Si Xiao pun tak habis pikir dengan dirinya, ia bisa-bisanya menerima tawaran Hendery. Padahal seharusnya ia menolak mentah-mentah, tapi yang keluar dari mulutnya malah sebaliknya. Saat ini, mereka makan dalam diam setelah Xiaojun memasak untuk keduanya, menyisakan suara dentingan alat makan yang dipakai.
"Jadi.. apa yang mau kau ketahui?" Merasa ini pertanyaan tepat untuk ditanyakan, Xiaojun mencoba untuk berbincang sedikit menghilangkan rasa canggung.
"Apa yang dilakukan sepasang kekasih ketika sedang makan?" Ujar Hendery tanpa menoleh.
"Mungkin salah satunya akan menyuapi pasangannya. Itu yang aku lihat di drama Korea akhir-akhir ini."
Tiba-tiba Hendery menyendokkan makanan miliknya dan menyodorkannya ke depan mulut Xiaojun.
"T-Tunggu, aku kira kau tak akan melakukannya sekarang." Sial, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Xiaojun tentu terkejut karena perlakuan tersebut.
"Kau malu?"
"Tentu saja, bodoh."
Hendery tersenyum tipis mendengarnya. Xiaojun yang merasa salah bicara mulai mengalihkan pandangan.
"Kau ingin membantuku kan? Makan ini, nanti dingin." Lagi-lagi Hendery menyodorkan sesendok makanan. Kali ini, Xiaojun menerimanya walaupun agak ragu-ragu.
"Enak?"
"Kita memakan makanan yang sama."
°°
Saat ini, Xiaojun sedang menyapu kamar-kamar yang tak terpakai. Rasa ingin menidurkan dirinya di kasur empuk itu semakin memuncak.
"Astaga, Xiaojun sadarlah!" Dirinya sekarang kecanduan tentang tidur sepertinya.
Srek srek
Xiaojun mengarahkan kepalanya keatas, suara itu berasal dari kamar Hendery. "Apa yang dia lakukan sore-sore begini?"
Kakinya beranjak sambil membawa sapu di genggamannya. Ia naik untuk mengetuk pintu Hendery, mengecek pria itu jika sesuatu terjadi atau perlu bantuan dirinya. Karena pintu tak kunjung dibuka, Xiaojun memberanikan diri membukanya lebih dulu.
"Hendery?" Anak itu tak terlihat sama sekali, lampu yang tak dinyalakan menjadi susah untuk melihat.
"Dejun.. aku berdarah."
"Hendery? Kau dimana?!" Xiaojun segera masuk dan meraba dinding untuk mencari saklar lampu.
"Aku melindungi saklar lampu dengan solatip supaya tak dinyalakan." Suara kasur berbunyi, tanda Hendery bangun untuk mendekati Xiaojun.
Ketika Xiaojun mendapati pundak Hendery, ia langsung menariknya keluar. Kondisi Hendery tak baik-baik saja, lengannya berdarah tersayat pisau. "Apa yang kau lakukan?!"
"Aku mengingat kejadian itu lagi, tubuhku mulai kehilangan kendali dan hampir melukai dirimu. Tapi aku menahan semua itu sebagai gantinya, aku melukai diriku sendiri."
Xiaojun tak berkata-kata, ia membawa Hendery ke ruang tamu untuk diobati. Sepanjang sesi pengobatan itu, Xiaojun hanya diam dan fokus pada luka Hendery yang telah dibungkus perban.
Basah.
Hendery merasakan perbannya ditetesi air, dengan cepat ia mengangkat dagu Xiaojun untuk melihat kearahnya. Benar saja, mata Xiaojun berair, menangis entah kenapa.
"Kau kenapa?!" Hendery menjadi panik sendiri karena itu.
Xiaojun menutup matanya menggunakan tangan. Melarang pria di depannya untuk melihat betapa cengengnya dia. "Kau tak perlu melukai dirimu seperti ini, biarkan saja aku menjadi pelampiasan." Isakan terdengar seiring kata perkata dikeluarkan oleh Xiaojun.
"Tidak apa, aku akan melakukan apapun untuk menjagamu dari bahaya. Itu adalah salah satu tanggung jawabku sebagai kekasih bukan?" Xiaojun pernah bilang jika sepasang kekasih harus melindungi dan membahagiakan satu sama lain dalam kondisi apapun.
'Kita hanya mencoba, tapi aku sudah mulai jatuh padamu secepat ini' Batin Xiaojun sambil memandang Hendery dengan sendu.
Ponsel Xiaojun tiba-tiba berbunyi, ia segera melihat nama yang tertera di layar. Itu adalah Ten, dia segera mengangkatnya setelah berdehem singkat.
"Halo, Xiaojun? Apa kabar?"
"Aku baik." Matanya melirik Hendery di hadapannya. "Hendery juga baik." Lanjutnya.
"Baguslah kalau begitu, bisakah kau memberikan ponselnya kepada Hendery? Aku ingin berbicara penting dengannya." Ujar Ten dengan tenang.
"Tentu, tentu saja." Xiaojun menyodorkan ponselnya ke hadapan Hendery yang menatapnya bingung. "Papamu ingin berbicara denganmu."
Ekspresi Hendery terlihat ragu untuk mengambilnya, sudah lama sekali dirinya tak berbicara pada Ayahnya. Setelah itu, Hendery bangkit menjauh dari penglihatan Xiaojun. Hubungan keduanya sedikit rumit, Xiaojun memberi mereka privasi untuk Ayah dan anak itu.
Beberapa menit kemudian, Hendery kembali dengan raut kesal. "Hei, ada apa?" Tanya Xiaojun lalu menepuk mulutnya sendiri.
"Tidak ada."
Xiaojun sadar akan perubahan nada bicara Hendery, ia juga melihat arah pandang pria itu yang melihat kearah bingkai foto di meja dekat televisi.
"Apa kau dekat dengannya?"
Hendery tentu tau siapa yang dibicarakan oleh Xiaojun. "Tidak sama sekali dan tidak akan. Aku tak akan menerimanya sebagai suami dari Papaku. Walaupun mereka sudah menikah, aku memintanya untuk tinggal di luar negeri jauh dariku dan Papa."
"Kenapa begitu? Apa dia jahat padamu?"
"Aku.. hanya takut. Takut kejadian itu terulang dan membuatku menjadi orang tak punya akal sehat."
"Mungkin coba menelponnya setiap hari? Kau tak akan pernah melanjutkan hidup jika tak mencoba. Penyesalan selalu datang terakhir, Hendery."
"Hal yang paling aku hindari adalah ini, jangan memaksaku hanya untuk satu masalah." Hendery bangkit dan berjalan menaiki tangga. Sedangkan Xiaojun, merasa kesal dengan respon itu.
"Terserah! Aku pulang."
°°
Xiaojun melempar tas ranselnya sembarang arah lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur. "Kenapa jadi begini?" Dia merenung sebentar, sampai nada dering dari ponselnya berbunyi.
'媽媽'
"Halo, Ma? Ada apa?"
"Tidak ada, hanya rindu saja."
Kekehan kecil terdengar di dalam ruangan sepi itu.
"Aku sepertinya butuh saran dari Mama."
"Kau ada masalah?"
"Ini tentang temanku, dia punya trauma pada sesuatu. Jadi, aku berbaik hati untuk membantunya menghilangkan rasa takut itu. Tapi dia merasa aku terlalu memaksanya." Jelas Xiaojun.
Sang Ibu di sebrang sana menyimak dengan baik. "Banyak sekali karakteristik orang-orang yang kita tak ketahui, contohnya adalah temanmu. Jika dia merasa terpaksa, bantu dia tanpa sepengetahuannya. Trauma itu sesuatu yang serius, kau pernah takut dengan barongsai karena tanganmu tak sengaja diambil saat memberi angpao."
"Ma, itu sudah lama sekali. Lagipula aku masih kecil."
"Tidak ada bedanya, pikirkan baik-baik kenapa kau tak takut lagi pada barongsai."
Xiaojun bangun dan memasang pose berpikir. "Ah! Aku saat itu terpancing oleh tawaran Mama untuk dibelikan mainan jika menyentuh barongsai."
"Nah, Astaga! Sudah dulu ya, Papamu sebentar lagi akan membuat kekacauan di dapur."
"Iya, terimakasih Ma." Xiaojun mematikan telepon sembari terkekeh kecil.
--
100523
KAMU SEDANG MEMBACA
- Wound - [Henxiao] ✓
RomanceXiaojun tiba pada sebuah rumah di Korea yang membuka lowongan home-taker dengan gaji yang tinggi di internet. Hendery yang melihat kedatangan orang baru, membuatnya takut akan trauma. Tapi di sisi lain, ia ingin mengatasi rasa takutnya terhadap oran...