7: Dibalik sesuatu

162 18 7
                                    

Happy reading 😁



Kembali pada realita sebagai mahasiswa yang tak luput dari kelas yang semakin padat dan tugas selalu berat. Waktu istirahat semakin singkat dan tak terasa hampir sekarat. Sedikit bercanda.

Lano dan teman-teman satu fakultasnya sedang berada di ruang diskusi. Tugas mereka kali ini bukan sebagai individu tapi kelompok.

Terhitung sudah lebih dari tiga jam mereka berbincang tentang tugas. Tanpa makanan dan minuman, kuat sekali bukan? Ya, mereka sudah terbiasa tentu saja.

"Akhirnya," ujar salah satu temannya yang bernama Dino dengan lega.

"Gue lapar, mau makan bareng gak?"

"Gue ada janji," ujar Lano sambil membereskan barang-barangnya.

Dino mendengus. "Eh, yang di taman waktu itu siapa?" Tiba-tiba ia ingat seseorang yang membuatnya penasaran akhir-akhir ini.

"Karin?"

"Karin mah gue juga udah tahu. Yang waktu itu lho, yang rambutnya sebahu pake bandana biru."

"Oh, kenapa?"

"Cantik, gue gebet boleh gak?"

Lano tersenyum mengejek, "Sayangnya udah punya pawang."

"Siapa?"

"Yakin mau tahu?"

"Yakinlah, sebelum janur kuning melengkung gue pantang mundur. Emangnya siapa?" balas Dino dengan raut menyebalkan.

"Nanda," jawabnya cepat.

Muka Dino langsung memelas. "Aku mundur alon-alon."

"Katanya pantang mundur," cibir Wirya.

"Sebelum janur kuning melengkung," giliran Pram yang mencibir.

"Ya kalau Nanda mah beda. Minimal gue jadi Mapres FK."

Lano tertawa puas, "Bercanda, si Nanda mana ada waktu buat pacaran."

Lantas Dino menghadiahinya dengan gulungan kertas. Sayangnya tidak mengenai Lano.

"Berarti boleh dong minta nomornya."

"Minta aja sendiri, bye!" Lano langsung kabur dari sana sambil tertawa kecil.

Kakinya melangkah menuju parkiran. Langit sudah mulai gelap. Baru sadar, lama juga dirinya berdiskusi. Tangannya memutar-mutar keychain tas yang copot karena sempat tersangkut di pintu.

Akhirnya setelah menyusuri parkir yang masih penuh kendaraan ini, ditemukan motor yang cukup mencolok dengan warna merahnya. Hasil dari gaji pertamanya sebagai anak magang di kantor ayahnya sendiri.

"Baru pulang juga?" tanya Nanda yang cukup mengagetkan.

"Ada diskusi dulu. Lo baru selesai kelas?"

"Yoi duluan ya, bye!" Nanda sudah melambaikan tangan namun kembali ditanya.

"Lo gak bawa motor?"

"Gak, males. Mang Koko udah nungguin di depan, bye!"

Lano mendengus, "Kumat lagi!"

Nanda sudah kehabisan baterainya. Masih mending mau nyapa duluan.

Lano pun mengeluarkan motornya dan melaju pelan. Tidak mau terburu-buru untuk menikmati semilir angin pada wajahnya. Walaupun mungkin nantinya akan masuk angin.

.
.
.

Disisi lain Haira yang baru saja tiba di rumah sudah disuguhi pemandangan yang mengejutkan. Wajah dan rahang adiknya terdapat banyak memar yang tengah dikompres sendiri.

S+ (Absurd)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang