Kadang kala cinta yang kau nanti ada dalam genggaman tanganmu, hanya saja kau belum menyadarinya
.
.
.
Dengan panik Jeno berusaha menjejak, menyadari dia sudah berada jauh di tengah sehingga pasir sudah tidak bisa digapai oleh kakinya. Jeno mulai tenggelam dengan sebelah kaki kram dan sakit setengah mati. Tidak bisa berteriak.
Jaehyun!
Teriaknya panik dalam hati sebelum kegelapan menelannya.
Jeno merasakan napasnya sesak ketika air laut mulai menenggelamkannya, asin yang panas memasuki tubuhnya, membuatnya megap-megap mencoba meminta pertolongan untuk terakhir kalinya, lalu semuanya hampir terasa gelap.
Lalu lengan kuat itu mengangkatnya, menempelkan tubuh lemasnya ke dada telanjangnya yang keras. Aroma itu... Aroma parfum yang sangat dikenalnya... Jaehyun? Jeno tersenyum dalam hati, menyadari Jaehyun telah menyelamatkannya. Lalu kesadarannya hilang.
...
Ketika terbangun, Jeno ada di rumah sakit. Yang dirasakan pertama kali adalah pusing dan kehilangan orientasi, lalu dia mengenali wajah itu, ibunya dan Jisung di belakangnya. Yang duduk di tepi ranjangnya dan menatapnya dengan cemas.
Dia terbangun dan langsung terbatuk-batuk, membersihkan tenggorokannya yang terasa panas, Ibu Jeno berusaha menepuk-nepuk pundak Jeno untuk membantunya, sementara jisung berlari keluar untuk memanggil dokter.
Jeno menatap sekeliling ketika kesadarannya sudah kembali, dimana Jaehyun? Itu yang terpikir olehnya pertama kali.
Bukankah waktu itu Jaehyun yang menyelamatkannya? Kenapa sekarang dia tidak ada? Tiba-tiba sebersit rasa kecewa memenuhi dirinya.
Jisung masuk kembali dengan dokter dan Chenle yang mengikuti dengan cemas di belakangnya. Dokter memeriksa Jeno sejenak lalu pergi dan tampak becakap-cakap dengan ibu Jeno dan Jisung, sementara Chenle duduk di tepi ranjang.
"Syukurlah, hyung sudah sadar, kami cemas sekali menanti di sini." Chenle duduk di pinggiran ranjang dan menggenggam tangan Jeno.
Jeno tetap memandang ke sekeliling, masih susah berbicara. Dimana Jaehyun? pikirnya.
Chenle sepertinya menyadari apa yang ada di benak Jeno, dia tersenyum.
"Jaehyun hyung sedang membeli kopi di bawah. Kami yang memaksanya supaya menyingkir karena seharian dia seperti orang gila, mondar mandir di koridor, keluar masuk kamar, menunggumu sadar."
Jaehyun mencemaskannya sampai seperti itu? benarkah? Sejenak dada Jeno membuncah oleh perasaan hangat.
Lalu dia teringat akan kejadian sebelum dia tenggelam, kedatangan Rose, sikap acuh tak acuh Jaehyun ketika Rose terang-terangan menggodanya, dan kemudian kemarahan Jeno yang kekanak-kanakan.
Astaga, kenapa dia marah? Kalau dia tidak mempunyai perasaan terhadap Jaehyun, dia tidak perlu semarah itu. Omong kosong kalau Rose memang tidak menghargai keberadaannya, seharusnya hal itu tidak akan mengganggunya kalau dia tidak mempunyai perasaan apa-apa kepada Jaehyun.
Pipi Jeno memerah malu menyadari betapa kekanak-kanakan sikapnya sebelum tenggelam, Jaehyun pasti menertawakannya, karena dia seolah menunjukkan kalau dia cemburu berat kepada Rose.
"Jaehyun hyung tampak sangat menyesal karena hyung sampai tenggelam." Chenle menyambung, tidak menyadari perubahan ekspresi Jeno.
Lalu pintu terbuka dan Jaehyun masuk, lelaki itu langsung menghampiri Dokter dan bercakap-cakap dengannya, dan setelah dokter pergi, langsung melangkah mendekati ranjang.
Chenle, yang melihat ibu Jeno dan Jisung melangkah keluar, langsung ikut berpamitan keluar dulu, memberi kesempatan kepada Jaehyun berduaan dengan Jeno.
Lelaki itu tampak letih. Jeno menyimpulkan. Apakah karena dirinya?
"Bagaimana perasaanmu?" Jaehyun menarik kursi mendekat dan duduk di samping ranjang, mengamati Jeno dengan cermat.
"Aku baik." jawab Jeno pelan, suaranya masih serak dan tenggorokannya masih sakit. Tetapi secara keseluruhan dia baik-baik saja.
"Maafkan aku," suara Jaehyun berbisik, "Aku memaksamu berenang. Pada akhirnya aku tidak menjagamu."
Karena aku yang lari darimu, karena aku cemburu dan kekanak-kanakan. Jeno mendesah dalam hati, tetapi kata-kata itu tidak bisa keluar dari bibirnya. Dia hanya menggeleng lemah. Jaehyun tersenyum tipis sambil menatap Jeno, lalu menghela napas.
"Aku... Kau bilang pernikahan ini seperti di neraka." mata Jeno tampak muram, "Aku tidak menyadari kalau kau begitu tersiksa dengan pernikahan ini. Karena aku... Karena aku sendiri mungkin bisa dikatakan menikmatinya." lelaki itu mendesah, lalu seolah tidak tahan duduk lama disitu dia berdiri dan memasukkan tangan ke saku celananya, "Nanti setelah kau sembuh, kita bicarakan perihal perceraian. Aku akan memikirkan cara terbaik untuk menjelaskan kepada semuanya. Memang tidak adil menahanmu ke dalam pernikahan sandiwara ini."
Jaehyun mendekat ke tepi ranjang, lalu membungkuk dan tanpa dinyana, mengecup dahi Jeno dengan lembut.
"Cepat sembuh ya." bisiknya pelan sebelum melangkah pergi, meninggalkan Jeno yang tertegun tanpa mampu berkata-kata. Perasaannya berkecamuk, dan dia bingung harus bagaimana.
...
Perceraian.
Jeno memejamkan matanya. Bukankah itu jalan keluar yang terbaik dari pernikahan sandiwara ini? Dari awal mereka menikah untuk mencegah perjodohan yang dilakukan mama Jaehyun untuk Jaehyun dan Chenle, demi kebahagiaan adik-adik mereka. Dan memang benar, setelah mama Jaehyun meninggal, tidak ada yang perlu dipertahankan dari pernikahan ini.
Tetapi meskipun ini adalah jalan keluar yang terbaik, entah kenapa Jeno merasa ini tidak benar. Hatinya memberontak ketika mendengar kata perceraian, dan itu karena alasan yang tidak dia tahu. Kenapa? Kenapa dia tidak menginginkan perceraian? Apakah itu karena dia merasa nyaman menjadi isteri Jaehyun, dan ingin terus menjadi isterinya. Apakah sebenarnya... Tanpa disadarinya, dia telah jatuh cinta kepada lelaki itu?
Jeno memejamkan matanya ketika gemuruh perasaannya membuat kepalanya terasa pening. Jatuh cintakah dia kepada Jaehyun? Jeno tidak berpengalaman dalam hal jatuh cinta. Dia hanya pernah satu kali menyerahkan hatinya kepada laki-laki. Kepada Jaemin, dan itupun dia telah dilukai sedemikian rupa.
Perasaannya sekarang kepada Jaehyun berbeda, bukan perasaan berbunga-bunga, jantung berdegup kencang ataupun terasa melayang-layang ketika membayangkan Jaemin seperti dulu. Perasaannya kepada Jaehyun ini tumbuh dengan pelan seiring berjalannya waktu. Muncul ketika menyadari betapa sayangnya Jaehyun kepada adik dan mamanya, muncul ketika dia merengkuh Jaehyun yang rapuh menangis dalam pelukannya, muncul dari kebersamaan mereka ketika Jaehyun tanpa ragu menopangnya ketika dia butuh dorongan, muncul di setiap detiknya bersama laki-laki itu. Dan mungkin inilah cinta, karena dia merasakan cemburu luar biasa atas kehadiran Rose.
Oh astaga. Aku benar-benar telah jatuh cinta kepada Jaehyun.
Tapi bagaimana sekarang? Karena dorongan cemburu yang kekanak-kanakan, dia telah mengatakan kepada Jaehyun bahwa pernikahannya seperti dineraka. Padahal sesungguhnya, dia bahagia. Ya, Jeno bahagia.
Haruskah dia mengungkapkan semuanya kepada Jaehyun Tapi perasaan Jaehyun kepadanya sangat misterius. Lelaki itu mengatakan bahwa dia menikmati pernikahan mereka. Tidak lebih. Belum lagi kejadian malam itu, yang menunjukkan bahwa ketertarikan Jaehyun kepadanya hanya sekedar nafsu.
Ataukah jangan-jangan... Jaehyun memang menginginkan perceraian ini? Karena ada Rose? Karena dia merindukan kebebasannya bercinta dengan semua perempuan tanpa harus dibebani tanggung jawab kepada seorang isteri?
Benak Jeno dipenuhi berbagai pikiran, membuat dadanya semakin sesak.
.
.
.
.
T. B. C
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjanjian Hati
Fanfictionjeno tak menyangka, putus cinta semenyakitkan ini ⚠️ Original by Santhy Agatha (.◜◡◝) .Ini bukan cerita saya sendiri, ini hanya remake dari novel dengan judul yang sama. . Semua tokohnya hanya fiksi, . Tidak ada hubungan dengan karakter asli pemer...