Hari ini kelas agak sepi, entah kenapa. Begitupun dengan teman-teman Kara yang tanpa sengaja serentak tidak masuk, hanya menyisakan Kara dan Jharna. Paling rajin diantara member yang lain.
Walaupun ada Jharna, tapi hari ini mereka tidak terlalu sering berdua karena Jharna begitu sibuk dengan kegiatan ekskulnya. Kara? luntang-lantung seperti tidak punya teman. "Kar? gabut? mending temenin gue keliling jualin makaroni." Melia. Ya, Ia memang berjualan makaroni, entah sudah mendapatkan izin atau belum.
Karena gabut, Kara pun mengiyakan tawaran Melia. Kara dan Melia mendatangi setiap kelas untuk menawarkan dagangan Melia yang Ia jual 2 ribu perbungkus.
Sampai terakhir menuju kelas kesukaan Kara, dimana kelas tersebut ada murid yang Kara idam-idamkan. Belum sampai kelasnya, Orangnya beserta teman-temannya sudah berpapasan dengan Kara dan juga Melia. "Eh lo pada, beli dong anjir!" Ya begitulah sistem jualan Melia. Ngegas dan terdengar maksa.
heran tapi masih aja ada yang mau beli
"Apaan tuh?" Ujar salah satu manusia diantara perkumpulan itu. "Makaroni."
"Ah enggak deh."
"Kalau lo kasih gratis gue mau, Mel."
"Kepala lo sini gue jedotin." Jawab Melia, serem ye say.
"Apa sih? Coba liat." Elzan, itu Elzan. Sekarang sedang menghampiri Kara karena kebetulan Kara yang memegang seplastik isi makaroni. "Berapa harganya, Kar?" Tanya Elzan.
Entahlah apa yang terjadi dengan Kara, padahal sudah sering bertemu Elzan atau bahkan untuk menyapa sekata dua kata. Tapi, tetap saja masih suka bingung untuk menjawab pertanyaan simple yang Elzan lontarkan. "Eh--"
"2 ribu! Lo gak usah nanya kalau gak mau beli." Akhirnya Melia yang menjawab pertanyaan Elzan. Kara lama sih.
"Mau beli, Zan?" Tanya Kara.
"Enggak dulu deh."
"Yeh, bambang! Yuk, Kar. Miskin lo, nanya doang beli kaga!" Ujar Kara meneriaki Elzan dan teman-temannya yang hanya bertanya tapi tidak membeli.
Setelah berkeliling, makaroni hanya menyisakan dikit dan itu akan Melia jual kepada guru-guru yang ingin membeli.
Karena hari ini sepi dan begitupun kelasnya yang jamkos jadi Kara hanya duduk-duduk diluar kelas, walaupun sudah dimarahi guru untuk tetap berada didalam tapi yaa aturan dibuat untuk dilanggarkan (?)
ingat, jangan ditiru
Kara duduk sembari memperhatikan murid-murid yang sedang olahraga dilapangan dan melahap makaroni yang diberi gratis oleh Melia. "WOI! Bengong aja lo!" Jharna datang mengagetkan.
"Sok sibuk lo!"
"Biasalah. Oiya, tadi gue lewat kelas Elzan, dia lagi dikelasnya tuh." Kata Jharna memberi info. "Terus?"
"Ya, yaudah. Hanya memberi info, barangkali lo hari ini gak liat dia."
"Liat dong! Tadi gue abis keliling terus dia--" Tidak kuat melanjutkan cerita, Kara hanya ketawa salting mengingat kejadian tadi. "Apa sih, anjir? Kenapa? Dia nembak lo?" Jharna mulutnya tapi aamiin.
"Bukan."
"Terus?"
"Gapapa sih, cuma tadi gue bantuin Melia jualin dagangannya, terus yaudah, Elzan nyamperin gue buat nanya-nanya gitu." Kara cerita sambil salting.
"Elzan, elzan. Peletnya kuat bener ya, temen gue sampe kaya gini."
Tidak lama abis gibah, orang yang digibahin lewat dengan satu orang temannya. Kara yang melihat itu kaget, takut orang itu dengar gibahan Kara. "Kar, Melia ada? Mau beli makaroninya." Siapa lagi kalau bukan Elzan sang pujaan hati Kara.
"Ap-- Eh, Bentar gue panggil Melia dulu." Belum juga Kara memanggil Melia, yang punya nama sudah nongkrong dipintu, "Gak ada, abis. Telat sih lo!"
"Ah gimana sih lo, bukannya sisahin." Dengan tawanya hingga menunjukkan gingsulnya.
GAK KUAT MAK
"Lo kaga ngomong ya, nyet!"
"Yaudahlah. Kar, kelas dulu ya!" Kata Elzan pamit dengan senyumannya. "Hah, eh iya."
Kara yang disapa, Jharna yang ikutan salting. "Anjir, anjir, anjir. Gemes banget!" Jharna menarik lengan baju Kara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Hoodie [END]
Teen FictionElzan Farraz Guinandra. Laki-laki yang selalu memakai hoodie, yang sejak pertama kali aku melihatnya sudah berhasil bikin aku jatuh pada pandangan pertama.