Bab 28 - Ekspektasi

32.2K 4K 1K
                                    


Semuanya sudah siap. Hanya dalam waktu tiga hari, Alesia berhasil membeli berbagai macam outfit yang akan ia bawa ke Bali. Sebagai pembelaan, sudah lama sekali ia tidak belanja baju-baju lucu. Jadi, nggak ada salahnya untuk berbelanja lebih banyak.

Semua barang belanjaan yang ia beli secara online pun sudah datang. Termasuk juga produk Jean.id yang akan ia bagikan pada teman-teman Geryl di kantor. Semuanya sudah sempurna.

Satu-satunya yang membuat Alesia resah adalah, sampai detik ini, tepat sehari sebelum Geryl berangkat ke Bali—menurut informasi dari Jordy, belum ada tanda-tanda pria itu bakal memberitahunya. Alesia sengaja menunggu dengan sabar, menantikan kapan Geryl akan mengajaknya soal gathering kantor itu.

Tapi kenapa Geryl kelihatan lempeng-lempeng saja dari kemarin? Apakah pria itu nggak akan ikut?

Mana mungkin dia nggak ikut? Mengingat jabatannya di kantor yang cukup penting, Alesia rasa, Geryl nggak mungkin nggak ikut.

"Adek udah bisa milih ya sekarang, mau dibacain cerita apa!" Geryl masuk ke kamar seusai menidurkan Illian.

Beberapa hari terakhir, Alesia meminta Geryl bergantian membacakan buku untuk Illian sekaligus menidurkannya. Salah satu cara agar hubungan Geryl dengan Illian makin dekat.

Selain itu, Alesia jadi punya waktu lebih banyak untuk memakai skincare. Dia betul-betul ingin kembali menjalani rutinitasnya sebelum badai menerpa, kembali membeli berbagai macam skincare, shopping, dan perawatan kulit agar lebih glowing.

Awalnya Geryl canggung sekali, dia tidak tahu bagaimana caranya membaca buku anak-anak. Pria itu memang hobi membaca buku, tapi buku-buku yang dibaca selalu bertema teknologi, ekonomi, atau psikologi, yang semuanya dibaca dalam hati dan tidak butuh intonasi yang ceria.

Setelah beberapa kali diajari, kini Geryl mulai terbiasa dengan hal itu. Sudah dibilang, Geryl adalah pembelajar yang cepat.

"Iya, dia makin cerewet sekarang! Udah bisa request minta makan sendiri juga!" Alesia yang sudah lebih dulu rebahan, langsung meletakkan ponsel, menyambut kedatangan suaminya yang turut berbaring di sebelahnya.

Kini saling berpelukan sebelum tidur bukan lagi hal yang canggung bagi mereka. Alesia pun enggak segan-segan memeluk duluan, sambil sesekali mengobrol ringan, sebelum benar-benar terlelap.

"Oh iya, besok Jum'at ..."

"Le, besok Jum'at aku ..."

Alesia tertawa, sementara Geryl hanya tersenyum tipis ketika mereka bicara berbarengan.

"Kamu dulu!" Geryl mengalah.

"Enggak, kamu dulu aja."

Akhirnya Geryl melanjutkan ucapannya. "Besok Jum'at aku ada gathering di Bali. Sampai Senin pagi. Paling Senin siang udah sampai sini. Kamu mau bantu aku packing?"

Tawa Alesia pudar. Ia berusaha mencerna kata-kata yang keluar dari mulut suaminya. Pelukannya merenggang.

Aku?

Itu artinya Geryl enggak berminat mengajak Alesia, kan?

Perasaannya campur aduk tidak karuan. Matanya memanas, serasa ingin menangis. Untung saja Geryl sudah mematikan lampu, sehingga dalam kondisi remang-remang begini, pria itu tidak bisa melihat wajahnya yang dongkol dan sebentar lagi menangis.

"Packing-nya besok aja nggak papa. Besok dari kantor aku langsung ke bandara aja, biar enggak bolak-balik. Jadinya nggak papa kalau aku berangkat agak siang—jam sembilanan gitu."

Ucapan Geryl selanjutnya semakin menegaskan kalau Alesia sama sekali enggak dimasukkan ke dalam rencana itu. Alias ia benar-benar nggak diajak!

Sebenarnya ada banyak sekali pertanyaan yang muncul di kepalanya, tapi mulutnya urung mengutarakan apa pun. Ia hanya menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan tangis.

Let Me InTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang