chapter seven

1 0 0
                                    

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──

"Gue pagi ini gak nemu Jingga di kelasnya," ungkapan itu membuat Jaziel yang tengah bermain ponsel seketika mendongakkan kepalanya. Kening cowok itu terlihat mengerut samar.

"Dia nggak masuk?"

Langit mengangkat bahunya tanda tidak tau.

"Gara-gara semalem kali, El? Lo kan ngirim foto cowok brengsek sama ceweknya, ke dia?"

Jaziel terdiam, mengolah kalimat Langit dalam otaknya. Mungkin itu ada benarnya sehingga Jingga tidak masuk sekolah. Tapi, masa iya Jingga sealay itu? Cowok itu lantas kembali fokus pada ponselnya untuk menghubungkan Jingga.

Lima menit kemudian, perempuan membalasnya dengan singkat, padat, dan jelas, jika ia sedang asik makan di kantin.

"Anjir, kita udah panik, dia malah makan dengan tenang di kantin, Djancok!" umpat Langit kesal, saat tak sengaja melirik pesan dari ponsel Jaziel.

Keduanya lantas bergegas menuju kantin. Bola mata mereka menelisik setiap sudut kantin yang kosong, dan menemukan Jingga yang duduk mencolok di bangku tengah. Satu piring mie, pasta, dan dua gelas jus diatas meja.

"Alay!" ejek Jaziel, menarik piring dihadapan Jingga, membuat gadis itu berdecak. Bibirnya merah kepedasan, dan bulir keringat yang memenuhi wajahnya yang tampak memerah.

"Nggak usah alay! Cuma gara-gara laki-laki doang lo nyiksa diri sendiri? Norak lo, Jingga!" desah Langit tak habis pikir.

"Bacot lo berdua!" sentak gadis itu dan merebut kembali piring tersebut dari tangan Jaziel. Suapan demi suapan masuk kedalam mulutnya semakin membuatnya terlihat puas.

Jaziel dan Langit saling melirik satu sama lain lewat ekor matanya. Laki-laki dengan bandana hitam itu hanya menghela napasnya lalu duduk di sebelah Jingga dan menepuk bahu gadis itu. Sementara Langit hanya diam mengamati keduanya. Namun, tidak ada yang sadar jika telapak tangan cowok itu mengepal kuat siap menghabisi Daniel dalam sekali pukul.

Mereka berdua jelas tau pasti. Jingga tidak terlalu suka pedas. Jika gadis itu makan pedas pasti ada hal yang membuatnya merasa sakit.

"Lo diapain sama Daniel?" tanya Jaziel tanpa basa basi.

Pergerakan tangan Jingga yang akan menyuapkan mie kedalam mulutnya, terhenti. Dia menoleh kearah Jaziel dan mengangkat kedua pundaknya acuh. 

"Slingkuh."

"Anjeng?!" bibir Langit refleks mengumpat. "Muka kaya bekantan gitu berani-beraninya selingkuh? what the fuck, dia bercanda?"

Jingga menarik ingusnya, dan menggeleng tidak tau. Hatinya tentu saja masih terasa sakit. Jingga benar-benar menjatuhkan perasaannya pada Daniel untuk pertama kalinya, dan mirisnya harus berakhir dengan pengkhianatan. Bukankah itu menyakitkan?

"Kalian nggak perlu apa-apain dia. Dia biar jadi urusan gue!" kata Jingga memberitahu.

"Nggak, nggak. Nggak bisa! berani-beraninya dia ngekhianati tuan puteri gue, terus gue diem aja gitu? sorry-"

"Langit! Jangan drama," ungkap Jingga jengah.

Cowok dengan tindik di telinga itu mengeraskan rahangnya, namun secara perlahan melemah ketika Jingga membalas tatapannya. "Fine!"

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──

Jingga melangkah dengan malas mengikuti Jaziel yang menarik tangannya masuk kedalam sebuah kedai yang terlihat sepi. Ini jam sembilan malam, dan entah kerasukan apa Jaziel meminta dirinya untuk datang ke sebuah kedai kecil yang bahkan mereka sendiri belum pernah datangi.

THE FUCKIN' WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang