Bingung kan lo pada mau komen apaan. Gue juga bungung gimana nulis kata-katanya biar kalian mudah buat komen HAHAH
─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──
Dunia itu memang kadang kiding. Tidak selalu jahat tapi sekalinya jahat akan jahat sekali. Kalimat itu benar kan?
Jingga selalu mengakui jika dalam keluarga dia gagal dan tidak seberuntung orang lain. Dia kekurangan kasih sayang dari ayah maupun ibunya, juga kehilangan didikan dari orang tua di umurnya yang beranjak remaja. Sejujurnya Jingga juga tahu bagaimana Nalendra mencintainya, meskipun selalu dia abaikan karena rasa benci yang begitu dalam.
Jingga pun tahu ayahnya tidak sepenuhnya salah atas kepergian ibu dan juga adiknya. Tapi, tetap saja Nalendra juga salah satu penyebab ibunya meninggalkannya.
"Heii, ngelamunin apa?" Daniel bertanya setelah melepaskan helm dari kepala Jingga. Cewek itu menggeleng pelan, lalu meraih telapak tangan Daniel untuk di genggam.
"Kapan kita bisa jalan?" tanya Daniel, yang detik selanjutnya segera mengatupkan bibirnya dirasa kalimat itu tak sadar terucap.
Jingga melepas permen tangkai dari mulutnya, "Mm... gue nggak ada jadwal. Paling sama Jaziel-Langit. Kalaupun ada, gue bisa batalin."
Daniel menjawil pelan hidung mancung milik Jingga. "Dihh, tumben mau batalin? biasanya nggak mau di batalin kalo udah ada janji sama mereka?" tanya Daniel dengan ekspresi mengejek.
Jingga lantas berdecak. "Sekali-kali ah. Lagian udah lama nggak bagi waktu berdua."
"Malem sabtu bisa?" tanyanya yang di angguki Jingga diiringi senyum kecil.
Telapak tangan Daniel terlepas di susul kedua kakinya yang berhenti. Jingga tentu melakukan hal sama. Keduanya berdiri berhadap-hadapan.
"Aku nggak bisa nganter sampe kelas nggak papa? soalnya capek harus bolak-balik. Kelas kita kan jauuuuuuhh!"
Jingga diam. Daniel belum pernah mengeluh capek dalam apapun saat bersamanya. Gadis itu akhirnya hanya mengangguk, membuat senyum kecil terbit di bibir Daniel. Cowok itu mengapit pipi kekasihnya dengan kedua telapak tangan dan menekannya dengan gemas.
"Gemess ih, pengen gigit!" katanya yang berhasil membuat tawa Jingga keluar. Tentu itu semua tidak luput dari pandangan orang-orang di sekitar yang tampak berbisik-bisik namun juga terlihat bungah.
"Waduh, romantis banget dua sejoli itu," seru Djawa.
Airlangga melengkungkan bibirnya kebawah menyaksikan Jingga dan Daniel yang sedang berpacaran. Netra kelabunya berkabut api cemburu, dan telapak tangannya yang mengepal di sisi tubuhnya.
"Panas, dek?" ejek Djawa menahan tawanya. Ekspresi masam yang di tunjukkan sahabatnya terlihat wajar di tertawakan bagi Djawa.
"Suka kok sama pacar orang. Cewe di dunia ini bukan cuma Neng geulis Jingga doang kali, Ai!" Decak Djawa menggelengkan kepalanya, membuat Air semakin terlihat kesal.
"Gue suka sama Jingga sebelum dia pacaran sama Daniel dugong itu ya, Dja. Lagian Daniel itu cuma main-main sama Jingga," kelakar Air.
Djawa memutar bola matanya malas. Begitulah kira-kira orang yang sudah di bodohi oleh cinta.
Jingga kembali melangkah di lorong koridor kelas yang masih ramai karena belum waktunya pelajaran. Seperti biasa, setiap kali dia lewat pasti orang-orang tidak bisa untuk tidak melihat ke arahnya. Beberapa sapaan dari siswa siswi disana hanya di anggap angin lalu. Jingga tidak terlalu suka dengan orang-orang.
Sebuah tangan yang merangkul di pundak membuatnya tersentak. Ia lantas memutar bola matanya jengah begitu kedua temannya sudah datang dengan dosa-dosanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE FUCKIN' WORLD
Teen FictionJingga kira, Daniel-- mantan pacarnya adalah orang terakhir yang pergi meninggalkannya. Namun ternyata dia salah. Fase people come and go itu benar-benar ada, dan sungguh Jingga sangat-sangat membenci fakta itu. Atau memang ia terlahir untuk di ting...