8. SISI EMOSIONAL ANGEL

55 11 6
                                    

Nggak kerasa udah Part 8 aja. Gimana sejauh ini baca cerita Angel?

Udah bisa nyimpulin karakter Angel bagaimana?

━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━
8. SISI EMOSIONAL ANGEL

.

.

.

BUKAN hal yang tabuh lagi jika hubungan dua saudara itu tak pernah akur sedikitpun. Sesekali terlihat Bumi akan menghampiri Langit, kemudian, ada adegan berdebat sebentar sebelum saling meninggalkan. Minimalnya, hanya saling melirik sebelum buang pandang dan berjalan ke arah yang berbeda.

Langit dengan headband yang membingkai keningnya agar rambut panjangnya tak menjuntai itu kini berdiri di tengah lapangan indoor bersama permain yang lain. Bersitatap beberapa detik dengan sang lawan sebelum bola berwarna orange itu di lempar di ke tengah-tengah mereka dan Langit-lah yang lebih dulu pegang kendali.

Sorakan dari tribun penonton begitu heboh padahal hanya di isi oleh dua kelas, selebihnya satu atau dua orang dari kelas lain yang membolos untuk menonton. Dan itu termasuk Angel yang berdiri di pinggir lapangan dengan kertas AVS bertuliskan 'Semangat Langit'

Ariel yang duduk di tribun bersama teman kelasnya memicing sebelum membulatkan mata dan segera menghampiri sang sahabat. Dengan wajah kesal sejak pertama kali melihat keberadaan Angel, Ariel langsung menjewer telinga gadis itu begitu bisa dijangkau.

"Aww .... sa---kit, Bangs*t!" Angel menepis tangan Ariel dan mendorong pelan bahunya. "Lo ngapain sih, kesini? Ganggu kesenangan gue aja."

"Seharusnya gue yang nanya, Lo ngapain kesini? Kalo gue udah jelas tanpa perlu gue jelasin lagi!"

Ariel ini kenapa? Suka sekali marah-marah.

"Liatin kesayangan gue lah." Angel berusaha mengalihkan perhatian dari eksistensi Ariel yang begitu pekat auranya. "Iya-iya." Mengalah karena tatapan tajam Ariel tak juga teralihkan. "Lima menit gue balik ke kelas, gue janji."

Ariel menghela, menarik kertas AVS di tangan Angel dengan brutal dan merobeknya. Angel pasrah. "Lo itu malu-maluin. Kalo tingkah Lo kayak gini jangankan dapetin, dilirik juga kagak."

"Jadi gue harus gimana?" Angel jadi frustrasi. "Lo selalu bilang gitu, tapi nggak ngasih saran yang logis."

"Yang logis itu Lo lupain Langit! Cari yang seiman sebelum terlalu jauh," cecarnya.

Angel ini terlalu menyepelekan perasaan, jika sudah betul-betul suka untuk move-on membutuhkan pengorbanan yang begitu besar. Apalagi mereka beda agama.

"Harus berapa kali gue bilang? Gue suka sama Langit, tapi Lo tenang aja, paling kalo udah berhasil dapetin dia, gue bosen habis itu move-on. Daripada gue penasaran, kan?" Entah itu betul-betul keluar dari lubuk hatinya yang terdalam, yang jelas ia lega saat Ariel tak bersuara lagi dan ikut menonton pertandingan.

"LANGIT, SEMANGAT!" teriak Angel, nyaring. Nyaring sekali karena terlihat sang pemilik nama menoleh melihatnya. "GANTENG BANGET LANGIT ANGEL."

"Narsis banget, tuh, cewek." Beberapa penonton dari Arah belakang menggosipinya. "Dari kelas mana?"

Angel mendengarnya dengan jelas. Jika sampai ia dilabrak setelah ini, biarkan, Angel sama sekali tidak takut. Sudah ia tegaskan, kan, kalo dia ini tukang pukul, cewek menye-menye hobi make up setebal buku paket seperti mereka akan tumbang dengan satu kali pukulan maut.

ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang