Bab 29 - Rekonsiliasi

36.5K 4.2K 1.3K
                                    


Malam itu pertengkaran mereka berakhir begitu saja meski masih ada yang mengganjal di dada masing-masing. Keduanya sama-sama lelah, jadi menyetujui keinginan Alesia untuk tidak meneruskan perdebatan.

Keesokan harinya, Alesia menjalani rutinitasnya seperti biasa. Ia pun tidak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaannya sekarang. Ketimbang marah, dia malah merasa malu karena sudah keceplosan mengutarakan harapan-harapan liarnya yang seharusnya enggak boleh ada. Alhasil, begitu membuka mata saat subuh, Alesia langsung menyibukkan dirinya agar tidak berhadapan dengan Geryl.

Sesuai rencana, ia mengajak Illian bermain di halaman belakang, sekaligus mengenalkan Illian pada tekstur rumput. Awalnya Illian menangis kencang, berusaha menghindari rumput yang masih terasa asing baginya. Kemudian bayinya itu langsung kegirangan ketika Yuni datang membawakan kolam renang pompa yang bisa menyemprotkan air mancur. Itu adalah kado dari Vika saat Illian mulai bisa merangkak beberapa bulan lalu.

Tidak lupa Alesia mengambil banyak video Illian yang tertawa-tawa kegirangan untuk dikirimkan pada Vika nantinya.

Setelah dua puluh menit bermain air, alarm yang Alesia setting berbunyi. Tanda kalau sudah waktunya berhenti, sebelum Illian masuk angin.

Rupanya tidak mudah untuk memberikan pemahaman pada Illian kalau ini sudah waktunya selesai. Illian langsung nangis kencang tidak karuan, berteriak-teriak tidak mau digendong.

Tidak tega melihat tangis yang meraung-raung, Alesia pun mengalah. "Oke, Mama kasih waktu lima menit lagi, setelah itu udah yaa?"

Meski tidak ada balasan tanda sepakat, Alesia kembali menyalakan timer. Illian kembali ceria bermain air dengan wajah memerah akibat tangisannya tadi.

Lagi-lagi, Illian tantrum ketika Alesia memperingatkan untuk selesai. Bahkan Alesia baru berjalan mendekat saja, Illian sudah teriak-teriak tidak terima. Dan ketika Alesia memaksa menggendongnya, Illian terus menggeliat sambil meraung-raung. Khawatir kalau bakal jatuh, mengingat badan Illian basah dan licin, Alesia pun menurunkan Illian dari gendongan saat mereka tiba di ruang tengah.

Tangis Illian makin parah. Selama sepuluh bulan ini, Alesia sudah beberapa kali menghadapi Illian tantrum lebih dari lima kali. Dan sampai sekarang Alesia enggak pernah benar-benar bisa menghadapinya.

Alesia sudah membaca berbagai macam buku parenting, juga melihat tips-tips parenting dari Youtube maupun Tiktok. Kebanyakan ahli menyarankan untuk membiarkan anak tantrum selama beberapa saat sampai bisa tenang sendiri, karena itu bagian dari cara anak meluapkan emosi dan melatih pengendalian diri. Kalau anak tantrum dipaksa berhenti, emosinya akan terpendam, dan itu enggak bagus untuk perkembangan emosinya seiring berjalannya waktu.

Namun, Alesia enggak tega mendengar tangis yang meraung-raung begini. Dia hanyalah manusia biasa yang masih perlu belajar lagi melatih kesabarannya.

Selain itu, dia juga harus memberi tahu batasan terhadap apa yang anak inginkan, juga memberitahu aturan yang berlaku. Kalau anak tantrum saat keinginannya nggak dituruti, lalu setelah menangis kencang malah dituruti, takutnya itu menjadi senjata untuk anak saat keinginannya nggak diwujudkan.

"Dek, kalau main airnya kelamaan, nanti Adek sakit!" Alesia berusaha memberikan pengertian pada Illian yang sedang berguling-guling di lantai dengan tangis yang makin kencang.

"Adek udah hampir setengah jam lho, main airnya! Kalau Adek nggak mau berhenti gini, besok lagi Mama nggak mau ngajak Adek main air lagi deh!"

Tangis Illian makin kencang.

Pandangan Alesia mengedar, sambil menghela napas. Yuni diam saja, datang membawa kain pel untuk mengelap lantai yang basah. Ia pun baru sadar kalau piyamanya juga basah kuyup, yang ternyata menjadi tembus pandang, memperlihatkan warna bra-nya, juga menonjolkan lekuk tubuhnya.

Let Me InTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang