#3 - Dendam Kesumat +1

152 16 0
                                    

"Saya mengambil cuti untuk 3 bulan kedepan."

Keana tak tahu harus memasang wajah bagaimana. Walau Pak Lukman menyebalkan, tetapi tak semenyebalkan Restu. Pak Lukman menyebalkannya hanya memberikan tugas merangkum satu buku saja, tidak memberikan tekanan batin lainnya. Tetapi Pak Lukman orang yang humoris dan dapat mencairkan suasana. Mengikuti kelasnya bahkan sangat menyenangkan.

"Pak, terus kita juga cuti gitu buat mata kuliah Bapak? 3 bulan nanggung kalo harus diundur ke semester depan, Pak," celetuk Dira dengan wajah sedih.

Pak Lukman justru tertawa dengan ucapan Dira. "Kamu ini. Ya enggaklah. Memangnya kamu mau beban SKS kamu nambah semester depan?"

Dira memasang wajah cemberut. "Terus gimana, Pak?"

"Saya tebak, Pak. Pasti bakalan ada dosen pengganti, kan?" terka Kenan yang duduknya tumben berada di barisan pertama, bersama dengan Keana dan Dira.

Pak Lukman tersenyum. "Perkiraan kamu bener, Kenan. Kalian mau saya digantiin sama siapa untuk mengajar mata kuliah ini?"

"Bebas pilih memangnya, Pak?"

Pak Lukman mengangguk mantap. "Iya. Kalian pilih saja ingin siapa. Nanti saya tanyakan apa beliau bisa atau enggaknya."

Nama-nama dosen yang diinginkan teman-teman Keana mulai disebutkan hingga membuat suasana kelas jadi rusuh. Yang anehnya adalah Dira yang tidak ikut menyebutkan dosen yanh diinginkan. Jika Keana jangan ditanya lagi, ia tidak pernah ikut-ikutan.

"Lo kenapa gak ikutan?" tanya Keana di tengah kebisingan ini.

"Gue mau Pak Restu, cuma sifatnya gak boleh gitu ngerti gak, sih? Muka Pak Restu cuma aturan perkuliahannya gak mau!"

Keana menggeleng pelan. Ada yang seperti itu?

Banyak nama dosen yang disebut, hanya saja yang sering terdengar hanyalah Bu Nesya karena para cowok yang ingin. Keana mungkin bisa bernapas lega karena tidak ada yang memanggil nama Restu, terkecuali Sasha. Hanya dia.

Keana sampai berpikir jika Sasha benar-benar akan menjadi perebut laki orang alias pelakor. Ia tidak berpikir jika kelas yang dipimpin dosen itu terasa menegangkan?

"Sudah, sudah!" Pak Lukman mengintruksikan untuk senyap. Tidak senyap semua hanya beberapa orang yang masih ngotot ingin digantikan oleh dosen yang diinginkannya. "Keana? Kenapa kamu gak ikut nyebutin dosen yang kamu mau? Kamu mau siapa?" tanya beliau melihat Keana yang diam saja.

"Saya maunya Bapak aja. Memang kenapa Bapak harus cuti, sih, Pak?" Keana seperti tidak ikhlas jika Pak Lukman akan mengambil cuti. Ada beberapa yang bahkan setuju dengan gadis itu.

"Saya harus berobat, Keana."

"Seru tau, Pak, kalo sama Bapak. Gak tegang, gak nakutin walau kuis dadakan Bapak nyeremin," ujar Keana lagi yang langsung membuat anak-anak kelas langsung tergelak.

"Memang siapa yang kelasnya nakutin?" tanya Pak Lukman sambil tertawa.

"Bapak jangan cepu, ya?"

Pak Lukman malah semakin terguncang tawanya. "Iya, siapa?"

"Pak Restu. Kelasnya berasa uji nyali, Pak!"

"Kamu kesel sama dia?"

"Gak kesel, sih. Cuma kesel aja, sih."

"Kamu itu ngomong apa? Memang kenapa dia? Padahal dia dosen muda sama kayak Bu Nesya. Ganteng lagi."

"Pak, masa saya izin ke toilet gak boleh sedangkan yang lain boleh?" ade Keana dengan wajah cemberut.

"Yeh, lonya aja yang bikin salah sama dia!" tuduh Sasha.

"Diem lo! Ngajak ribut mulu!" sungut Keana.

Belum sempat Pak Lukman berkata kembali, suara ketukan di pintu membuat orang-orang menoleh ke arahnya.

The StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang