End

2.3K 128 7
                                    

Vernon menatap surat perceraian yang terletak diatas nakas dengan kesal, sudah semingguan ini Linford pergi entah kemana, dan sialnya ia menerima paket yang membuatnya jengkel.

Errando bahkan tak mau buka suara tentang kemana kekasih jalangnya, membawa istrinya.

"Sialan." Vernon meremat surat perceraian itu, dengan kesal.

Drttt .... drtt ... drttt

Vernon membuka pesan masuk, ia semakin dibakar akan api kekesalan.

'Kalau lo gak mau tanda tangan, sampe jumpa dipengadilan.'

Vernon membanting ponselnya, tak terima dengan isi pesan dari nomer tak dikenal itu, ia yakin itu dari Linford.

Beraninya Linford pergi dari jangkauannya.

"Mau sampai kapan kau seperti ini Ver, sadarlah seharusnya kau sadar dia pergi, itu semua karena perbuatanmu," celetuk Errando yang sedari tadi diam diambang pintu, ia sudah muak dengan kelalakuan Vernon yang menjengkelkan.

"Diamlah Er, lebih baik kau beri tahu aku, dimana Linford? Kekasihmu tak akan mampu jika membawa Linford sendiri, ini pasti ada campur tangan darimu," ucap Vernon, matanya terus melempar tatapan tajam, namun itu sama sekali tak membuat Errando gentar.

"Carilah sendiri, oh ... demi Tuhan, kau memang menjengkelkan Ver, sekarang urus saja kekasih jalangmu itu. Biarkan Linford pergi, dari dulu bukankah ini yang kau inginkan?"

"Kau tak tahu apapun, dia pasanganku. Kau selalu saja ikut campur!"

Errando terkekeh, sahabatnya akan gila sepertinya. Ia mengapit rokok dibibirnya, lalu mulai menyalakan korek membakar tembakau itu, hingga menguarkan asap karena hisapannya.

Errando tak peduli dengan Vernon yang mungkin akan gila, ini tak seberapa dibanding rasa sakit makhluk manis yang tengah bersama kekasihnya itu, Errando berharap Vernon mendapat balasan yang setimpal.

Sedangkan ditempat lain, Linford tengah duduk bersama Ravin ditaman. Keduanya tengah piknik kecil-kecilan, Ravin yang mengajak, ia tak mau sampai Linford terus-menerus bersedih.

Melupakan seseorang bukanlah hal yang mudah, apalagi saat ini ada kehidupan lain diperut Linford, pasti itu sangat sulit.

"Ra, apa keadaan di sana baik-baik saja?" tanya Linford, "maksud gue, papa dan mama apa mereka masih nyari gue?" lanjutnya.

Ravin menghembuskan napasnya, sudah satu minggu lebih ia membawa Linford ke negeri paman sam, meninggalkan segala kepahitan.

"Orang tua mana yang gak sedih saat anaknya pergi Lin, lo tahu? Mereka bahkan udah berkali-kali laporan ke polisi," jelas Ravin.

Linford mengangguk, ia mengelus perutnya yang sudah mengeras.

"Lin, bertahanlah untuk segala kepahitan ini. Ada keponakanku yang selalu menunggu untuk melihat dunia kejam ini, tetaplah kuat untuk anakmu." Ravin ikut mengelus perut Linford.

Linford menghapus air mata yang entah sejak kapan menetes membasahi pipinya, ia sangat bersyukur memiliki sahabat yang peduli padanya. Bahkan Ravin rela pindah kuliah, hanya untuk dirinya.

_______

Laura menatap Vernon sinis, dari awal datang ke apartementnya, pria itu terus marah-marah tak jelas.

"Ada apa ini Ver?!" pekik Laura ikut kesal, saat Vernon membanting vas bunga kesayangannya.

"Diam!"

Vernon mencengkram lengan kanan Laura, pikirannya sangat kacau. Ia tak bisa ditinggalkan seperti ini, ia membutuhkan Linford.

MARRIED FOR BUSSINES  {TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang