7

2.4K 245 5
                                    


Langkah-langkah kaki Jeno terdengar jelas di lorong rumah sakit yang sepi itu. Dia sampai di ruang ICCU dan menemukan Chenle sedang menangis terisak-isak di pelukan Jisung.

"Hyung, kemana saja." Jisung langsung berseru ketika melihat Jeno, "Kami semua mencoba menghubungimu, tetapi tidak bisa."

"Maafkan aku." permintaan maaf Jeno terucap dari lubuk hatinya. Ah, berapa bodohnya dia! Perbuatan kekanak-kanakannya karena marah kepada Jaehyun ternyata merepotkan semua orang. "Bagaimana mama?"

Kai mengetatkan pelukannya kepada Chenle yang terisak semakin keras dan menggeleng sedih, "Mama sudah meninggal setengah jam yang lalu."

Dan detik itu, hati Jeno dipenuhi penyesalan yang mendalam, mencengkeramnya dan mengancam akan menenggelamkannya ke ujung dunia.

.....

Lama mereka menunggu sampai kemudian Jaehyun keluar dari ruangan ICCU. Tampaknya Jaehyun sudah mengurus segalanya secara kilat, untuk persiapan pemakaman besok dan memulangkan jenazah mamanya ke rumah sebelum diistirahatkan. Lelaki itu tampak pucat dan rapuh, seolah dia akan hancur seketika kalau ada yang memukulnya.

Jeno berdiri di sana dengan berlinangan air mata. Matanya melirik ke dalam ruang ICCU tempat jenazah mama Jaehyun dibaringkan, ditutup dengan kain putih yang pilu.

Suara isak tangis Chenle terdengar keras, untunglah ada Jisung di sisinya. Memeluknya dan menguatkannya.

Jeno melangkah mendekati Jaehyun, bergumam dengan hati-hati.

"Maafkan aku." dia berbisik parau, di sela air matanya.

Tetapi Jaehyun hanya menatapnya sedetik dengan tatapan mata yang tidak bisa dibaca, lalu memalingkan mukanya dengan cepat.

"Kita pulang." gumamnya dengan suara parau, lalu meninggalkan Jeno dengan langkah panjang-panjang, membuat Jeno setengah berlari mengejarnya.

.....

"Jeno Hyung." Chenle mendekati Jeno ketika mobil mereka memasuki gerbang rumah, dia kelihatan sedih dan pucat. Tentu saja, siapa yang tidak sedih ketika kehilangan mamanya?

"Iya Chenle?" Jeno berusaha selembut mungkin, mengingat berapa rapuhnya Chenle saat ini. Mereka ada di kursi belakang mobil Jisung yang sedang mengemudi.

Sementara Jaehyun masih di pemakaman, menyelesaikan semua urusan sebelum nanti menyusul pulang.

"Jaehyun hyung, aku harap hyung bisa membantunya."

Jeno mengernyitkan keningnya, membantu Jaehyun? Dalam hal apa? Lelaki itu tampak begitu tegar. Bahkan kemarin ketika dia akhirnya melihat Jeno menyusul kerumah sakit, lelaki itu hanya mengangkat alisnya, dengan wajah datar seperti batu. Dan wajah itu yang terus dipakai Jaehyun sampai sekarang hingga proses pemakaman usai. Tidak ada air mata, tidak ada emosi dan ekspresi apapun yang menyiratkan kepedihan. Wajahnya keras, seperti batu yang kosong.

"Dia memang tampak tegar di luar." Chenle bergumam, seperti bisa membaca pikiran Jeno, "Tetapi dia rapuh hyung... Dia selalu begitu ketika terpuruk, selalu membangun benteng kokoh di sekelilingnya supaya tidak ada orang lain yang bisa memasuki dan melihat jiwanya yang rapuh." Chenle meringis, "Mungkin Jeno hyung belum tahu, kalau Jaehyun hyung sebenarnya pernah hancur karena pengkhianatan."

Jeno menoleh dan menatap Chenle penuh ingin tahu, "Pengkhianatan?"

Chenle menganggukkan kepalanya, "Ya... Dulu Jaehyun hyung punya seorang kekasih, kekasihnya adalah perempuan yang sangat dicintainya. Namanya Irene. Mereka sudah berpacaran lama dan sangat cocok. Hyung tampak sangat bahagia waktu itu, beda dengan yang sekarang, dia banyak tertawa, jahil, suka bercanda." Chenle tersenyum, tampak mengenang. "Lalu Jaehyun hyung memutuskan untuk memperkenalkannya kepada papa kami." Chenle mendesah, "Papa kami adalah seorang pebisnis yang sangat pandai dan arogan, meskipun dia papa yang baik bagi keluarganya. Di makan malam perkenalan itu, dengan lantang papa mengajukan penawaran kepada Irene. Jika Jaehyun hyung menikahi Irene, maka Jaehyun hyung akan kehilangan seluruh hak warisnya dan diusir dari rumah papa. Tetapi jika Irene mau meninggalkan Jaehyun hyung, maka dia akan diberikan cek oleh papa senilai seratus juta rupiah..." Chenle menghela napas, "Tentu saja papa hanya menggertak, beliau tidak mungkin mengusir Hyung dari rumah, beliau sangat sayang kepada Jaehyun Hyung , penawaran itu sebenarnya hanyalah ujian bagi Irene.."

Perjanjian HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang