GIDEON
"Beating Heart and Invisible String"○●○
Dalam sebuah wacana hubungan saling jatuh cinta, ada saat seseorang tersebut terpapar dengan pertanyaan, "Apakah aku dapat melakukan ini lima tahun ke depan? Atau mungkin sepuluh tahun berikutnya? Dua puluh? Lima puluh? Satu abad?"
Lalu aku menatap wanita yang sedang menyiapkan sarapan sambil sesekali berdansa bersama dengan anjing kami, tawanya terdengar seperti hembusan angin musim panas, menyejukkan.
Selanjutnya aku bertanya kepada diriku lagi. Bisakah aku melakukan ini bersamanya selama hidup kami bersama?
ya.
Ya.
YA.
YA!
Dalam semua ulang tahunku setiap tahun, aku tidak pernah memberikan harapan imajinatif untuk menemukan diriku dalam perasaan mencinta selamanya, lalu aku menemukannya.
Maya merupakan seseorang yang tidak pernah aku harapkan setiap aku meniup lilin ulang tahun setiap tahun, tapi aku harap aku melakukannya, bukan karena aku merasa bersalah, tetapi aku ingin menemukan diriku dalam sebuah konfrontasi emosional setiap aku berpikir bahwa aku akan berakhir sendiri hingga aku tua.
"Gideon ... sarapanmu sudah siap. Apa kau bisa berhenti menatapku seperti itu?" Maya memberikanku satu piring roti panggang dengan telur dan juga alpukat di atasnya, asap masih mengepul di atasnya, terlihat menggiurkan hingga membuatku hampir meneteskan ludah.
Aku masih menatap kekasihku tersebut dengan mata penuh tanya. Maya menggaruk kepala Talullah sebelum wanita itu duduk di sebelahku, sarapan yang sama denganku di atas piring porselen miliknya. "Aku tidak bisa menatap kekasihku sendiri?" tanyaku sambil memiringkan kepala.
Maya menemukan dirinya tergelak selama sepersekian detik sebelum ia mengarahkan garpu di tangannya ke arahku. "Apa yang kau mau? Sejak minggu lalu kau bertingkah aneh, kau tahu?"
Jawabanku hanyalah pundak yang terangkat. Aku menemukan diriku kembali kehilangan arah kesadaran sehingga tubuhku bergerak secara autopilot. Mulutku terbuka untuk mengunyah sarapan hangat buatan Maya. Perasaan cemas kembali menghantui diri, seperti ada dua pikiran berbeda di dalam kepala yang mencoba membuatku ingin membunuh mereka berdua.
Kau sudah siap, tenang saja. Kalian akan baik-baik saja. Kau sudah punya rencananya.
Dan.
Kau akan merusak segalanya. Kau akan gagal. Ini akan berakhir buruk. Rencanamu bodoh.
Aku meniup bibir untuk mengurangi rasa cemasku, takut aku mungkin akan benar-benar merusak semuanya. Tidak lupa dengan semua hal yang aku lakukan sebelumnya. Semuanya akan terbuang sia-sia, dan aku tidak tahu apakah aku dapat melakukannya dengan sempurna.
"Jadi ... apakah rencananya masih berjalan hari ini?" Maya mengusap bibirnya dengan tisu di sebelahku. Ia menatapku menunggu jawaban. Sebelum aku dapat menjawab, ia menambahkan, "Jika kau lelah tidak apa, kita bisa melakukannya kapan-kapan. Aku tahu kau baru saja pulang tiga hari yang lalu. Aku tidak ingin kau sakit lagi seperti dulu."
"Tidak. Tidak." Aku langsung memutar kursiku menghadapnya, membuat kami berdua saling bertatapan dengan lutut kami yang bersentuhan. "Kita masih akan melakukannya hari ini." Aku meneguk ludah, mengecek ponselku untuk mendapatkan pesan dari orang-orang jika mereka sudah menyiapkan semuanya. Aku menghembuskan napas. Oke, baiklah. Sekarang atau tidak selamanya.
Maya menatapku penuh analisis selama beberapa detik, sampai akhirnya ia mengerucutkan bibir ke bawah sambil mengangguk kecil. Aku tahu ia sedang berdeduksi sekarang. Aku masih terlalu familiar dengan hal yang selalu ia lakukan setiap ia sedang berpikir, sebuah deduksi kuat yang terkadang membuatku merasa seperti orang telanjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Visions of All the Things I Did [END]
Romance🏅 The Wattys 2022 Winner in Romance 🏅 'Ambassador's Pick Valentine' reading list by AmbassadorsID 2023 🏅 Editor Pick from Wattpad HQ March 2023 Kecelakaan tersebut mendobrak kotak pandora yang sebelumnya terkunci rapat di dalam diri mereka. Akhi...