Fanfic-!
.
..
...Hari itu aku menemukanmu sedang sendiri. Apakah yang membuat harimu buruk? Katakan padaku. Aku tidak suka melihat ciptaan Tuhan yang terindah berdiam diri tanpa ada yang peduli dengan kehadiran mu.
Kau selalu bilang padaku kalau manusia tidak akan selalu bahagia. Apakah ini yang terjadi padamu, rembulan? Mengapa kamu menyembunyikannya?
Kalau aku terpuruk, kamu yang mengobati. Lantas kalau begini, siapa yang jadi obat mu? Apakah aku tak sepantas itu untuk menemani mu? Katakan saja yang sejujurnya. Aku tidak suka dengan kedustaan. Walaupun kamu yang berdusta.
-----
"kamu yakin ga perlu kursi roda?"
"Iya sayang, aku ngga mau kelihatan lemah di depan anak kita," aku tersenyum sambil mencoba berdiri menggunakan tongkat.
Istriku membantuku dengan mengencangkan pegangan ku pada tongkat itu. Sungguh aku sangat bodoh karena pernah menganggap malaikat seperti dirimu adalah ancaman terbesar dalam hidupku.
Akhirnya aku berhasil berdiri dengan tongkat itu, aku berjalan pelan karena belum benar-benar pulih dari luka kecelakaan yang aku alami. Bahkan pekerjaan ku harus aku titipkan kepada saudaraku yang paling muda.
"Bunda, mau Zee bantu ngga?" Anak sulungku beranjak dari kursi yang ia duduki. Ia sedikit memapah ku agar lebih cepat sampai di meja makan.
Aku duduk di sana, lalu Zee menyenderkan tongkat itu ke tembok yang tidak jauh dari jangkauan ku. Aku melihat Christy yang sedang merenung. Ada apa dengan bungsuku? Apakah kamu terpikir sesuatu nak?
"Christy lagi terpikir sesuatu?" Aku bertanya kepada bungsu ku yang sedang memainkan garpu di atas piring kosong.
Christy menengadah ke arahku. "Ngga nda, Christy cuma cape," dengan nada malas ia menjawab pertanyaanku. Aku sungguh penasaran apa yang ada didalam isi otaknya. Tapi bukan saatnya untuk mengganggu saat ini. Ini jam makan malam.
Sisca, istriku datang membawa makan malam dan meletakan di meja. Malam ini sepertinya aku akan bertambah paling tidak 1kg. Karena yang disajikan sekarang adalah makanan kesukaanku.
Kami menyantap sambil sedikit bercerita. Tapi Christy tetap memilih diam dan makan dengan malas.
"Zee keren banget loh nda, dia yang bikin makanan ini," Sisca menyenggol siku ku. Aku sedikit terkejut karena Zee bisa masak seenak ini. Sebelumnya aku sudah pernah melihat ia masak. Tapi makanan itu selalu dibawa ke sekolah.
Zee menggaruk tengkuknya sambil tersenyum canggung. Lalu ia sedikit tertawa. "Hehe, spesial untuk nda yang sudah mulai pulih," Zee tersenyum ke arahku.
Lalu ku lihat Christy menatap tajam ke arah Zee.
"Aku juga ikut buat tau,"Zee mencolek hidung adiknya sambil sedikit tertawa, "tapikan ternyata bahan makanannya exp adee, masa kamu mau kasih bunda makanan yang udah ga layak makan."
Lalu kami semua tertawa karena tingkah si bungsu. Memang anak yang susah di tebak. Awalnya aku kira dia sedang memikirkan hal lain.
Kami menyelesaikan makan malam lalu berpisah karena harus menjalani aktivitas masing-masing. Walaupun kami sibuk dengan kegiatan lain. Aku akan berusaha merangkul keluarga ini menjadi tempat paling nyaman untuk semua.
Istriku kembali ke kamar bersama ku. Ia bercerita tentang kekonyolan anak-anak selama aku di rumah sakit. Zee yang tertolak perasaannya. Atau ikan Christy yang mati karena ulah kucing tetangga. Istri ku juga cerita kalau ia di goda oleh salah satu kru di tempat ia bekerja. Aku tidak cemburu. Karena aku tau hatinya hanya untukku.
Saat kami sedang sibuk-sibuknya bercerita, ada panggilan masuk dari nomer perusahaan. Aku menghentikan percakapan kami lalu mengangkat panggilan itu.
"Halo, apa ada masalah disana?" Memang jarang aku mendapat panggilan malam dari kantor ku sendiri. Karena selama ini aku yang menelepon karyawanku dari kantor.
"Halo CEO, kapan balik kantor?" Suara ini, ternyata dia adikku. Ia menggantikan ku selama aku absen bekerja.
"Haha, aku kira siapa yang telepon. Aku balik kantor kalau Sisca udah approve," Sisca paham ia sedang dibicarakan, lalu ia mulai menguping percakapanku yang tidak penting.
"Jaman sekarang masih takut istri, harusnya dia yang takut sama kamu kak," suara tertawanya begitu mengejek. Lalu handphone nya diambil alih oleh Sisca.
Dengan perasaan kesal ia mengomel kepada adik iparnya. "Emang kenapa sih, terserah gue dong. Emang elo jomblo," Sisca lalu mematikan handphonenya dan membalikkan layar handphone agar tidak terlihat notifikasi dari siapapun.
Aku sedikit tertawa, setelah itu memegang dagunya, mengarahkan wajahnya agar bisa bertatapan dengan ku. Sungguh cantik dan menggemaskan jika dia sedang cemberut. Aku menyelipkan rambutnya ke telinga itu.
Sisca sudah tau ini akan mengarah kemana. Tapi ia diam saja, malah memberi akses masuk permainan ini. Aku mendekatkan wajahku ke wajahnya. Hingga hidung kita bersentuhan. Aku menutup matanya dengan tangan ku, lalu bibir kita bertemu. Sisca menerima dan membalas ciuman itu. Sekarang lidah kita beradu. Kedua tangannya melingkari leherku. Seolah ia tidak ingin mengakhirinya. Tanganku yang tadinya menutupi mata Sisca sekarang beranjak turun ke leher Sisca. Aku melepaskan ciuman itu lalu bibirku lanjut mengecup lehernya dan membuat sedikit kenangan disana.
Erangannya membuat ku semakin rindu suasana ini. Aku membuka kancing baju yang ia kenakan. Sekarang hanya bra yang menjadi penghubung antara aku dan nikmat malam ini. Sedetik sebelum memulai malam yang indah..
"Emm, maaf Zee masuk tanpa izin. Zee keluar deh," anak sulungku langsung keluar dan menutup pintu.
Sial.. mengapa aku tidak menyadari keberadaannya. Sekarang kami berdua bertatapan. Dari kapan ia melihat aksi kami. Anak sulungku di dewasakan oleh orang tuanya sendiri. Hancur malam ini. Sisca yang malu langsung mengenakan kembali bajunya dan tidur berlawanan arah dengan ku.
"Kan, kebiasaan sih. Kalau mau kaya gitu kunci dulu pintunya."
-TBC-
KAMU SEDANG MEMBACA
Tutorial = Cara
AléatoireSurat rindu. Terimakasih sudah ikut andil dalam hidupku. Terimakasih karena bisa memahami ku dalam keadaan apapun. Terimakasih sudah membuatku merasa sempurna. Maaf jika aku belum mampu menjadikan kamu satu-satunya dalam hidupku. Maaf jika yang aku...