Keana bersumpah, jika bukan Restu yang memegang kendali atas nilainya, ia akan menghantamkan sepatunya ke kepala dosen menyebalkan itu. ia heran dengan kelakuan dosennya yang absurd itu. menyuruhnya mengantarkan hardcopy dari makalah kelompoknya tapi laki-laki itu sudah tidak ada di ruangannya!
Gadis itu mengepalkan kuat-kuat tangannya sambil memejamkan mata dengan pengaturan napas. Satu... Dua... Tiga... Tenang Keana.
"Gue punya kehidupan apa di masa lalu sampe kehidupan gue sekarang makin sini malah makin semrawut?!" rengek Keana di depan pintu ruangan Restu. Ia sudah berkali-kali mengetok pintu itu, namun tak kunjung terbuka. Ketika tangannya menekan knop pintu pun tak kunjung terbuka. Ia berpikir macet sampai ia mendorong pintunya, namun nihil. Ruangannya memang dikunci.
"Dosa gak sih doain kalo tuh dosen setiap goreng telur gosong?" dumel Keana dengan wajah cemberut. Ia berjongkok membelakangi pintu sambil menutupi kepalanya dengan makalah yang dipegang serta tangan bersilang. Ia ingin mengupat tapi ia harus menahannya.
"Keana?"
Mendengar namanya dipanggil, gadis itu mengangkat pandangannya dan seketika langsung berdiri dengan wajah kaget. "Bapak?"
"Kamu ngapain di depan ruangan Restu? Udah kayak pundung lagi jongkok. Anak kecil kalo ngambek suka gitu."
Keana hanya mesem mendengar ledekan Pak Lukman. "Saya mau ngasihin tugas AKL 1, Pak. Tapi Pak Restunya gak ada."
"Jaman udah canggih, Keana. Kenapa kamu gak kirim soft file nya aja ke Restu?" Tanya Pak Lukman keheranan. Memang selama beliau mengampu mata kuliah di kelas Keana, jarang sekali memberikan tugas kelompok harus mengumpulkan hardfile. Paling-paling jika harus memakai hardfile, Pak Lukman akan memberitahu jauh-jauh hari. Tidak seperti dosen yang satu ini.
"Pak Restu tadi bilang mau hardcopy-nya, Pak," jawab Keana.
"Ya sudah, kenapa kamu gak telpon Restu aja, tanya dia ada dimana. Kamu ini generasi Z tapi kalah sama saya." Pak Lukman geleng-geleng kepala melihat tingkah Keana.
"Udah saya chat, telpon juga, Pak. Cuma memang kayanya Pak Restu gak niat angkatnya. Saya telponin sampe 18 kali loh, Pak."
Pak Lukman malah tertawa, sedangkan Keana memasang wajah nelangsa.
"Bapak jahat banget ngetawain saya," cibir Keana.
"Saya kirim aja alamat rumahnya Restu. Kamu anterin makalahnya ke sana. Dia pasti ada di rumah," kata Pak Lukman memberikan secercah cahaya pada Keana.
"Beneran, Pak?" Keana jadi bersemangat.
"Iya."
"Ih! Bapak baik banget, sih? Padahal saya suka nawar kalo Bapak kasih tugas." Gadis itu cengengesan mengingat ia seperti mahasiswa durhaka jadinya.
Pak Lukman hanya geleng-geleng kepala.
"Eh? Tapi Bapak ngapain di sini? Katanya ambil cuti buat berobat?" Keana memicingkan wajahnya penuh selidik. "Kenapa keliaran di area kampus, Pak?"
"Kamu ini! Keliaran memangnya saya kucing? Saya harus ngurus beberapa dokumen sebelum cuti. Lusa saya udah cuti."
"Oh, masa iya Pak cuti aja musti ngeribetin dokumen?"
"Udah udah. Kamu pulang aja sana! Kadang saya heran kenapa kamu punya otak cerdas tapi kelakuan bikin orang naik darah."
***
Keana menatap bangunan di depannya dengan kening berkerut. Rumahnya tidak terlalu besar, bahkan cenderung sederhana. Rumah bercat biru muda itu bahkan terlihat hidup karena banyak tanaman yang menghiasi halamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Status
Romance"Nama saya Restu Kalandra Damian," ulang beliau. Perkenalan singkat itu begitu dinantikan oleh kaum hawa di kelas ini. "Oh, iya satu hal lagi tentang saya. Saya sudah memiliki istri dan satu orang anak. Jika kalian ingin tahu." Antusias yang awalny...