Hari Selasa, pelajaran Fisika. Kara sedari tadi tidak mengerti apa yang guru didepan jelaskan, ia benar-benar tidak paham Fisika. Tidak hanya Kara, teman sekelasnya terutama yang cowok dan duduk dibelakang pun ada yang diam-diam tidur.
Kara hanya memandangi jendela yang langsung menuju lapangan, kosong tidak ada murid yang lewat karena memang jam pelajaran masih berlangsung. Sampai tiba-tiba segerombolan murid memakai baju olahraga muncul dan salah satu yang mencuri perhatian Kara adalah Elzan.
Akhirnya bisa cuci mata, pikirnya
Kara memandangi Elzan melalui jendela kelasnya, sampai teman-temannya memanggilnya pun ia abaikan saking fokusnya memandang Elzan.
"Kar, sst.. Kar," Dita memanggil Kara
"Nanti dulu, Dit."
"T-tapi itu lo dipanggil bu Asti, Kar."
"Iya, nanti dulu, Dita."
BRAKK
"KARA AMANDA LEVRONKA!" Kini Bu Asti sendiri yang turun tangan memanggil Kara dengan gebrakan mautnya.
"I-IYA, BU. MAAF."
"Kerjain itu soal yang dipapan tulis, dari tadi ibu panggil."
"Maaf bu, saya gak bisa."
"KALAU GAK BISA PERHATIKAN, JANGAN MALAH JENDELA YANG KAMU LIHAT, KAMU MAU OLAHRAGA?" Sunyi, seisi kelas tidak ada yang bersuara hanya suara Bu Asti yang menggelegar.
"Enggak bu, Maaf."
"Yaudah, perhatikan jangan lihat keluar lagi." Kara menarik nafas panjang, untung saja ia tidak dihukum.
"Lo sih, Kar. Nyari penyakit aja." Bisik Dita takut Bu Asti mendengar dan marah lagi.
"Maaf, lagian gue gak paham anjir, si Ibu ngejelasin apa. Lebih seru ngeliatin yang lagi olahraga." Sahut Kara dengan sesekali melihat kearah jendela lagi takut terlewat momen Elzan sedang olahraga.
"Ada siapa emang?" Tanya Dita
"Ada.. Ya pokonya lumayan buat cuci mata."
"OOohh," Dita hampir mengeluarkan suaranya yang menggelegar. "Gue tau, lo liatin Elzan kan? Hahaha ternyata setelah ditolongin kemarin jadi muncul benih cinta, uhuy."
"A-apaan sih, sok tau amat."
"Ya ampun masih aja. Lo gak mau sapa dia duluan Kar?"
"Kalau dia gak jawab sapaan gue gimana?"
"Coba aja dulu."
Mereka pun kembali fokus ke papan tulis dan Bu Asti yang masih menjelaskan. Mendengar kata-kata Dita, Kara jadi bimbang, "Sapa atau enggak ya?" Sebelah Elzan saja sudah bisa membuat jantung Kara berdegup kencang, bagaimana jika Kara menyapanya?
...
Istirahat, seperti biasa Kara dan teman-temannya pergi ke kantin, dari kejauhan Kara sudah bisa melihat Elzan yang sepertinya ia baru saja dari kantin.
"Kar, Kar. Itu Elzan, ayo sapa." Dita menepuk pundak Kara dengan heboh seperti melihat Zayn Malik didepan.
"Iya, Dit. Gue liat."
Kara menarik nafas dalam, ia sudah mantap akan menyapa Elzan. "Hai, Elz-- uhuk uhuk!"
pipipip kesalahan teknis~
Yap, keberuntungan tidak berpihak di Kara, karena suara Kara mengalami gangguan teknis.
"Kenapa harus batuk sih, anjrit! argh," lirih Kara. Dita yang berada didepan Kara mundur selangkah untuk bertanya kepada Kara apakah ia berhasil atau tidak.
"Gimana, gimana? di bales gak sapaan lo?"
"Gimana mau dibales, pas manggil aja suara gue tiba-tiba eror, gue malah batuk."
"Ya ampun, Kar. Coba lain kali ya." Ujar Dita menepuk pundak Kara untuk memberinya semangat.
Setelah dari kantin dan membawa beberapa jajanan, Kara kembali ke kelas. Dari kejauhan Kara melihat Elzan lagi sedang berjalan menuju arah berlawanan dengan Kara.
Jika diingat, Kara malu dengan kejadian yang dimana ia batuk ketika ingin menyapa Elzan. Saat langkah Elzan sudah dekat dengan Kara, hal tak terduga terjadi yang membuat Kara diam tak bergerak.
"Hai, Kara." Elzan menyapa Kara
Iya, Elzan
Elzan Farraz Guinandra
"H-hai, Zan." Kara mematung ditempat tidak percaya kalau baru saja Elzan menyapanya.
"Kara, Kara, itu beneran si Elzan nyapa lo?" Tanya Dita dengan kehebohannya.
"Tabok gue sekarang, please. Ini gak mimpikan?"
PLAK
"Aw, Na, sakit dong!" Ujar Kara yang baru saja pipinya ditabok oleh Jharna.
"Tadi katanya suruh tabok, gimana sih. Ngomong-ngomong, lo suka ya sama Elzan?" Tanya Jharna
"A-apaan sih, gak usah yang aneh-aneh gitu deh nanyanya." Kata Kara dan ia langsung meninggalkan kedua temannya itu menuju ke kelas. Sepanjang jalan menuju kelas Kara masih tidak percaya kalau Elzan menyapanya. "Elzan nyapa gue, woi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Hoodie [END]
Novela JuvenilElzan Farraz Guinandra. Laki-laki yang selalu memakai hoodie, yang sejak pertama kali aku melihatnya sudah berhasil bikin aku jatuh pada pandangan pertama.