Part 2.

7 3 0
                                    

•|| SMA Pancasila

°°°

Gerbang putih tinggi yang menjulang menjadi pemandangan pertama saat gadis itu tiba di sekolahan elit yang menjadi sekolah barunya.

Gerbang itu masih tertutup rapat, suasana di dalamnya juga masih sangat-sangat sepi. Penghuni sekolah ini masih belum ada yang berangkat, memangnya ada yang mau berangkat pagi-pagi buta seperti yang dilakukan gadis bernama Ameylia Florensia.

Gadis dengan postur tubuh tinggi yang ideal serta mata lebar yang indah. Gadis itu masih setia menatap gerbang tinggi yang di depannya bertuliskan SMA Pancasila.

Ini adalah sekolahan barunya yang sangat elit. Dulu di SMP dia juga mendapatkan sekolah yang bagus, tapi tidak sebagus di SMA.

Apa Amey harus kagum atau malah biasa-biasa saja, dia memang suka pada bangunan-bangunan yang luas dan tinggi menjulang seperti sekolahan ini yang memiliki tiga lantai tingkat sekaligus dan juga lapangan seluas mata memandang
layaknya di dalam drakor yang pernah ia tonton.

Ataukah ia harus merasa biasa-biasa saja karena di sini nantinya juga ia akan menemukan orang-orang yang menyebalkan juga 'kan. Jadi, untuk apa ia suka jika orang-orang di dalamnya saja tidak menyenangkan. Hal itu sama saja ia tidak akan nyaman nantinya, mau seluas atau sebagus apapun sekolahnya.

Setelah puas mengamati sekolahan barunya, ia merunduk untuk menatap jam di ponselnya. Waktu menunjukkan pukul 06:00 pagi. Pagi sekali bukan. Dia datang jam 05:50 menit. Dan sudah 10 menit ia hanya berdiri menatapi pagar di depannya yang belum terbuka layaknya orang bodoh di depan sini.

Amey menghela nafas panjang, harus berapa lama lagi dia menunggu disini. Inilah akibat jika ia terlalu bersemangat mendengar sekolahan barunya yang kata Ayahnya luas dan elit. Sampai-sampai ia rela bangun pagi buta dan berangkat pagi-pagi buta juga.

"Kerjaan gue selain rebahan, ternyata juga bisa berdiri selama 10 menit buat cuman natap gerbang," Ujarnya dengan eskpresi konyol.

"Hebat banget." Lanjutnya lalu geleng-geleng kepala.

Srek..

Gerbang akhirnya terbuka lebar hingga pemandangan dari lapangan yang begitu luas menjadi hal pertama yang ia lihat.

"Woah! Bagus banget. Kayak sekolahan yang ada di drakor-drakor. Real ini mah. Wah, kalo begini sih, gue juga betah." Amey tersenyum senang. Hingga membuat kedua pipinya terangkat ke atas saking merekahnya senyumnya.

"Neng."  Tegur pak Satpam ketika melihat Amey masih memandangi lapangan seluas stadion itu.

Amey tersadar dan langsung mengubah raut wajah senangnya menjadi biasa saja. Ia sedikit berdehem.

"Iya Pak?" Bapak satpam bertubuh tegap yang memanggil nya tadi menatap dirinya dengan raut wajah kebingungan.

"Neng disini dari tadi?" Amey tersenyum kecil. "Dari 10 menit yang lalu Pak." Pak satpam terkejut oleh jawaban Amey.

"Astagfirullah Neng, lain kali, kalau datang pagi-pagi lagi, ya, Neng. Untung-untung kalau si Eneng mau gantiin tugas saya buka pagar, saya ikhlas lahir batin kok." Ucap Pak Satpam dengan cengegesan.

Amey tertawa sebal dengan perkataan Pak satpam barusan.

"Iya Bapak ikhlas lahir batin, dan saya yang nyesal lahir batin, Pak."

Pak Satpam tadi tertawa, "Bercanda kok Neng." Amey membalasnya dengan tertawa ringan.

"Iya, saya juga bercanda kok Pak. Kalo begitu, saya masuk dulu ya Pak." Setelah pamitan dengan sopan kepada satpam berbadan tegap tadi, Amey mulai menyusuri koridor utama, yaitu jajaran kelas X IPA.

MEYBITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang