6

3K 262 10
                                    

Aku pernah mencintaimu sampai terasa sakit luar biasa. Sampai di titik sakitnya sudah tidak terasa lagi. Yang tersisa cuma cinta... Meski akhirnya yang aku dapat hanyalah pengkhianatan...

Jaehyun mengemudikan kendaraannya dengan kencang, mengumpat-umpat jika terkena kemacetan dan lampu merah, tetapi selain itu perjalanan lancar. Sambil mengemudi Jaehyun melirik ke arah Jeno, yang meremas-remas tangannya dengan cemas sambil memandang ke depan.

"Apakah Jaemin serius dengan kata-katanya?" Jeno menoleh menatap Jaehyun yang sudah mengalihkan pandangannya lagi ke jalan.

"Dia... Dia terdengar gila dan putus asa."

Jaehyun menghela napas pendek, "Pasti gara-gara pernikahan kita ya?" lelaki itu mendengus kesal, "Dasar laki-laki tidak punya otak."

"Jangan mengata-ngatai orang."

Jaehyun menatap Jeno marah, "Aku tidak salah bukan? Dia memang tidak punya otak, tidak punya hati dan pengecut luar biasa. Dulu ketika ada kesempatan dia tidak memperjuangkanmu, sekarang ketika jelas-jelas dia kalah yang dilakukannya hanya merajuk dan mengancam bunuh diri, benar-benar lelaki tak punya otak!" Jaehyun mengencangkan laju mobilnya.

Jeno terdiam, tidak bisa membantah kata-kata Jaehyun karena semuanya mengandung kebenaran. Jaemin dulu tidak berbuat apa-apa untuk memperjuangkannya.

Lelaki itu hanya diam dan mencampakkannya dalam kehancuran. Sekarang, ketika baginya Jeno sudah termiliki oleh lelaki lain, Jaemin menggila. Kenapa Jaemin melakukan ini semua? Benarkah ini didasari cinta Jaemin yang masih tersimpan untuknya? Atau ini hanyalah estimasi cemburu buta yang merenggut kewarasan lelaki itu?

.....

Taman kota tampak lengang, begitu Jaehyun memarkir mobilnya di sana, Jeno langsung keluar diikuti oleh Jaehyun.

"Kearah mana?" tanya Jaehyun sambil menjajari langkah Jeno.

Jeno memandang ragu, sudah dua tahun berlalu sejak dia terakhir kali kemari. Terakhir kali dia kesini adalah di tengah hujan, saat Jaemin mencampakkannya dua tahun lalu. Setelah itu jangankan kemari, memikirkannya pun Jeno tidak berani.

Saat ini taman kota sudah berubah hingga Jeno hampir tak mengenalinya. Dimana tempat dia dan Jaemin sering menghabiskan waktu dulu...?

"Jeno?" Jaehyun menggeram, tak sabar.

Jeno menelan ludah dan mengambil keputusan.

"Ke arah sana." gumamnya sambil tergesa ke arah kanan, dengan Jaehyun mengikutinya.

.....

Jaemin ada di sana, masih berpegang pada pagar kayu di jembatan itu. Jembatan setinggi lima meter di udara, yang menghubungkan jurang dalam dengan aliran sungai berbatu di bawahnya. Salah satu keunggulan taman kota ini adalah pemandangan di atas jembatan ini. Dengan gemericik sungai dan air terjun buatan yang cukup mempesona, bagaikan harta karun alam tersembunyi ditengah hiruk pikuk polusi dan kesibukan kota.

Tetapi sekarang Jeno tidak sempat mengagumi pemandangan indah itu, matanya terpaku pada Jaemin dan tampak cemas.

"Jaemin." serunya dalam bisikan tertahan, takut kalau suaranya terlalu keras akan mengagetkan lelaki itu dan membuatnya terlompat.

Jaemin yang semula menatap kosong ke bawah, menoleh perlahan dan menemukan Jeno dan Jaehyun di ujung jembatan. Matanya membara penuh tekad.

"Jangan mendekat!" serunya keras, "Atau aku akan lompat."

Jeno berseru frustrasi, bingung harus berbuat apa. taman kota ini nampak sepi, di siang yang lengang ini. Syukurlah, kalau tidak pasti sudah ada keramaian menghebohkan di sini.

Perjanjian HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang