Chapter 36

1.6K 185 25
                                    

By;@LUTFIAHRAMADANI0

_______

Linford memasukan seluruh barang yang ia butuhkan ke dalam koper, ia sudah muak dengan hubungan pernikahan ini, ia berniat pergi tanpa sepengetahuan Vernon, persetan dengan dampak setelah nya, ia ingin bebas saat ini.

Linford menghapus air mata yang lancang keluar, ia benci air mata yang membuatnya terlihat lemah.

Mengandung tanpa suami tak membuat nya gentar, ia juga seorang pria ia bisa bekerja tak apa jika lebih sulit mencari kerja menggunakan ijazah sekolah menengah saja. Linford sudah mengirim surat pengunduran diri ke sekolah perguruan tinggi, ia sudah tak ingin memikirkan kuliah lagi, ia akan fokus kepada kehamilan nya.

Linford menyeret koper nya, ia meninggalkan rumah besar milik Vernon. Bayangan ciuman yang Vernon lakukan tadi siang, Linford anggap itu sebagai ciuman terakhir.

Jika Vernon tak mau menceraikan nya, itu tak akan menjadi masalah besar baginya.

Ia akan pergi sejauh mungkin agar Vernon tak bisa menjangkau nya, tak peduli jika semua orang akan merasa terbebani dengan kepergian nya. Vernon mempertahan kan nya hanya karena tanggung jawab semata bukan karena sudah mencintainya.

Akan sangat menyakitkan bagi Linford jika terus bertahan dengan hubungan yang sudah rusak di awal.

Ia membawa uang yang ia punya, tak mau membawa uang yang di berikan Vernon, rasanya haram jika memakan uang dari hasil kerja Vernon, ia sudah merasa sangat jijik dengan Vernon.

Mungkin Linford sangat mencintai Vernon, namun saat ini kebencian nya terhadapa Vernon jauh lebih besar, luka nya masih basah biarkan luka nya mengering, jika bisa biarkan luka nya sembuh terlebih dahulu, namun apa luka karena pengkhianatan bisa sembuh?

Linford berjalan dengan menyeret koper nya, kegelapaan malam tak membuatnya takut.

"Pa, menantu yang papa idam-idamkan, udah nyakitin anak papa ini, sampe rasanya aku sudah mati." gumam Linford, ia ingin menangis namun sepertinya air matanya sudah mengering saking sering nya menangisi pria bajingan seperti Vernon.

Linford memutuskan menginap di hotel jika pulang ke rumah yang ada Vernon akan menyemputnya, Linford sudah memutuskan akan meninggalkan semua yang ada di sini, untuk saat ini ia ingin memikirkan dirinya sendiri ia ingin egois, lain waktu ia akan meminta maaf pada kedua orang tuanya.

*********

Vernon menggenggam tangan kurus Laura, sungguh ia sangat khawatir dengan keadaan kekasihnya saat ini. oh ayolah Laura tengah mengandung anaknya siapa yang tak akan khawatir? biarlah ia meminta maaf setelah pulang dari rumah sakit kepada Linford, ia dengan jelas melihat wajah kecewa dan keputus asaan Linford rasanya ia juga merasa sakit namun saat ini Laura membutuhkannya.

Vernon meremat tangan Laura tanpa sadar ia terlalu memikirkan Linford, emosinya meluap membuat Laura yang tertidur membuka matanya merasa sakit dipergelangan tangannya.

"Kenapa sayang?" Laura bertanya lirih.

Vernon tersadar dari lamunannya ia menatap Laura, lalu menggeleng pelan "Jangan membuatku khawatir," ucapnya.

Laura tersenyum tipis, ia hanya kekasihnya namun dunia Vernon adalah dirinya. Linford jelas kalah jauh olehnya, Laura merasa akan dirinya sendiri, ia mengelus perutnya senjata nya dalah bayi yang ia kandung. apa Vernon sepercaya itu jika bayi yang ia kandung adalah anaknya, ingin rasanya Laura memaki dan menertawai Vernon dengan segala kebodohannya. namun kebodohan yang seperti ini yang Laura sukai, ia dengan mudah dapat memperdaya Vernon.

Laura mendudukan dirinya, dibantu Vernon dengan hati-hati. "Aku ingin pulang." ucap Laura.

"Ya, aku akan bertanya pada dokter bisa atau tidak, bersabarlah." Vernon mengecup kening Laura, "Tunggulah di sini."

Setelah mengatakan itu Vernon bergegas menemui dokter, meminta izin kepulangan Laura. ia tak bisa membantah kemauan Laura ia tak mau kelak ia menyesal karena tak menuruti Laura.

Sedangkan ditempat lain, Linford tengah meringkukan tubuhnya  ia terus menangis sedari tadi menangisi nasib buruknya, demi apapun ini terlalu menyakitkan.

Ia berhenti kuliah, bahkan Linford menguras habis tabungannya untuk meninggalkan tanah kelahirannya, ia akan kabur ke negeri paman sam agar Vernon tak akan menemuinya. Ia sudah bertekad meninggalkan semua yang ada di sini, entah itu keluarga, sahabat, atau hal lainnya saat ini hidupnya jauh lebih penting.

Linford menatap sendu foto Vernon yang pernah ia ambil secara diam-diam, hanya foto ini saja yang tak ia hapus. Semua barang atau gambar yang berhubungan dengan Vernon sudah Linford musnahkan terkecuali foto ini, terlalu menyakitkan jika kelak ia merindukan Vernon namun sama sekali tak meiliki foto yang telah ia potret sendiri.

Melupakan seseorang tak segampang membalikkan kedua telapak tangan, ini masih terlalu dini jika Linford sudah melupakan Vernon akan sangat munafik jika ia mengatakan sudah tak mencintai Vernon. Namun semuanya ada batasnya, Linford yakin suatu saat nanti ia dapat melupakan Vernon, entah dalam cara apapun itu.

Ia akan kembali ke dalam pelukan keluarganya, saat luka itu mengering atau bahkan sembuh tanpa bekas, akan ia cari obat ampuh untuk menghilangkah luka perih ini, pepatah mengatakan luka hati jauh lebih sulit untuk mencari obatnya, namun Linford akan tempuh sesulit dan sejauh apapun obat itu berada.

*****

Vernon mengerutkan keningnya, saat knop pintu tak di kunci, ia berlari menuju kamar tidur napas nya memburu saat tak mendapati Linford, Vernon membuka lemari pakaian.

"LIN!"

Vernon berlarian memeriksa semua ruangan dirumah, ia bak orang kesetanan saat tak menemukan Linford dimanapun.

Vernon sudah kehabisan akal, ia mendudukan dirinya di sofa, mulai menghubungi nomor Linford yang tak aktif, kemana Linford malam-malam seperti ini? sungguh ia merasa khawatir, takut terjadi apa-apa pada submisifnya itu.

Vernon meremat ponselnya, lelucon apa ini? ia berharap Linford tak nekat, apalagi sampai kabur bagaimana dengan anaknya kelak. Vernon kembali mengambil kunci mobilnya, ia akan mencari Linford siapa tahu submisifnya itu pergi ke rumah orang tuanya.

Selama perjalanan mencari Linford, Vernon benar-benar kacau ia takut salah-satu tebakannya benar, ia takut Linfordnya pergi, Vernon benar-benar akan sangat kacau jika benar itu terjadi.

Tak butuh waktu lama, Vernon memarkirkan mobilnya dihalaman rumah sang mertua, ia tahu tak sopan jika bertamu tengah malam, namun saat ini ia khawatir pada Linford.

tok

tok

tok

Vernon mengetuk pintu rumah, sesekali ia memanggil mertuanya, berharap Linford ada di sini dan menginap.

Senyuman manisnya terbit saat mama mertuanya membuka pintu, "Loh, ngapain kamu malem-malem ke sini Ver?" tanya mama.

"Ma, apa Linford menginap di sini?" tanya Vernon penuh harap dengan jawaban kata 'iya'.

"Lohh ... emang Linford gak ada dirumah?" mama balik bertanya, hari ini ia sama sekali tak kedatanga tamu apalagi Linford.

Senyuman manis Vernon lenyap, wajahnya menegang saat harapannya sirna, lalu dimana Linford?

Vernon mundur beberapa langkah, ia menggelengkan kepalanya berusaha menepis pemikiran yang negatif,  ia harus segera mencari Linford pasti Linford belum jauh dari area kota ini bukan?

Vernon tak ingin jika sampai kehilangan Linford dan anaknya. Ia tidak ingin menjadi ayah yang tidak bertanggung jawab karena sudah membuat anak nya terlantar seperti ini, apa lagi Linford masih labil akan sangat sulit untuk pemuda itu bertahan dengan kondisi mengandung.

Bersambung..

MARRIED FOR BUSSINES  {TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang