2

3.8K 313 3
                                    


"Begini jeno, aku ingin menawarkan sejumlah uang kepada keluargamu supaya kalian semua menjauhi Chenle"






Jeno membelalakkan matanya mendengar kata-kata Jaehyun. Sejenak dia mencoba mencerna apa yang barusan di dengarnya lagi, berharap ada kemungkinan dia salah dengar. Tetapi kemudian ketika dia menyadari bahwa apa yang dikatakan Jaehyun itu benar-benar seperti yang dimaksudkannya, wajahnya merah padam oleh kemarahan bercampur rasa terhina.

"Saya tidak tahu kenapa anda melakukan penghinaan yang begitu besar kepada kami. Tapi yang perlu anda tahu, kami tidak butuh uang atau pemberian apapun dari anda, coba anda tanyakan ini kepada Jisung dan mungkin dia akan menghajar anda."

Jaehyun hanya diam di sana dan mengamati Jeno tajam, seolah-olah ingin menelanjangi seluruh isi hatinya. Lama kemudian lelaki itu tampaknya telah mengambil kesimpulan dan tersenyum.

"Oke, jangan marah. Kata-kataku tadi hanyalah ujian, aku memang mengatakannya kepada siapapun, yang dekat dengan Chenle."

Jeno mengernyit, "Apa?"

"Kau tahu, kata-kata itu tadi, bahwa aku akan membayar mereka dengan timbal balik mereka harus meninggalkan Chenle." wajah Jaehyun mengeras, "Kau akan terkejut mengetahui berapa banyak yang setuju untuk menyambar umpanku mentah-mentah."

"Tidak semua orang miskin tidak punya harga diri," sela Jeno sinis.

Jaehyun menatap Jeno lagi, "Benarkah?" pertanyaan itu sepertinya tidak perlu jawaban, hanya sebuah retorika yang menyindir. Jeno menyadari bahwa berdasarkan pengalamannya, lelaki itu punya pandangan negatif kepada orang-orang tidak mampu. Dia tadi bilang banyak orang lain yang mau menerima penawarannya mentah-mentah.

"Apakah urusan kita sudah selesai?" Jeno melirik gelisah ke lorong TK yang sepi. Lelaki ini membuatnya tidak nyaman, entah kenapa.

Jaehyun menegakkan tubuhnya yang sedari tadi bersandar santai di pilar. "Belum." Gumamnya tenang, "Dan aku bersikeras untuk mengajakmu ke suatu tempat, dengarkan dulu," serunya ketika melihat Jeno akan membantah keras kata-katanya, "Kau adalah kakak Jisung, kekasih adikku. Aku berjanji tidak akan melakukan sesuatu yang buruk kepadamu, demi adikku. Dan memang aku tidak punya niat buruk sama sekali, aku hanya ingin bicara."

"Bukankah saya bilang anda bisa membicarakan semua yang perlu anda bicarakan di sini?"

"Tolong jangan pakai istilah anda dan saya." Jaehyun mengerutkan alisnya, "Itu terlalu formal dan mengganggu. Aku ingin berbicara tentang Chenle, penting."

Jeno menatap wajah Jaehyun. Lelaki itu tampak serius. Benar-benar serius. Sejenak dia ragu. Beranikah dia mempercayakan dirinya untuk pergi bersama lelaki ini?

Jeno menghela napas, "Baiklah, tetapi hanya sebentar, kalau lebih dari jam dua siang aku belum pulang, orang rumah akan bertanya-tanya."

Jaehyun mengangguk, "Hanya sebentar, kita bicara di café langgananku di dekat-dekat sini."

.....

Cafe itu bertema garden cafe dengan ruangan-ruangan yang redup karena rimbunnya pepohonan dan taman dan lampu-lampu berwarna kuning hangat yang menentramkan. Seluruh dindingnya adalah kaca bening yang besar-besar, memantulkan suasana hijau di sekelilingnya. Hari ini mendung dan berada di cafe yang begitu hijau itu membuat Jeno merasa semakin sejuk.

Dengan sopan, Jaehyun menarikkan kursi untuk Jeno dan duduk di depannya, lalu memesankan makanan mereka kepada pelayan yang menunggu. Setelah itu menunggu pesanan datang,

Jaehyun menyandarkan punggungnya di kursi dan menatap Jeno. "Kau mau pesan apa?"

Jeno mengamati daftar menu dan tidak bisa menyembunyikan senyumnya ketika menemukan menu minuman kesukaannya. Cokelat panas. "Aku mau hot chocolate."

Perjanjian HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang