa semangat yang sangat tinggi.

°°°

"Oh, baiklah. Saya akan melihat jadwal saya dulu." Kata Riki pada seseorang di HPnya, karena dia sedang telfonan.

"Ma, mama ingat Pak Hendrik?" Ucap Riki pada Arani.

"Pak Hendrik ?" Tanya Arani sambil mengingat-ingat siapa dia.
" Ohhh, mama ingat. Yang udah meninggal itu kan, pa." Ucap Arani lagi.

" Iya, ma."

"Memang kenapa, Pa?"

"Sekarang anak mendiang Pak Hendrik yang disini memegang perusahaan. Bagaimana jika kita mengajaknya dinner supaya kita juga akrab dengan anaknya. Apalagi Pak Hendrik dulu juga banyak berperan dalam bisnis papa." Ujar Riki pada sang istri, berniat mengundang anak rekan bisnisnya dulu makan malam ke rumah.

"Ya gapapa Lo, pa. Juga kita kan harus jaga tapi silaturahmi." Ucap Arani

"Kalau begitu nanti papa, akan pergi ke kantornya untuk mengundangnya secara langsung." Ucap Riki.

It's MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang