Bab 12 - Hi Bye

27K 2.6K 297
                                    

maaf yaaa yang kemarin nungguin update. aku udah infoin di Instagram kalo jadinya update hari Minggu. makanya follow Instagram liaraudrina dulu dongg!

udah siapin tisu belommmm?

coba tarik napas dulu panjang-panjanggg

happy readingggg

***

Alesia terbangun karena dadanya terasa sangat nyeri. Ketika kesadarannya terkumpul, bajunya sudah basah akibat ASI yang merembes. Ia merasa deja vu. Ini bukan yang pertama kali baginya. Bedanya, kali ini ia terbangun di kamar rumah sakit.

Bola matanya memanas, ketika mengingat kembali momen menyakitkan yang ia dengar beberapa jam lalu. Penjelasan dokter tumpang tindih dalam kepala, membuatnya tidak ingat persis bagaimana detailnya.

Singkatnya, kondisi preeklamsia yang dialami Alesia memang memicu kelahiran prematur, atau lebih awal dari HPL. Hal itu menyebabkan terjadinya pelepasan plasenta pada bayi sebelum waktunya—istilah medisnya solusio plasenta—yang membuat asupan oksigen dan nutrisi pada bayi terhenti.

Padahal hasil USG seminggu lalu menyatakan bayinya baik-baik saja, detak jantungnya bagus, posisinya sudah siap untuk lahir, dan dokter memperkirakan persalinannya dilaksanakan minggu depan, seminggu lebih cepat dari HPL. Seharusnya hari ini merupakan jadwal Alesia kontrol lagi. Namun, siapa sangka, bayinya sudah lebih dulu pergi.

Solusio plasenta memang bisa terjadi secara tiba-tiba, dan kondisi preeklamsia yang dialaminya membuat kemungkinan hal itu terjadi lebih tinggi.

Seandainya Alesia segera ke rumah sakit ketika pertama kali merasakan kontraksi, bisa jadi bayinya masih bisa diselamatkan. Sayangnya, Alesia membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai ke IGD.

Ada banyak sekali penyesalan yang memenuhi kepalanya. Namun, saran bijak Papinya, tidak perlu menyesali dan menyalahkan siapa pun. Anggap saja, semua ini memang sudah digariskan oleh Tuhan.

Ketika Alesia bilang dunianya hancur, maka ia benar-benar hancur. Ada sesuatu di dalam dirinya yang kini terasa kosong.

"Kamu udah siap ketemu dia?" Suara Maminya membuat Alesia sadar kalau ia tidak sendirian di ruangan serba putih ini.

"Tadi Papi udah azanin. Dia ganteng banget! Hidung sama bibirnya persis kayak kamu waktu bayi." Entah itu betulan, atau Maminya cuma sedang berusaha menghiburnya.

Hanya dengan mengedip dua kali, Maminya langsung paham kalau Alesia ingin melihat bayinya. Wanita itu langsung beranjak dari kursi, memanggilkan suster.

Tidak lama kemudian, suster datang dengan mendorong box bayi memasuki ruangannya. Efek obat bius Alesia sudah mulai hilang, tapi tidak ada yang lebih menyakitkan dibanding melihat anaknya terbaring kaku di dalam box itu, sebelum ia sempat mendengar suara tangisnya.

Perlahan-lahan, Maminya membimbing untuk duduk dan bersandar pada tumpukan bantal. Lalu suster tersebut mengangkat Jean dengan hati-hati, dan memindahkannya pada pangkuan Alesia.

Jean dibedong dengan rapi. Rambutnya tebal, begitu juga dengan bulu mata dan alis. Benar kata Maminya, hidung dan bibirnya mirip sekali dengannya.

Demi Tuhan, ini adalah bayi paling ganteng yang pernah ia temui. Dalam hati ia bersyukur karena gennya lebih dominan.

Alesia pikir, tangisnya akan pecah dan menggila. Tapi nyatanya, tidak ada satu tetes pun yang keluar dari kelopak matanya. Ia beberapa kali mengerjap, memandang lamat-lamat Jean yang terpejam kaku dalam pelukannya.

Perasaannya campur aduk tidak karuan. Apalagi ketika menyadari pakaiannya yang basah karena ASI-nya merembes belum diganti. Payudaranya pun masih terasa kencang, tanda kalau ia harus memompa ASI secepatnya.

Let Me InTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang